Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Moeldoko Ketum, AHY Demisioner, dan Implikasinya

5 Maret 2021   19:08 Diperbarui: 5 Maret 2021   19:12 918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

AHY Demisioner, Moeldoko Ketum, dan Marzuki Ali  WanTim, serta Implikasinya

"KLB" Demokrat hari ini telah menetapkan Moeldoko menjadi ketua umum Demokrat yang baru. Marzuki Ali yang awalnya adalah rival dalam pemilihan, memilih mundur. Pada akhirnya menjadi dewan pertimbangan.  Sangat menarik beberapa hari ke depan.

Sebelum benar-benar terjadi hal demikian, sebagaimana judul, Andi Arief sudah mengatakan, jangan salahkan kalau SBY demo ke istana. Jokowi lembek jika tidak berbuat apa-apa untuk mencegah.  Hal yang kontradiktif dilakukan olehnya. Mau minta bantuan namun dengan menghina dan meremehkan terlebih dulu.

Apa yang mereka, kubu AHY dengungkan kini telah direstui Semesta dan menjadi kenyataan. Dalam dunia enrgi dan spiritual hal ini sebenarnya adalah undangan sendiri. Semua dikehendaki untuk terjadi. Ya benar terjadi. kudeta itu sebenarnya sangat mungkin belum akan dilakukan, apa daya sudah digemborkan, ya sudah lakukan sekalian.

Apa yang akan terjadi di beberapa hari kedepan?

Narasi Jokowi lemah lebih kencang. Jokowi diam saja orang terdekatnya kudeta lebih kencang. Narasi basi ala Demokrat yang akan terus terulang. Ingat bagaimana serangan Beny K. Harman soal kerumunan menyambut Jokowi bukan?  Jangan naif dan mengatakan tidak dalam satu bingkai yang sama.

Tudingan AHY yang mental diralat sendiri. Usai tekanan elit mereka kepada Jokowi yang tidak direspons, mereka ganti gaya. Mengatakan Jokowi tidak tahu. Lagi-lagi tidak ada tanggapan. SBY turun gunung dan kemudian berujung pemecatan pada kader-kader mereka sendiri.

Menekan Yasona selaku MenKumHAM untuk tidak mengakui kepengurusan kubu Moeldoko. Hal yang sudah bisa terbaca. Karena sebelum ini pun sudah ada yang mengatakan hal tersebut.  Cukup menarik menanti apa yang akan mereka, kubu AHY lakukan.  Ranah ini sangat mungkin terjadi, sebagaimana PDI dengan PDI-Perjuangan, PKB, PPP, Golkar, dan lebih sederhana PAN.  Partai gurem pun sempat terjadi seperti dalam Berkarya, ketika Tommy dikudeta.

Lebih menarik lagi, tekanan Andi Arief yang menyatakan, jika SBY mau demo ke istana. Mengapa menarik? Jika terjadi, ada mantan presiden mendemo presiden satu-satunya di dunia. kalau terjadi, asli keren.

Implikasi berikutnya sangat menarik, atau mungkin rumit.  Kubu Moeldoko, sangat mungkin  membawa gerbong mendukung pemerintah. Hal yang sejatinya sudah banyak kader harapkan. Ingat ketika pilpres lalu sudah ada kebebasan untuk mendukung juga Jokowi-KHMA. Ini bukan hal baru, hanya saja AHY dan juga SBY abai mengelola hal ini. Dianggapnya sepele.

Lihat pula Ruhut, Hayono Isman, dan pastinya kader-kader yang meminta Moeldoko ini sudah tahu arahnya ke mana dan mau apa dengan sikap politik mereka. Oposan yang ngaco bukan brand yang baik.

Pilihan ini memang suka atau tidak, sangat buruk bagi alam demokrasi. Tinggal PKS saja yang berdiri pada posisi oposan, PAN yang lemah gemulai mana mampu. Toh tidak ada manfaatnya juga menjadi oposan. Namun paling tidak ada  pengawas, sehingga pemerintah tidak jatuh pada keadaan superior yang lebih jauh bisa menjadi otoriter dan kemudian lupa daratan.

Akan berkepanjangan sebagaimana Golkar, PKB, dan PPP, dualisme yang menyita banyak energi, belum lagi ini adalah menyangkut SBY dan Demokrat. Lha keadaan biasa saja ribetnya minta ampun apalagi kondisi luar biasa seperti ini.

Apa yang terjadi ini memperlihatkan lemahnya posisi SBY di dalam  menata Demokrat. Kesalahan cukup mendasar dengan memaksakan diri dengan menempatkan AHY pada jabatan ketua umum. Jauh lebih aman dan tidak akan lebih bergejolak, jika Ibas yang diplot menjadi ketua umum. Sayang, nasi sudah menjadi bubur.

Mengapa Ibas lebih aman? Ya karena para elit Demokrat sudah lama bekerja bersama Ibas. Memang melihat  tampilan selama ini, susah sih mengharapkan Ibas. Diam itu emas, tetapi bisa juga diam itu tidak tahu apa-apa. Hal yang sama kuatnya mempengaruhi persepsi publik.

Era media sosial, membangun branding itu murah meriah. Beri saja tanggapan atas semua kejadian, isu, atau apa saja yang sedang hangat. Cepat mendapatkan tanggapan. Lihat tuh Ferdinand Hutahaean. Cepat dikenal publik. Wartawan akan mengulik akun media sosial, atau juga mengajak wawancara.

Atau buat akun dan kanal Youtube, cepet, murah, meriah, dan sudah memiliki nama akan menjadi rujukan. Mau salah atau benar urusan belakangan. Mosok kalah dengan sang bapak yang artis media sosial. Sayang, ada kesempatan tidak dipakai.

Semua sudah terjadi. Langkah  paling realistis itu rekonsiliasi. Melihat rekam jejak SBY sih tidak akan mau. Susah melihat ini bisa selesai dengan mulus. Ketika tujuan adalah kursi dan kekuasaan.

Menarik, apa yang Moeldoko tantang pada para kader Demokrat. Mau gotong royong demi bangsa, melepaskan kepentingan diri sendiri. Hal yang jelas kontras dengan apa yang telah Demokrat tampilkan selama ini. Mendasar dan itu hal yang sangat baru.

Layak ditunggu akan ke mana dan seperti apa drama Demokrat ini berujung. Ini adalah awal. Bisa dipastikan akan banyak babak baru dalam drama ini.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun