Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY: Rakus Mungkin Penyebab Bencana

15 Februari 2021   06:51 Diperbarui: 15 Februari 2021   07:16 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SBY: Kita Terlalu Rakus, Mungkin Itu Penyebab Bencana

Sedang baik-baik saja, bencana beruntun sudah lewat. Memang pandemi masih cukup hebat, terutama daerah tertentu. Eh Pak Mantan tiba-tiba mengatakan kita terlalu rakus, mungkin itu yang menyebabkan bencana. Berbeda ketika Sang Putera yang berbicara, kala pas ada tragedi pesawat dan banjir ada di mana-mana.

Lebih lanjut Pak Beye juga mengatakan revolusi hijau, ketahanan pangan, dan kapitalisme yang mengancam dunia. Beberapa  hal layak dicermati, apakah ini benar sebagai masukan-kritik, atau malah mencari panggung, yang orientasinya nyinyir, atau malah ngehoax karena basis data separo?

Apakah bencana baru kali ini saja terjadi? Selama Pak SBY memimpin lepas dari bencana sama sekali? Tidak. Ini sama tidak eloknya dengan pernyataan AHY pada beberapa waktu yang lalu. Terlalu mempolitisasi bencana dan itu bukan ranah manusia. Beberapa hal memang keterlibatan manusia yang jauh lebih kuat. Namun beberapa hal manusia tidak bisa berbuat apa-apa.

Tuhan  bukan penghukum, jangan takut-takuti anak negeri dengan politisasi spiritualitas dan mengaitkan Tuhan dengan politik. Tuhan tidak suka.

Ajakan untuk mawas diri, refleksi, dan  menyadari keberadaan di bumi untuk bijaksana itu baik dan harus namun mbok yao jangan untuk politisasi. Sekalian saja jadi ustad, pendakwah, namun jangan mendua di dalam aksi dan pemikiran.

Ketahanan pangan. Hal yang cukup menggelitik, ketika kita dengar dua sisi yang berbeda ditampilkan presiden dan mantan presiden ini. Jokowi meresmikan bendungan di tanah kelahiran SBY. Salah satu bendungan itu fungsinya untuk pengairan pertanian. Konsepnya jelas, tanaman perlu air, air harus disimpan, biar tidak menggenangi tanaman kalau musim hujan.

Nah selama ini ke mana saja Pak Beye. Selaku doktor pertanian, gagasannya bagus, tetapi apakah realisasinya ada? Bendungan Tukul sejak lama direncanakan, dan baru selesai. Apakah ini yang membuat tiba-tiba panas dingin dan memfitnah bencana? Mungkin, jika melihat rekam jejaknya.

Revolusi hijau. Lagi-lagi menggelitik ingatan, bagaimana pembukaan lahan yang sangat masif, kebakaran hutan yang biasa menjadi rutinitas tahunan. Penyelesaiannya kapan? Cek sendiri, siapa presiden pemberi izin pembukaan hutan dan lahan.

Kapitalisme. Bukan ahli ekonomi, juga tidak paham untuk menjelaskan dengan mudah. Apa yang disampaikan katanya, terlalu mengandalkan pasar. Mekanisme pasar. Pak Beye kelihatannya perlu mengecek harga BBM, semen, dan lain-lainya, di Papua dan sebagainya. Bagaimana harga itu sudah semakin manusiawi. Ini bukan pasar, tetapi intervensi pemerintah untuk membuat distribusi harga menjadi relatif sama.

Apa yang Pak Beye sampaikan itu, apa yang sudah dinyatakan di atas lebih terbaca sebagai;

Reaktif atas bendungan di tanah kelahirannya. Ini tentu mempermalukan, sebagai seorang presiden dua periode namun tidak berbuat banyak bagi tanah kelahiranya secara langsung. Apalagi netijen dengan cepat memperolok dengan membandingkan  pembangunan museum. Hal yang memang keterlaluan, membuat jengkel makin dalam.

Meredam isu kudeta yang makin meliar. Pola yang khas Pak Beye menghantam duluan, mungkin karena militer, gaya menyerang adalah peratahanan terbaik. Sayang bahwa beliau lupa pertahanan di barak, di belakang keropos. Terlalu lemah untuk dieksplorasi rival-rival politik. Tidak perlu ahli, sebatas awam dan netijen abal-abal pun bisa melakukan itu.

Menegaskan apa yang dinyatakan AHY namun tidak cukup berdampak. Bahasa yang berulang, namun lagi dan lagi, tidak cukup kuat landasan yang digunakan. Ingatan publik pun masih segr bagaimana perilaku kepemimpinannya. Sudah gagal malah diulangi dengan bahasa yang sama. Memang lebih luas, namun dasarnya itu sama persis.

Demokrat makin lebih menampilkan sisi religius dari pada nasionalisnya. Tidak salah, itu pilihan platfoorm partai. Namun, mempertontonkan kegamangan yang makin jelas. Miris ketika malah menghianatii ideologinya bahkan namanya sendiri. Demokrat, namun malah tidak demokratis, cenderung agamis, ultrakanan yang memilukan.

Keberadaan agama dan spritualitas tidak salah. Bagus malah, namun ketika itu menjadi landasan, dasar, dan jiwa dari laku dan ideologi, bukan semata menjadi jargon dan hanyamai istilah. Wong senyatanya jauh dari apa yang dinyatakan. Sayang sekaliber Pak Beye jatuh pada pemilihan cara berpolitik yang model demikian.

Aksi dan reaksi yang berlebihan itu telah merontokkan Demokrat, namun sayang masih saja menjadi satu-satunya jalan untuk terus melaju dengan cara demikian. Begitu banyak ragam cara bisa dilakukan untuk membradingkan citra baik partai. Mengapa harus memainkan narasi seperti ini terus menerus.

Lihat saja dalam beberapa pekan terakhir, nama Demokrat dan AHY meroket, namun dalam citra yang cenderung negatif. Pilihan-pilihan sikapnya salah dan keliru, perlu kejernihan di dalam menyikapi permainan politik ini.

Turun gunung, bukan hanya di tengah sangar emas dan menerima laporan. Lihat kondisi konkret masyarakat itu menghendaki apa dan seperti apa. Sayang,  sudah terbiasa mendapatkan pelayanan, mana bisa mendengarkan. Mendengar itu mungkin gampang, tetapi mendengarkan itu susah.

Hanya sebuah reaksi yang tidak proporsional atas bendungan Tukul. Tantrum berulang ala Pak Beye. Seperti ini, https://www.kompasiana.com/paulodenoven/581bcb01c523bd8e5da906e0/humpol-tantrum-politik-sikap-penerimaan-jokowi-atas-kegeraman-sby

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun