Dua. Lepaskan dari bayang-bayang. Susah kini melihat AHY sebagai pribadi, lebih cenderung bayangkan atau maaf boneka SBY. Lebih tragis lagi malah membayang-bayangi diri dengan Jokowi. Bagus sih menghajar kelas kakap. Mancing pasti mengharapkan yang gede, bukan kelas teri. Lha tetapi kalau itu gagal lagi dan gagal lagi kan malah repot.
Energi habis karena malah perlu dobel kerja, menyerang, klarifikasi, malah kadang perlu membel diri. Partai lain lho masih tenang-tenang saja. Mereka sudah berhitung. Kesalahan fokus bagi kiper dan pemain belakang bisa membuat salah komunikasi dan salah umpan dan jadi gol.
Tiga, terlibat, jangan hanya melihat untuk kemudian menemukan celah untuk menghajar. Lakukan kritik yang berkelas, bukan hanya menemukan kesalahan, tetapi tidak mampu memberikan tawaran solusi. Selama ini baik, menemukan kekurangan itu, tetapi langkah selanjutnya apa?
Buktikan dengan terlibat bukan hanya melihat, kini lebih banyak politikus, birokrat, dan pimpinan berbasis kinerja. Begitu banyak stok pemimpin yang sudah membuktikan dengan kerja. Tidak lagi saatnya menjual klaim apalagi hanya jualan omongan/
Empat, benahi internal, kurangi menyoal yang berlebihan pada pihak lain. Pada pengantar sudah gamblang bagaimana reputasi Demokrat di mata publik dan senior. Siapa yang perlu bertanggung jawab dan siapa yang mengungkapkan masalah sudah jelas. Tidak usah pedulikan Moeldoko, Jokowi, atau Gibran, tetapi perbaiki komunikasi dan kepemimpinan. Jalan masih panjang, buktikan bahwa kamu bisa.
Lima, adakan KLB lagi, kalau perlu buat konvensi, dan beri keleluasaan  siapun, mau kader atau bukan menjadi salah satu kandidat. Mengubah AD-ART juga memberikan legitimasi bagi AHY makin sah sebegai pemimpin. Yakin pada diri sendiri, menang karena berjuang, bukan hanya diberi bapak. Menyakitkan lho menjadi ketua tapi dinilai oleh pihak lain sebagai karena belas kasihan.
Pembuktian itu memang tidak mudah. Sakit kadang malu juga. Tetapi tidak ada salahnya diupayakan. Hal baik tentu tidak mudah, karena memang perlu perjuangan dan kerja keras. Sayang muda, bertalenta, dan partai sempat besar, memiliki cukup  baik modal, jika akhirnya merana, hanya karena salah kelola.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H