Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Natalius Pigai Bertemu Janda

8 Februari 2021   21:39 Diperbarui: 8 Februari 2021   21:44 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melebar ke mana-mana, tidak ada masalah yang terjadi antara Natalius Pigai dengan Permadi Arya alias Abu Janda. Bela membela yang tidak ada gunanya, ketika mereka berdua yang langsung "bermasalah" itu akhirnya bertemu. Ingat ini bertemu, bukan berantem sebagaimana ABG rebutan  gebetan. Mereka bertemu dan ha ha hi hi yang sangat biasa.

Memang susah, ketika demokrasi diisi dengan pribadi-pribadi baperan, ribet, dan mencampuradukan banyak hal dalam satu bidang. Politik ya politik, mengapa harus berpolemik. Jauhkan kata-kata kasar, hewan, dan semacamnya, demi menghina pihak lain.

Berbeda itu bukan berarti musuh.

Apabila memegang hal demikian dalam melihat realitas politik, tentu keras namun tidak akan kasar. Semua sama, meledek boleh, namun tidak menghina. Memperolok masih bisa diterima, namun bukan mencaci maki apalagi mengganti dengan nama hewan. Kasihan gorila yang tidak tahu apa-apa, atau kerbau yang lagi asyik di  kubangan  kupingnya menjadi panas.

Kedewasaan berpolitik sangat penting. Selalu saja kekuasaan. Ketika ngarep menjadi menteri, ngarep menjadi komisaris tidak terjadi, kemudian ngambeg, menjadi oposan, dan merasa pahlawan ketika sudah bisa melakukan hal demikian. Begitu banyak elit itu berperilaku demikian. Kecewa tidak menjadi apa yang diangankan, kemudian menjadi penyerang yang luar biasa kasarnya.

suara.com
suara.com
Jangan kaget, kalau rakyat menjadi terpolarisasi karena mengikuti gaya berkomunikasi publik para elit yang demikian. Ini  ada yang sengaja memainkannya. Usai Prabowo direkrut seolah semua akan selesai, tidak sesederhana itu. Prabowo hanya menjadi sebuah tunggangan utama. ketika tunggangan itu sudah tidak bisa dipakai, mereka ganti lain.

FPI dijadikan ormas terlarang, Riziieq masuk bui, euforia seolah akan selesai dengan begitu saja. Ternyata tidak. Memang ada yang mengagendakan untuk terus berdolak.

Orangnya ya itu-itu saja. Kelompoknya ya yang sama. Artinya memang sebenarnya para elit itu sudah tahu kog, hanya perlu momentum untuk menyelesaikannya dengan risiko yang paling minim. Gamblang kog sebenarya, ketika program pemerintah itu banyak diapresiasi, namun ada satu atau dua yang menyoal secara buruk. Ya jelas agenda mereka itu apa. contoh SKB mengenai sekolah negeri dan pakaian agamis. Siapa yang melarang pakaian agama? Toh ada kan yang bersuara ngaco?

FPI dijadikan ormas terlarang, hampir semua pihak senang, namun toh ada yang mencoba membela dan membelokan fakta bukan? Termasuk ASN berafiliasi gerakan radikalis, ada yang getol membela.

Mereka ini hanya agen, pengendali dan terutama pemodal hanya ongkang-ongkang, menunggu setoran. Selama ini mereka penguasa negeri ini, kini mulai terpasung di dalam sangkar emas mereka. Siapa tidak marah?

Syukur bahwa Natalius Pigai dan Abu Janda  bisa duduk bersama. Apakah Hendropriyono di belakang itu? Jika iya bagus, jika bukan toh tidak ada yang salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun