Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AHY Dikudeta, Kok Jokowi?

1 Februari 2021   19:11 Diperbarui: 1 Februari 2021   19:30 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

AHY Dikudeta, Kok Jokowi?

Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba AHY menyatakan diri mau dikudeta. Langsung berkirim surat kepada Jokowi. Lha emang yang mau kudeta Jokowi? Konon, orang lingkaran kekuasaan. Ada lima yang terlibat dan mau menjadikan Demokrat sebagai kendaraan. Nah kira-kira seperti apa ya? Peluang kebenarannya, atau sekadar mencari panggung saja?

Katanya, dengan mengudeta Demokrat, akan dijadikan kendaraan untuk mencadi capres di 24. Apakah bisa diterima dengan nalar atau hanya sekadar sensasi, ketika banyak pihak lebih riuh rendah berbicara Abu Janda, Susi Pudjiastuti, dan Risma yang demikian moncer? Bisa saja, usai nasi goreng malah jadi bahan olok-olokan.

Membaca Keberadaan Demokrat

Perlu realistis, Demokrat ini hanyalah penggembira. Tidak masuk hitungan sama sekali dalam kancah percaturan politik baik darah ataupun nasional. Apanya yang bisa diandalkan. 

Suara tidak cukup signifikan untuk sekadar memberi posisi tawar pada pihak lain. Lihat saja  pilkada Jakarta mereka hancur lebur, padahal SBY ikut turun langsung. Kurang apa coba? Kekalahan perdana masih bisa dimaklumi karena keberadaan AHY yang masih belum dikenal.

Harapan itu pada pilpres 2019. Toh masih sama saja. Proposal dibawa ke mana-mana, keadaannya sama saja. Mengharapkan wapres, ketua tim pemenangan saja tidak dilirik sama sekali. Ini memperlihatkan bahwa Demokrat itu bukan siapa-siapa.

Pilpres usai, kabinet mulai disusun, kasak-kusuk, daftar kabiet beredar, nama AHY ada di dua pos dalam isu-isu itu, kadang Menpora atau Mensos. Pengumuman pun lewat. Kala menteri KKP dan Mensos ketangkap KPK, lagi-lagi isu AHY masuk, lewat juga. Tidak cukup mendapatkan perhatian untuk masuk kabinet.

Pandemi pun menjadi alat untuk semacam unjuk kebolehan. Melibatkan puterinya yang katanya membuat tugas, malah menjadi bulan-bulanan warganet. Upaya untuk melaporkan pembullyan anak toh tidak juga terjadi. Seolah permainan untuk didengar. Apalagi toh WHO akhirnya mengatakan lock down tidak menjawab masalah.

Politisasi bencana yang membuatnya dikatakan bodoh turunan oleh seorang profesor, tampak akan menjadi besar, eh redup juga. Upaya memainkan ombak politik selalu gagal. Memainkan narasi  politik korban yang gagal. Keadaan tidak membaik, malah semakin menjadi tertawaan.

Tiba-tiba SBY jualan nasi goreng dengan lagi-lagi narasi hidup berat. Sama saja, hanya menjai bahan candaan dan kemudian malah tenggelam oleh Abu Janda dan Susi, yang menggeser Risma. Tidak cukup ada pembicaraan publik pada AHY atau Demokrat. Artinya jelas, tidak cukup mendapatkan perhatian.

Eh tiba-tiba mengaku ada upaya kudeta, bersurat kepada Jokowi pula. apa relevansinya coba? Apa Jokowi bisa memerintahkan, menghentikan, atau mengupayakan jika benar ada lingkarannya yang terlibat? Cukup aneh. Mengapa?

Pertama, di atas sudah panjang lebar bukti Demokrat itu bukan apa-apa lagi dalam kancah perpolitikan. Tidak cukup memberikan dampak untuk ikut terlibat banyak. Untuk apa mengudeta Demokrat? Jauh lebih tepat jika yang dikudeta itu PDI-P, Golkar, atau Gerindra. Mereka cukup signifikan dan memiliki jaringan serta tokoh cukup kuat.

Kedua, suara mereka di dewan juga tidak cukup kuat. Keberadaannya yang tidak besar itu  seolah tidak berdampak. Tidak pernah terdengar mereka menjadi bahan untuk ditarik ke sana atau ke sini ketika ada isu atau fenomena politis.

Ketiga, kebiasaan main dua kaki telah membuat pihak lain ogah bekerja sama. Berkali ulang Demokrat memainkan dua kaki. Berbagai isu mereka seolah netral, tetapi terlihat ngaco terutama dalam UU Cipta Kerja. Sejak awal mereka ikut, pada ujung tiba-tiba menolak. Hal yang terlihat dengan gamblang.

Keempat, mengapa Jokowi? Mau memperlihatkan bahwa AHY adalah ketua umum yang sangat besar, memiliki jalur khusus, bahkan bersurat kepada presiden. Hal yang bisa pula dimaknai sangat jauh berbeda.

Kelima, berkaitan bersurat kepada presiden, malah mempertontonkan kualitas dan mutu dirinya yang tidak mampu menjadi kendaraannya aman-aman saja. Sama juga ada laporan kendaraannya yang parkir di mall ada yang mau mengambil, belum sejauh itu, ada gelagat orang yang mencurigakan. Padahal bisa saja mau nebeng spion atau lainnya. Malah lapor pada camat.

Keenam, dengan mengaitkan nama Jokowi, bisa juga orang menafsirkan, mencurigai Jokowi terlibat di sana. Hal yang cukup mendasar, ketika banyak hal, sering mengaitkan dengan Jokowi. Bisa dicek via google. Bagaimana mereka meradang ketika ada penyebutan dalang rusuh demo lalu. Tanpa menyebut Demokrat, namun mereka malah menyerang Jokowi.

Jangan kaget, kalau kemudian akan lahir meme dan edekan bahwa AHY cengeng. Padahal kudeta dalam parpol sangat  biasa. Lihat tuh Amien Rais, malah ditendang anak dan besannya. Tommy Soeharto, Megawatie dulu juga pernah mengalami. Sependek ingatan tidak ada yang bersurat kepada Jokowi dan juga Soeharto. Gus Dur pun mengalami, jadi bukan hanya dia sendiri.

Lebih memilukan jika tidak cukup valid data yang ia terima, malah memperpanjang kegagalannya sebagai ketua umum. Timnya perlu dirombak untuk mendapatkan komposisi yang lebih baik dan lebih menjual untuk kedepannya.

Jauh lebih elok, AHY fokus untuk menjadikan Demokrat itu seperti apa, dari  pada menciptakan lelucon politik yang malah cenderung naif dan tidak menjual. Sayang dengan potensi yang ada, nama besar, kendaraan mentereng, namun salah manajemen dan bisa berabe.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun