Pada tataran ini, banyak orang yang merasa bisa, bukan bisa merasa. Ciri yang bisa dimaknai kalau kurang mendalam, banyak aksi, mengaku hebat, namun aslinya kosong. Ketika mendapatkan kritikan ngamuk, meradang, merasa dilecehkan.
Biasanya yang mengaku spiritualis, paranormal, jika sudah mengutip uang, amplop, atau syarat aneh-aneh, ayam hitam, makanan yang susah dan mahal, lebih baik curiga terlebih dahulu. Biasanya mencari keuntungan. Apalagi sudah mengarah pada relasi eksklusif dan intim. Sudah tinggalkan saja.
Berbeda dengan yang sudah mendalam. Ia berfokus pada kemanusiaan, kepentingan umum lebih dulu. Apa yang menjadi prioritasnya adalah kewajibannya, pengabdiannya, dan yang lain-lain itu akan datang dengan sendirinya. Konsekuensi atas perilaku baik.
Bebas dan merdeka, tanpa pamrih, itu mengundang orang untuk dekat. Menjadi rujukan atau datang ketika ada masalah. Berbeda dengan  yang masih mentah, akan berkoar-koar bahwa ia sakti. Bisa berdiri di atas pohon bambu yang masih tegak di rumpunnya. Apa iya manusia biasa demikian. Bualan yang digunakan untuk menjustifikasi bahwa ia hebat dan sakti.
Ketika wajahnya saja njelehi, bukan soal ganteng atau cantik, ini soal inner beauty, kecantikan dan kecakepan batin. Kemerdekaan jiwa yang memberikan tampilan, pasuryan cerah, menyenangkan, dan menenteramkan, meskipun  wajahnya jelek.
Tentu kita pernah bukan merasa demikian, nyaman dekat dengan orang bahkan yang belum kita kenal. Tetapi ada pula yang kenal bertahun-tahun namun enggan dekat-dekat?
Spiritualitas itu bukan semata ritual keagamaan. Sangat mungkin kita itu aktivis keagamaan, wktu kita habis untuk agama, namun belum tentu secara spiritual, secara rohani sama mendalamnya. Mengapa? Karena kita hanya memenuhi standart fisik, belum sampai pada sisi batin dan jiwa kita.
Dalam sebuah acara, Menag mengutip kutipan Injil, bahasa singkatnya, kasihilah Tuhan Allahmu dan kasihilah sesamamu. Mana agama yang bisa menyangkal kebenaran perintah itu? Tidak akan ada yang salah, satu orangpun yang bisa membantah dan menyalahkan perintah itu. semua orang tentu mencintai Pencipta dan sesama.
Sayangnya, ruang publik kita dipenuhi dengan yang belum mendalam. Sehingga lebih banyak ribut dan repot. Masih penuh dengan pamrih, mau tenar, viral, dan dapat materi yang ujung-ujungnya nanti kawin lagi, skandal dengan "murid" atau rekan kerja.