Ketujuh, jadi Tomy baru merasakan menjadi rakyat. Bagaimana rakyat yang sejak dulu digusur dengan tanpa daya, tentara dengan bedil yang maju, bukan uang ganti untung. Apalagi jika dipakai untuk kepentingan pribadi atau sekadar kantor pemerintah. Apanya yang salah coba?
Miris sebenarnya, jika melihat apa yang sederhana namun menjadi berbelit dan ribet. Sepanjang sudah ada sosialisasi, sudah ada kesepatan harga, dan ada kesempatan dialog untuk menemukan titik tengah. Sangat berlebihan jika menuntut karena miliknya terganggu. Ini malah bisa dikatakan subversif kalau meminjam istlah Soeharto. Alasan mengada-ada, cenderung hanya menghambat pembangunan, bukan malah membantu.
Apa yang Tomy lakukan ini justru mau memperlihatkan watak asli apa yang Soeharto lakukan. Â menjadikan rakyat sebagai pihak yang kalah, lemah, tidak berdaya. Nah kini, ketika rakyat itu berdaya, pemerintah tidak melakukan ketidakadilan, namun diasumsikan oleh Tomy pemerintah melakukan pelanggaran. Siapa yang subversif jika demikian?
Pemanfaat alam demokrasi. Hukum menjadi panglima. Ujungnya kalah toh masih bisa menuntut legalitas yang dilindungi hukum. Bayangkan jika itu terjadi masa Soeharto. Paling dekat yang perlu diketahui ya rusuh '98. Itu karena Soeharto tidak mau ada koreksi atas perilakunya selama 32 tahun. Demokrasi semu yang diagung-agungkan itu mau dipertahankan. Mana ada yang berani membawa pemerintah, Soeharto ke pengadilan, pasti hilang.
Perlu dingat apa yang terjadi dengan Sukarno, salah satu pendiri bangsa, senior Soeharto, presiden pertama, merana di wisma hingga meninggal. Pemikirannya melalui buku pun dibungkam puluhan tahun. Apakah ada yang membawa ke pengadilan? Mau mati? Kembali, Tomy menunjukkan mana yang benar dan tidak.
Apa yang dilakukan Tomy itu baik. Memperlihatkan keadaan pemerintahan era bapaknya dan kini, baik mana, manusiawi mana, dan taat hukum mana. Maka klaimnya rindu pemerintahan Orba itu sudah dimentahkan sendiri oleh anaknya. Maunya keren dan kritis eh malah mules.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H