Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

[HumPol] Kner Ini Melamar Menteri, Marzuki Ali Salah, dan Polemik Demokrat Menguat

15 Januari 2021   18:56 Diperbarui: 15 Januari 2021   19:15 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Kompasianer Ini Melamar Menteri, Marzuki Ali Salah, dan Polemik dengan Demokrat Menguat

Keren juga ini Kner. Melamar menjadi menteri langsung mengirim lamaran ke istana. Kapasitasnya sebagai profesor dan guru besar yang membuatnya yakin dan percaya diri untuk mengisi kekosongan dua kursi menteri yang tertangkap tangan KPK. Bagus juga ini profesor, mengalahkan ahli pertanian di Kompasiana Profesor Felix Tani yang hanya ribut di K, coba ia juga ikutan melamar.

Makin tenar si Kner ini karena dilaporkan polisi atas dugaan penghinaan pada SBY dan sang putera AHY. Ia mengatakan SBY sebagai Bapak Mangkrak Indonesia, dan AHY sebagai anak bodoh turunan. Ingat ini bukan ikutan mengatakan SBY dan AHY demikian, namun mengutip kata-kata yang menjadi alasan pelaporan atas Kner itu.

Cukup menarik pernyataan dari salah satu guru besar ini, bahwa respon yang ada itu menjadi penting. Bagaimana Marzuki Ali selaku mantan ketua DPR RI sampai ikutan turun gunung. Mau jadi komut mbok tidak usah begitu caranya. Eh ia katakan mau menjadi komisaris utama, BUMN tentunya yang ia maksud. Lha malah menteri yang ia sasar dan sudah melamar.

Jika marah dikatakan dan dicap pimpinannya sebagai bapak mangkrak, dan anak bodoh turunan, seyogyanya juga tidak layak mengatakan guru binatang. Lha coba kalau lulusan atau yang pernah diajar gubes ini menuntut, karena mereka bukan binatang, hayo berabe mana?

Marah sih boleh, merasa terhina juga bebas, namun jangan balik menghina dong. Ini tabiat buruk yang selalu terulang. Jika dikatakan jelek, akan mencari bahwa yang mengatakan itu lebih lagi, ini tidak baik. Walah malah ikut-ikutan.

Biasakan, kalau lapor ya lapor saja, bukan berpolemik duluan dengan saling caci terlebih dahulu. Coba jika demikian apa bedanya ? Bagus  bagi Pak Henuk bahwa ia mempunyai alasan untuk laporan balik dengan pasal penghinaan juga. Dikatakan sebagai guru binatang. Keren tuh, apalagi jika memprovokasi mahasiswanya.

Ingat, ini bukan membela Pak Henuk sebagai Kner atau apapun alasannya, toh mengatakan hal yang kasar tidak layak juga, kepada siapapun dan oleh siapapun.  Mau kepada anak buah, mahasiswa, murid, atau bawahan, tidak baik. Tetapi, sama tidak baiknya pula aksi dan reaksi yang ada di dalam polemik itu.

Pernyataan AHY yang menyasar pemerintah terlalu berlebihan. Kecelakaan pesawat itu wajar, bukan mau membenarkan soal kecelakaan itu wajar, namun ketika menyasar pemerintahan terlalu jauh. Masih banyak hal lain yang menjadi biang kerok, pemerintah tentu saja bertanggung jawab, namun ada skala prioritas.

Mencari panggung sih boleh, tetapi bahwa menjaga etika tetap harus pula. Menjadi oposan  itu keren, tetapi oposan yang bermartabat dan berkelas. Lha ketika pendukung pemerintah marah ya kembali hal yang wajar, ini soal kedewasaan. Artinya memang sama-sama tidak dewasa, tidak bijaksana, dan cenderung egois.

Mau mengatakan pihak lain jelek, namun enggan ketika dikatakan yang senada.  Politik  memang begitu, tetapi bahwa kedewasaan bersikap ya tetap harus ada dan dikedepankan. Berilah contoh akar rumput, bukan malah sebaliknya, menjadi kompor dan mulai membuat ulah.

Pelaporan ini konon atas arahan DPP, sulit melihat Demokrat menjadi lebih besar apalagi kembali pada masa kejayaan ketika melihat reputasi mereka seperti ini. AHY masih jauh dari harapan sebagai pemimpin masa depan. Cara bersikap menghadapi fenomena masih mengkal. Kalah jauh dengan Ganjar dan kawan-kawan. Malah sangat mungkin nanti dilampaui Gibran atau Bobby.

Ini soal sikap mental Demokrat sendiri, bukan soal kompetitor yang beranjak jauh. Sikap Demokrat yang berjiwa kerdil, bukan berjiwa besar. Menghadapi persaingan dengan model kepiting, bukan semut yang mampu bekerja sama.

Oposan yang berkelas itu akan membangun narasi baik, bukan semata menyalahkan, apalagi menilai keliru hal yang baik secara umum. Kalau itu kan ngaco. Bangsa ini terutama elitnya harus belajar dewasa, menilai secara obyektif, bukan semata subyektif, asal berbeda, alias waton sulaya.

Oposan atau pemangku kebijakan itu sama-sama membangun negeri, jangan sampai malah pihak lain merusak bangunan yang ada. Kalau begitu kan repot. Kapan majunya coba. Masukan itu demi bangsa, jangan khawatir kalau akan menjadikan pihak rival besar. Nah lagi-lagi lupa sisi spiritual bukan jika mengatakan masukan akan merugikan diri sendiri. Tuhan tidak suka orang kikir lho, apalagi demi negara.

Entah sampai kapan kegaduhan demi kegaduhan kog selalu timbul. Padahal sinergi akan sangat membantu negeri ini lebih cepat melaju menuju kepada kejayaan. Itu perlu kerja sama, bukan malah mencapit untuk menjatuhkan.

Negara ini besar, perlu mulai berpikir besar, bukan lagi remeh temeh hanya jabatan dan kekuasaan semata. Waktunya membangun dan menyejahterakan anak bangsa secara menyeluruh.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun