Kompasianer Ini Melamar Menteri, Marzuki Ali Salah, dan Polemik dengan Demokrat Menguat
Keren juga ini Kner. Melamar menjadi menteri langsung mengirim lamaran ke istana. Kapasitasnya sebagai profesor dan guru besar yang membuatnya yakin dan percaya diri untuk mengisi kekosongan dua kursi menteri yang tertangkap tangan KPK. Bagus juga ini profesor, mengalahkan ahli pertanian di Kompasiana Profesor Felix Tani yang hanya ribut di K, coba ia juga ikutan melamar.
Makin tenar si Kner ini karena dilaporkan polisi atas dugaan penghinaan pada SBY dan sang putera AHY. Ia mengatakan SBY sebagai Bapak Mangkrak Indonesia, dan AHY sebagai anak bodoh turunan. Ingat ini bukan ikutan mengatakan SBY dan AHY demikian, namun mengutip kata-kata yang menjadi alasan pelaporan atas Kner itu.
Cukup menarik pernyataan dari salah satu guru besar ini, bahwa respon yang ada itu menjadi penting. Bagaimana Marzuki Ali selaku mantan ketua DPR RI sampai ikutan turun gunung. Mau jadi komut mbok tidak usah begitu caranya. Eh ia katakan mau menjadi komisaris utama, BUMN tentunya yang ia maksud. Lha malah menteri yang ia sasar dan sudah melamar.
Jika marah dikatakan dan dicap pimpinannya sebagai bapak mangkrak, dan anak bodoh turunan, seyogyanya juga tidak layak mengatakan guru binatang. Lha coba kalau lulusan atau yang pernah diajar gubes ini menuntut, karena mereka bukan binatang, hayo berabe mana?
Marah sih boleh, merasa terhina juga bebas, namun jangan balik menghina dong. Ini tabiat buruk yang selalu terulang. Jika dikatakan jelek, akan mencari bahwa yang mengatakan itu lebih lagi, ini tidak baik. Walah malah ikut-ikutan.
Biasakan, kalau lapor ya lapor saja, bukan berpolemik duluan dengan saling caci terlebih dahulu. Coba jika demikian apa bedanya ? Bagus  bagi Pak Henuk bahwa ia mempunyai alasan untuk laporan balik dengan pasal penghinaan juga. Dikatakan sebagai guru binatang. Keren tuh, apalagi jika memprovokasi mahasiswanya.
Ingat, ini bukan membela Pak Henuk sebagai Kner atau apapun alasannya, toh mengatakan hal yang kasar tidak layak juga, kepada siapapun dan oleh siapapun. Â Mau kepada anak buah, mahasiswa, murid, atau bawahan, tidak baik. Tetapi, sama tidak baiknya pula aksi dan reaksi yang ada di dalam polemik itu.
Pernyataan AHY yang menyasar pemerintah terlalu berlebihan. Kecelakaan pesawat itu wajar, bukan mau membenarkan soal kecelakaan itu wajar, namun ketika menyasar pemerintahan terlalu jauh. Masih banyak hal lain yang menjadi biang kerok, pemerintah tentu saja bertanggung jawab, namun ada skala prioritas.
Mencari panggung sih boleh, tetapi bahwa menjaga etika tetap harus pula. Menjadi oposan  itu keren, tetapi oposan yang bermartabat dan berkelas. Lha ketika pendukung pemerintah marah ya kembali hal yang wajar, ini soal kedewasaan. Artinya memang sama-sama tidak dewasa, tidak bijaksana, dan cenderung egois.
Mau mengatakan pihak lain jelek, namun enggan ketika dikatakan yang senada.  Politik  memang begitu, tetapi bahwa kedewasaan bersikap ya tetap harus ada dan dikedepankan. Berilah contoh akar rumput, bukan malah sebaliknya, menjadi kompor dan mulai membuat ulah.