Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Drama Risma Versus Fadli Zon

9 Januari 2021   15:36 Diperbarui: 9 Januari 2021   15:50 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Drama Risma Versus Jubir Bo**p

Jagat media sosial lagi riuh rendah dengan  dua kisah heroik dua kubu yang seolah tidak pernah bisa akur. Bagaimana kedua kutub ini sangat serius menemukan titik lemah untuk saling serang dan saling mempermalukan. Ketika dukungan satu sisi mendapatkan point kritis, sorak sorai pun membahana. Menemukan sebuah kelemahan, atau kadang juga menciptakan drama kadang bisa menjadi hiburan bagi warga net penyuka politik.

Kala Risma menjadi Menteri Sosial dan kemudian berjalan-jalan di sekitar kantornya, ia menemukan seorang gelandangan. Kisah dengan si gelandangan ini kemudian menjadi drama Risma dengan narasi bahwa orang tuna wisma itu pemiliki kios bingkai gambar. Begitu masif drama Risma menjadi bahan oleh kubu satunya jelas saja.

Hari berikutnya Risma menemukan si bapak ada di balai dinas sosial, ia tertawa, dan bagusnya Bu Menteri menjawab pewarta dengan candaan, kowe ngguyu, aku sing dibully. Nada yang ada, memberikan sebuah gambaran baru, Risma lebih kokoh, kuat, dan sudah mampu menjawab isu dan kata-kata kubu sebelah dengan lebih bijak. Angin lalu, yang penting kerja. Hal yang baik.

Di saat yang hampir bersamaan, si pelaku yang biasanya, dan malah sedang gencar-gencarnya mendiktekan Risma untuk ini jangan itu, Fadli Zon, ketahuan menyukai situs porno pada media sosial. Pikiran biasa akan mengatakan itu salah klik, hal yang langsung gugur karena layar monitornya segede dinding, sama sekali tidak salah klik, tetapi memang ada yang sengaja menjempolnya.

Lagi-lagi Khas Fadli, di mana akan menuding pihak lain, ia mengaku itu adalah stafnya. Padahal pernah dulu mengaku ia sendiri yang mengendalikan media sosialnya. Artinya ia membantah pernyataannya sendiri. Diikuti dengan upaya peretasan, konon ada permintaan notifikasi untuk masuk pada akun media sosialnya. Ah ini sih pelaku craker amatiran kalau masih demikian. Sangat tidak  mungkin.

Itu adalah ilustrasi faktual. Di mana keduanya terjadi, pada posisi berseberangan. Hal yang sejatinya sudah ada sejak pasca pilpres 2014. Kubu cebong dan kampret yang berkamuflase pada kadrun, belum juga usai. Persatuan Jokowi-KHMA dengan Prabowo-Sandi ternyata belum sepenuhnya usai. Ada pihak-pihak yang masih saja menggunakan isu-isu pemerintah dan oposisi yang demikian tajam dan seolah tidak bisa disatukan.

Beberapa pihak yang ada dan senang dengan keadaan ini adalah,

Pihak asing yang biasa panen melimpah dengan murah atas hasil alam Indonesia yang melimpah. Lihat saja Freeport, Blok Mahakam, Blok Masela, dan kini adalah nikel, itu biasa jarahan negara asing, dan kini semua ada di dalam kendali bangsa sendiri. Mereka memangnya mau dan puas dengan keadaan itu? Jelas tidak.

Eh di dalam negeri, kehendak asing itu banyak yang menyambut dengan tangan terbuka. Mengapa? Ya karena kepentingan, kebiasaan rakus, tamak, dan menguasai  tambang untuk diri dan kelompoknya. Siapa saja mereka bisa dengan mudah ditemukan dalam pemberitaan dan ulasan, cari saja di google dan dengan mudah akan tampil deretan nama-nama orang yang rakus dan tamak itu.

Kolaborasi bagus antara pengusaha asing dengan politikus busuk, rakus, dan tamak. Sangat mudah menjelma menjadi bandit demokrasi. Jangan salah mereka sudah masuk dalam perundang-undangan yang sangat membantu mereka.

Masa lalu yang enggan kekayaannya hilang atau berkurang. Siapa saja mereka, ya termasuk politikus atau anak-anak politikus busuk yang mendapatkan hibah atau warisan melimpah hasil tidak sah dan hendak diambil negara. Memangnya mereka rela? Enggak lah.

Birokrat yang sudah terbiasa main suap dan menerima suap dalam kenaikan pangkat, jabatan, dan perizinan. Mereka ini kebanyakan saatnya memanen di mana dulu pernah banyak mengeluarkan bea untuk suap. Nah ketika mereka tidak dapat menarik upeti, kan kecewa dan merasa rugi.

Kelompok ultrakanan, radikal, dan fundamentalis yang merasa perjuangan mereka hanya tinggal sejengkal, eh tiba-tiba terjungkal. Jelas marah, meradang, dan tidak mau kondisi bangsa dan negara menjadi stabil, tenang, dan damai.

Masuknya Prabowo-Sandi itu hanya satu sisi di mana mengurangi potensi benturan dan gaduhan yang lebih gede. Benar, kondisi lebih tenang, tetapi karena kelompok-kelompok di atas itu masih ada, dan masih relatif kuat, jadi provokasi dan memainkan narasi kubu-kubuan itu masih cukup manjur.

Ada pihak-pihak tertentu yang memang sengaja menciptakan keadaan dan permusuhan itu tetap berlangsung. Sayangnya kadang elit itu tahu namun demi mendapatkan kekayaan dan kekuasaan menggadaikan keberadaan bangsa dan negara. Mereka pasti tahu dan paham kog, hanya saja demi kekuasaan dan tentu saja kekayaan, mereka tidak peduli kalau bangsanya menjadi buruk atau hancur sekalipun.

Mirisnya, akar rumput yang tidak tahu apa-apa malah ikut-ikutan menjadi pemandu sorak yang menyuburkan keberadaan mereka untuk selalu curiga dan melihat pihak lain sebagai musuh. Sejatinya elit tamak ini tidak banyak, hanya karena dana yang tak terbatas membuat mereka mampu membeli corong untuk melakukan propaganda kepentingan mereka.

Saling curiga dan saling menyalahkan itu rekayasa yang pelakunya tahu ke mana arah dan muaranya. Tetapi mereka mendapatkan banyak hal yang bisa menjadikan mereka apa saja, jadi mana peduli dengan bangsa dan negara.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun