Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Drama Risma Versus Fadli Zon

9 Januari 2021   15:36 Diperbarui: 9 Januari 2021   15:50 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masa lalu yang enggan kekayaannya hilang atau berkurang. Siapa saja mereka, ya termasuk politikus atau anak-anak politikus busuk yang mendapatkan hibah atau warisan melimpah hasil tidak sah dan hendak diambil negara. Memangnya mereka rela? Enggak lah.

Birokrat yang sudah terbiasa main suap dan menerima suap dalam kenaikan pangkat, jabatan, dan perizinan. Mereka ini kebanyakan saatnya memanen di mana dulu pernah banyak mengeluarkan bea untuk suap. Nah ketika mereka tidak dapat menarik upeti, kan kecewa dan merasa rugi.

Kelompok ultrakanan, radikal, dan fundamentalis yang merasa perjuangan mereka hanya tinggal sejengkal, eh tiba-tiba terjungkal. Jelas marah, meradang, dan tidak mau kondisi bangsa dan negara menjadi stabil, tenang, dan damai.

Masuknya Prabowo-Sandi itu hanya satu sisi di mana mengurangi potensi benturan dan gaduhan yang lebih gede. Benar, kondisi lebih tenang, tetapi karena kelompok-kelompok di atas itu masih ada, dan masih relatif kuat, jadi provokasi dan memainkan narasi kubu-kubuan itu masih cukup manjur.

Ada pihak-pihak tertentu yang memang sengaja menciptakan keadaan dan permusuhan itu tetap berlangsung. Sayangnya kadang elit itu tahu namun demi mendapatkan kekayaan dan kekuasaan menggadaikan keberadaan bangsa dan negara. Mereka pasti tahu dan paham kog, hanya saja demi kekuasaan dan tentu saja kekayaan, mereka tidak peduli kalau bangsanya menjadi buruk atau hancur sekalipun.

Mirisnya, akar rumput yang tidak tahu apa-apa malah ikut-ikutan menjadi pemandu sorak yang menyuburkan keberadaan mereka untuk selalu curiga dan melihat pihak lain sebagai musuh. Sejatinya elit tamak ini tidak banyak, hanya karena dana yang tak terbatas membuat mereka mampu membeli corong untuk melakukan propaganda kepentingan mereka.

Saling curiga dan saling menyalahkan itu rekayasa yang pelakunya tahu ke mana arah dan muaranya. Tetapi mereka mendapatkan banyak hal yang bisa menjadikan mereka apa saja, jadi mana peduli dengan bangsa dan negara.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun