Manusia pembelajar itu akhirnya benar-benar terjadi dan berlangsung. Agen perubahan itu mengubah dirinya agar mampu menjawab kebutuhan keadaan. Ini lagi-lagi adalah harapan, bukan kecemasan.
Saya bisa membayangkan bagaimana pusing, kacaunya bagi guru-guru senior, di mana setahun dua tahun menjelang pensiun. Mereka yang biasanya hanya duduk manis, mengajar sudah di luar kepala, seolah hafalan tanpa buku, belajar lagi menulis, komputer, internet, dan tentu saja pembelajaran gaya baru. Tidak ada yang tidak mengalami kesulitan dan hal baru dengan pandemi ini, tetapi toh ada secercah harapan untuk gaya hidup dan pendidikan yang baru.
Peserta didik pun suka atau tidak, dipaksa untuk mengenal teknologi lebih dini. Selama ini kecenderungan mengunakan hape hanya untuk permainan, menonton film, atau agak gede main medsos, kini untuk belajar. Kegiatan belajar mengajar dengan internet. Hal baik dan harapan juga.
Salah satu masalah dunia pendidikan yang ada di sini adalah, kebiasaan. Hal yang sudah biasa susah diubah. Padahal namanya pendidikan ya berupa perubahan. Mirisnya yang harus berubah tetap saja, dan malah yang tidak esensial selalu berubah.
Sikap berani berubah perlu dikembangkan. Termasuk dalam melihat, menilai, dan memberikan pemaknaan akan pandemi. Selama ini hanya berkutat pada keadaan yang nonideal ini, namun abai betapa banyak hal baik yang sebenarnya bisa dieksplorasi.
Terlalu banyak berkutat pada hal teknis  tetapi tidak mendasar. Takut inovasi, curiga pada gagasan baru, dan itu adalah kecelakaan dalam dunia pendidikan.
Terima kasih dan salam
Susy Haryawan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI