Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Natal Itu Spesial

25 Desember 2020   23:30 Diperbarui: 25 Desember 2020   23:32 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Natal Itu Spesial

Selamat Natal

Spesial Natal terutama bagi kami, yang hidup sendirian di dalam kampung yang pesantren saja ada lima. Toh semua baik-baik saja. Ini yang membuat jadi unik dan lebih menarik. sempat pada kisaran 2015 ada polisi datang dan mengira kami mau mengadakan perayaan Natal di rumah. Aneh dan lucu, mana bisa Katolik misa sendiri.

Toh di luar itu ada yang menarik dan sangat mengsan bagiku, ketika di luar kota, atau luar pulau. Sekian lama pernah tidak Natalan di rumah, jadi kerasa dan tahu bedanya.  Memang bukan perayaannya yang berbeda, namun dalam  bersikap dan saling berinteraksi.

Kami jadi seolah Natalan dan Lebaran selalu merayakan. Kala masih kecil juga termasuk pakaian baru dan asesoris anak-anak lain. Bebersih lingkungan secara khusus, mewarnai bukan cat tetapi labur, jadi mewarnai rumah juga dua kali. Sama-sama semarak, makanan pun juga identik.

Ada opor ayam dengan ketupat. Ini jelas ikut radisi Lebaran. Sepele sebenarnya, Orang tua itu relatif muda, kala itu masih banyak sesepuh yang perlu diberi punjungan, jadi uba rampe Lebaran selalu ada untuk munjung sesepuh yang tentu saja semua adalah Muslim.

Konsep ini juga terbawa ketika Natal. Suasana semarak, kemeriahan anak-anak biar sama dengan teman mainnya, dibuatlah menu yang sama.  Natal ya sama dengan Lebaran.

Ketika orang tua beranjak senja, tiap Lebaran dapat pisungsung dari keluarga-keluarga muda. Nah  demi "membalas" apa yang sudah diterima, akhirnya ketika Natal juga mengadakan apa yang pernah diterima.

Jenang, atau dodol. Ini haduh ribet banget buatnya. Dulu, kala masa susah dan belum mesin masuk kampung. Malam sebelumnya sudah meredam beras ketan dan pagi-pag ditumbuk dan kemudian diayak. Mengupas kelapa untuk esuk pagi diparut dan dijadikan santan dan nantinya dijadikan minyak untuk menggoreng gula dan tepung.

Kerja keras benar. Tradisi ini berhenti 98, terakhir membuat jenang itu, sudah banyak penjual dan relatif terjangkau dari pada zaman-zaman sebelumnya. Kini ganti membeli. Pasar tersedia dan tidak demikian mahal.

Aktivitas sibuk secara fisik dan rupa kemeriahan jasmani, kadang melenakan yang esensial dan rohani. Lebih cenderung membangun konteks kebersamaan dengan tetangga dan sesama. Tentu saja ini tidak salah, namun tidak sepenuhnya benar.

Kegiatan lain adalah anjang sana, saling kunjung untuk bersungkem dan menghaturkan sembah, pengormatan, dan segala kesalahan untuk maaf memaafkan. Lebaran kami berkeliling sehari penuh dari  ujung  ke ujung dan itu benar, sehari dan pas makan siang saja istirahat.

Gantian, ketika Natal, para tetangga juga datang untuk mengucapkan selamat Natal kepada kami. Ngobrol ngalor ngidul tanpa tendensi apapun. Semua terjadi demikian bertahun-tahun. Camilan yang ada ya relatif sama antara Lebaran dan Natal.

Mengapa ada jenang? Di daerah saya, kalau pas ada hajatan yang cukup besar, pasti ada membuat jenang. Istilah yang dipakai adalah nggolek jenang. Mencari jenang, jenang sebagai yang utama.  Lebaran dan Natal itu hari, waktu, dan acara spesial, sama dengan hajatan.  Maka ada jenang.

Natal lebih spesial tahun ini,Kketika harus bertahan di rumah tanpa kebersamaan. Lahirlah ledekan jangan menyanyikan lagu  Mari Berhimpun. Karena harus jaga jarak. Antara sedih, kecewa, atau tidak berdaya.

Semua rencana, harapan, dan keadaan memang tidak akan bisa disiasati dengan cara apapun. Bagaimana tidak, ketika pandemi itu melanda dunia global bukan semata lokal. Siapa yang bisa menyangka, ketika sudah sekian bulan mengadakan Misa dengan prokes sangat ketat dan baik-baik saja, semangat umat untuk beribadah dalam kebersamaan. Salah satu esensi ibadah kebersamaan dan komunal.

Esensi Natal bukan semata perayaan,  apalagi semata pesta dan makan-makan itu nomer sekian, bagaimana hati dan  jiwa yang menjadi tercerahkan, hidup lebih baik, peduli pada sesama, dan lingkungan.

Selama ini kecenderungan aktivitas beragama,hanya kepada Tuhan dan sedikit kepada sesama, kini berkembang, mengingat dan hormat kepada alam ciptaan. Pandemi yang membuat orang lebih banyak pasif, mengingat ada tumbuhan dan alam yang perlu dijaga. Ada kesadaran baru, ini adalah Natal.

Terang telah datang, mengusir kegelapan. Pandemi bukan semata bencana namun juga anugerah untuk membawa hidup lebih baik dengan cara yang baru.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun