Kegiatan lain adalah anjang sana, saling kunjung untuk bersungkem dan menghaturkan sembah, pengormatan, dan segala kesalahan untuk maaf memaafkan. Lebaran kami berkeliling sehari penuh dari  ujung  ke ujung dan itu benar, sehari dan pas makan siang saja istirahat.
Gantian, ketika Natal, para tetangga juga datang untuk mengucapkan selamat Natal kepada kami. Ngobrol ngalor ngidul tanpa tendensi apapun. Semua terjadi demikian bertahun-tahun. Camilan yang ada ya relatif sama antara Lebaran dan Natal.
Mengapa ada jenang? Di daerah saya, kalau pas ada hajatan yang cukup besar, pasti ada membuat jenang. Istilah yang dipakai adalah nggolek jenang. Mencari jenang, jenang sebagai yang utama. Â Lebaran dan Natal itu hari, waktu, dan acara spesial, sama dengan hajatan. Â Maka ada jenang.
Natal lebih spesial tahun ini,Kketika harus bertahan di rumah tanpa kebersamaan. Lahirlah ledekan jangan menyanyikan lagu  Mari Berhimpun. Karena harus jaga jarak. Antara sedih, kecewa, atau tidak berdaya.
Semua rencana, harapan, dan keadaan memang tidak akan bisa disiasati dengan cara apapun. Bagaimana tidak, ketika pandemi itu melanda dunia global bukan semata lokal. Siapa yang bisa menyangka, ketika sudah sekian bulan mengadakan Misa dengan prokes sangat ketat dan baik-baik saja, semangat umat untuk beribadah dalam kebersamaan. Salah satu esensi ibadah kebersamaan dan komunal.
Esensi Natal bukan semata perayaan,  apalagi semata pesta dan makan-makan itu nomer sekian, bagaimana hati dan  jiwa yang menjadi tercerahkan, hidup lebih baik, peduli pada sesama, dan lingkungan.
Selama ini kecenderungan aktivitas beragama,hanya kepada Tuhan dan sedikit kepada sesama, kini berkembang, mengingat dan hormat kepada alam ciptaan. Pandemi yang membuat orang lebih banyak pasif, mengingat ada tumbuhan dan alam yang perlu dijaga. Ada kesadaran baru, ini adalah Natal.
Terang telah datang, mengusir kegelapan. Pandemi bukan semata bencana namun juga anugerah untuk membawa hidup lebih baik dengan cara yang baru.
Terima kasih dan salam
Â