Jokowi dan Life of Pi
Novel yang berbasis pada kisah nyata, meskipun dalam akhir buku diceritakan, bukti-bukti dan kesaksian masih sangat minim. Toh secara isi, mau kisah nyata atau separo kisah dan fiksi  tetap saja sangat menarik. Rekomendasi, lebih baik baca novelnya dulu, baru lihat filmnya.
Keren imajimasi kita ketika membaca novelnya. Berbeda ketika menyaksikan filmnya, hanya memperhatikan dan menikmati keindahan lautan luas. Indah pas saat tenang, kalau aps badai ya mengerikan. Pokoknya menurut saya kerenan novelnya, lebih baik jangan dibalik dalam menikmatinya.
Kisah dar imigran India menuju Kanada. Ilmuwan yang memiliki kebun binatang mau pindah ke Kanada. Mereka juga membawa binatang peliharaan mereka. Di tengah lautan, kapal karam. Pi yang terbangun melompat ke dalam sekoci. Keluarganya habis. Tragis, di dalam sekoci itu ternyata ia bersama monyet, zebra, dan harimau.
Hidup di tengah laut dengan binatang seperti itu, jelas si harimau yang akan menang dan semua menjadi santapan. Benar, akhirnya hanya Pi dan harimau yang bertahan. Bagaimana ilmu yang ia pelajari, Pi bisa bertahan di dalam perahu yang terbatas bersama dengan binatang yang berkali lipat besar dan berat badannya.
Ia memaksa diri untuk memakan kotoran macan sebagai cara "menguasai" si macan. Kebersamaan antara takut, cemas, dan khawatir itu bisa berbulan lamanya. Kisah lengkapnya ya silakan lihat dan baca sendiri. Fokusnya adalah Pi bertahan menghadapi binatang buas di tempat yang sangat terbatas.
Relasi kuasa, siapa menguasi siapa, dan siapa akan menjadi korban. Si macan karena tidak bisa menghasikan air bersih dan mencari makan akhirnya tidak berani menyantap si Pi. Nalurinya mengantar pada mau "berdamai" dengan keadaan.
Jokowi dan Istana
Cukup menarik, dalam melihat bagaimana Jokowi selama ini "berkelahi" sendirian menghadapi hantaman dari mana-mana. Partai politik pengusung pun diam seribu bahasa melihat serangan itu. Menteri dan para pejabat juga mencari aman, diam tanpa membantu untuk menahan segala gempuran itu.
Isu-isu usang yang tidak pernah mandapatkan balasan, bantahan setimpal seolah menjadi kebenaran bagi para penggaungnya. PKI dan tukang hutang sama sekal i tidak ada cukup aksi untuk melepaskan dua label yang sama sekali tidak bermutu itu. Kampanye buruk yang selalu diulang-ulang, hingga orang meyakini itu sebagai sebuah kebenaran.
Hutang itu kan komulatif dan bukan hanya sesaat. Bantahan yang tidak cukup terdengar bagi kaum budeg. Apalagi soal PKI dan keturunan PKI atau antekaseng.