Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perilaku Babi dan Anak Negeri

21 November 2020   19:02 Diperbarui: 21 November 2020   19:06 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perilaku Babi dan Anak Negeri

Jangan sensi dan ngerasa ini sarkas, hanya mau menyatakan sebentuk kebenaran dari perbandingan semata. Semiggu lalu, rekan saya biasa merawat babi mengatakan, bahwa babi merupakan binatang paling rakus iya, namun paling bersih dan antikotor iya juga. Binatang ini tidak mau makan makanan yang sudah terkena air liur, bahkan air liurnya sendiri.

 Bisa diperbandingkan dengan hewan lain, yang masih mau makan makanan sisa ternak lain. Si babi yang dikenal dengan kegananasannya soal makanan, baru tahu begitu rewel di dalam faktanya. Kandangnya yang terbuat dari batu bata jika plesternya terbuka bisa habis tuh batu bata. Tetapi ternyata.....

Nah berkaitan dengan itu, saya ada grup dalam media percakapan berkaitan dengan dokter keluarga, ada satu orang, pensiunan tentara era Orba, hampir setiap hari menebarkan fitnah, apalagi berbicara pemerintahan. Haduuuh, pernah sekali saya tegur soal menjelekan agama, ia meremehkan, saya diamkan, dan tidak lagi peduli, karena toh pendidikannya minim.

Anak-anaknya aparat negara semua. Dia pensiunan, berarti semua periuknya dari negara. Eh tetapi tidak pernah menilai negara secara baik. BPJS kenceng, tetapi selalu saja melihat pemerintah dan negara buruk.

Dalam benak saya, ini orang malah meludahi periuk nasinya sendiri. Ketika mendengar kata teman soal babi ini, jadilah kepingin nulis mengenai hal ini.

Negara dan pemerintah itu memang tidak akan ada yang sempurna, selalu ada kekurangan. Kritik itu bukan caci maki, apalagi kalau itu malah berupa fitnah. Bayangkan saja bagaimana menilai sebuah hutang negara, tidak akan mungkin hanya ditimpakan pada satu pemimpin, apalagi abai soal siapa yang paling besar mengangsur hutang itu.

Kritik itu harus, namun juga kudu proporsional, berimbang, dan perlu data yang akurat. Tentu bukan memuja atau membela Jokowi dan pemerintahan semata. Namun melihat rekam jejak bagaimana pemerintah ini telah bekerja, siapa sih presiden yang bekerja sebesar ini? kekurangan di sana sini itu wajar kog, namanya juga manusia. Bandingkan dengan pemerintahan sebelum-sebelumnya, bagaimana mereka bekerja?

Kritik itu memerlukan solusi, jika tidak mampu memberikan solusi paling tidak berdasar. Jangan sampai diperalat demi kekuasaan dan hasrat segelintir elit tamak. Memangnya mereka akan mau tahu jika ada bagian dari akar rumput terkena jerat UU ITE. Lihat saja bagaimana rupa-rupa banyak pihak yang terperangkan jerat UU itu.

Menyuarakan pendapat itu baik, sah, dan harus bahkan, namun tentu dengan kepantasan, kepatutan, dan logis. Bagaimana arah dan dasarnya, banyak membaca, bukan hanya membagikan postingan SJW yang memiliki kepentingan.

Dasarnya apa pernyataan itu, kadang orang membagikan tanpa tahu ada apa. Contoh Ciptaker, hutang negara, TKA, dan banyak lagi. Hanya membebek para artis medsos yang mempunyai kepentingan sendiri. Mereka berpikir soal perut, bukan negara lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun