[Humor] Kompasianival Kenangan
Ini asli kenangan, kek kakek-kakek menanti pensiunan, mengenang massa lalu. Lha tapi nyatanya, sampai hari ini, belum paham, belum menemukan mana point yang membuat saya bisa menang. Bayangan jadi nomine saja sama sekali tidak berani, lha apalagi menang. Generasi sekarang mungkin tidak tahu, betapa mengerikannya era itu pada kanal politik untuk opini.
Ada satu memang bukan pemain opini politik, saya tahu dan berjumpa, namun mencari-cari namanya susah dan tidak ketemu. Mohon maaf dengan segala hormat Mas Dosen dari Jombang, lainnya opini politik kelas tinggi. Dosen lho kelasnya. Ada Mbak Suci Handayani yang kini di KPU Sukoharjo, buku yang sudah ia hasilkan asli membuat minder.
Pebriano dengan segala ngocol dan kocaknya jelas sangat  terdepan. Ryo Kusumo dengan hits soal Gibran hingga sejuta, masuk Metro TV pula, mana berani berharap. Itu usai nominasi. Sebelumnya, jauh dari keberanian memikirkannya. Mike Reysent mak-mak kalau nulis bisa sampai ribuan kata dengan kutipan dan link luar biasa banyak. Vote 80-an, komen ratusan, sekali nulis. Atau almarhum Aldi, ada pula Alan yang kini pengelola sebelah.
Pak Dhe Kartono masih juga eksis waktu itu. haduh level newbie yang  masih gagap, mana berani berharap. Nomine kali ini Felix Tani, era itu juga sudah berjaya kog. Pokoknya ngeri, hanya beberapa waktu sebelum Knival, baru keluar contreng biru pula. padahal nama-nama di atas itu sudah biru jauh lebih dulu.
Belum dari kubu berbeda yang tidak kalah garang dan keren analisisnya, ada Felik ITS, Adyatmoko, Musni Umar, dosen bahkan rektor lagi. Mereka ini jagoan hits semua. Goenawan, dan banyak lainnya.
Ada lagi Asaro Lahagu, Â jaminan 4000 hits satu artikel, Ninoy Karundeng di tengah ngaconya, toh isinya memang keren dan bagus. Datanya juga lengkap. Mereka kini juga masih aktif. Ada gatot Swandito dengan teori konspirasinya. Gunawan dosen USU
Nah, kayak kakek-kakek lagi, nasihat bagi yang memang berharap soal award ini, rajin-rajinlah menulis, jangan hanya pas mau gelaran baru nggeber tulisan. Kners tidak akan tahu siapa jati diri dan karyamu, kalu hanya dua atau tiga bulan menulis.
Rajin jalan-jalan, ha ha  hi hi mau vote apalagi komen, jadi rekannya tahu ada akunmu yang rajin untuk beranjangsana. Kata Kang Emil, silaturahmi itu bagus, kepada siapa saja. Kunjungi siapa saja, jangan berharap akan dibalas. Balasan adalah bonus. Tapi kalau ngarep balasan yo kunjungi yang pernah kunjungan.
Kunjungan bukan sekadar yang terpopuler dan NT semata.  Masih banyak artikel bagus yang tidak mendapatkan kesempatan pada layar utama. Jelas ini yang  mau serius dapat award.
Jangan putus asa kalau tidak dilabel, apa label dicopot. Bisa jadi itu adalah kesempatan admin menyelamatkanmu dari amukan senggol bacok atau tuntutan hukum dari elit negeri. Kan berabe.
Kalau saran saya sih, jangan berharap banyak soal award, ketika menulis saja masih nunak nunuk, atau kadang nulis, kadang lupa. Konsistensi jelas yang utama.
Belum tentu juga sudah lama tidak terdengar, tidak pernah NT atau terbaca rekan-rekan, pada waktu lain mulai naik lagi. Pengalaman Kner Katedrarajawen saya lihat demikian. nomine zaman kuno, kini nomine lagi.
Proses dan keseriusan untuk bertekun. Saling sapa, mau kunjungan, mau ngunjungi, juga mau membalas. Cilaka, kalau ada komentar dicuekin saja. Ini Kompasiana, bukan Kompas atau koran cetak. Orang bisa menjadi respek kalau dikunjungi dan dibales.
Era kolonial memang beda, kini era milenial, komentar dan saling ledek keknya minim, tetapi vote dan saling basa-basi tetap masih memegang kunci. Ini nada dasar di manapun menulis dan main blog.
Saling berbalas artikel kini sudah tidak akan mewarnai lagi, karena beda dinamika, lain slogan yang menjadi ciri kebersamaannya, pun  motivasinya macam-macam.
Kin, ketika reward menjadi pokok, lha dulu mana ada reward, rewardnya adalah kebersamaan, kunjungan, ledekan, dan juga kadang makian. Ini kesempatan mengenalkan diri, bagi yang ngarep award lho.
Semua itu pengalaman, yang awalnya bukan mengejar award, saya ini bukan siapa-siapa, hanya pelengkap yang kebetulan banyak yang membaca dan kemudian memilih. Mana berani berharap, bisa menjadi jawara di Kompasiana yang begitu gede dan keren.
Terima kasih dan salam
Susy Haryawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H