Paus Fransiskus di Balik Kisruh, Perancis, Imigran, dan Kebebasan Berpendapat
Pemenggalan kepala kepada guru oleh murid karena pelajarannya dianggap menghina nabinya, membuat Presiden Perancis beraksi. Camkan dulu dengan kepala dingin, presiden berkomentar atas peristiwa. Pokoknya adalah pemenggalan kepala guru oleh murid. Pisahkan alasan mengapa memenggal kepala ketika berbicara tahun 2020-an. Kemanusiaan menjadi utama dibandingkan agama di Perancis.
Pembunuhan apapun alasannya tidak ada pembenar bagi negara Perancis. Agama sudah terpisah jauh dengan negara, karena Perancis sudah mabuk beribu tahun lalu. Abad pertengahan mereka sama juga maboknya dengan yang terjadi di negeri ini sekarang. Mereka mengalami jauh lebih dulu, jadi paham bagaimana yang terjadi itu.
Imigran, Macron dalam pidatonya, cenderung menuding ada masalah bagi sebagian penganut agama tertentu sehingga bertindak biadab. Ingat sebagian, entah penerjemahan yang ngaco, atau memang karena kepentingan. Toh ada tindakan lanjutan yang jauh lebih ngaco lagi, ketika ada pembunuhan terhadap koster, pegawai yang membantu persiapan Misa, dan dua ibu-ibu.
Artinya, mereka tidak terkait pada kasus guru yang dinilai melecehkan, atau pada Macron tentunya. Mengapa menyerang koster dan ibu yang mau beribadat? Malah membenarkan kata Macron ada yang perlu dibenahi.
Sama juga dengan mengatakan, di sini, ada sekelompok orang yang mengatasnamakan agama untuk politik, ekonomi, dan kedudukan sosial, apakah itu menghina agama atau nabi? Tentu iya bagi kelompok koplak waton sulaya, penebar proposal rusuh, dan asal bukan Jokowi.
Paus Fransiskus si Biang Kerok
Barat sejatinya sudah enggan menerima imigran. Mereka merasa sudah terlalu berat menanggung persoalan sosial yang tidak murah sekaligus tidak mudah. Secara politik pemerintah-pemerintah Barat sudah tahu akan seperti apa repot dan ribetnya. Namun, Paus Fransiskus, mana mau tahu soal sosial dan politik. Pokoknya kasih dan kemanusiaan nomor satu.
Cek saja kisaran 2016, bagaimana Paus Fransiskus mendesak Barat untuk membuka gerbang mereka bagi pengungsi. Apakah ia bicara agama Katolik atau Gereja Katolik? Tidak, ia bicara kemanusiaan. Barat yang mampu harus membuka gerbangnya untuk mereka. Mengapa demikian?
Paus tahu mereka, para pengungsi ini kedinginan, kepalaran, dan tewas karena terkatung-katung di lautan. Mereka pergi karena negerinya porak poranda karena perang. Konteksnya adalah DAESH-ISIS. Apakah Paus memikirkan dampak dan akibat seperti sekarang ini?
Tidak akan ada dalam benak orang sederhana, saleh, dan rendah hati seperti dia ini. Yang ada dalam benaknya adalah kemanusiaan di atas segalanya. Mana pernah ada dalam benaknya kekerasan, pemaksaan kehendak, dan ketidaktaataturan oleh sekelompok pecundang yang tidak tahu berterima kasih seperti ini.
Sejatinya ini bukan soal agama, atau soal imigran, atau asal-usul orang. Namun sekelompok orang yang memiliki tafsir sempit atas agama. Mereka ini membenarkan, merasionalisasikan hasrat sendiri, atau kelompok demi memuaskan dahaga akan kekerasan.
Mana ada sih manusia modern masih mengenal kekerasan, pancung, tebas leher, dan merasa tidak bersalah? Kecuali sudah termakan indoktrinasi sebagian kecil elit yang mereka malah bersembunyi di mana sama-sama tidak tahu.
Pembelajaran bersama, bagaimana orang perlu belajar luas, mencoba mengerti pihak lain, tanpa mengorbankan diri dan iman, atau agama mereka. Bayangkan, mereka menyerang orang Katolik. Padahal gerbang pengungsi itu dibuka karena teriakan orang Katolik. Belum tentu juga pelaku pemenggalan ini masuk Perancis karena seruan Paus ini, tetapi bahwa potensi mereka ada di sana karena "kebaikan" paus juga sangat mungkin.
Kemanusiaan itu lebih dari segalanya. Miris sebenarnya, ketika perbedaan pendapat, perbedaan pandangan, termasuk perbedaan agama membuat orang tega memenggal kepala, apalagi dirasionalisasi atas anjuran agama? Beneran demikian?
Susah menerima dengan nalar sehat, ketika riuh rendah pembelaan dan pengecaman atas penggunaan dalil agama sama santernya. Berarti ada masalah di sana. Bagaimana yang pro dan kontra itu di dalam menghayati teks yang sama bisa menghasilkan tafsir dan makna yang berlainan.
Apalagi di sini yang masih mengalami sindrom dan mabuk agama. Dikit-dikit agama, namun perilaku maling, kejahatan, merajalela. Sikap bertanggung jawab minim, malah munafik seolah menjadi raja diraja. Bisa diyakini, di sini, lebih banyak yang tidak paham apa yang terjadi, termasuk elit agama yang gembar-gembor penodaan nabi. Kan kisah klasik yang kebetulan terulang karena pengajaran yang "teledor" dalam kacamata di sini.
Belum lagi, pasukan nasi bungkus yang mengasong proposal demo dengan nada dasar Jokowi turun dan pulangkan imam besarnya. Mereka ini mana paham masalah dengan baik, pokoknya ada dana untuk ribut dan ribet. Apapun temanya ujungnya Jokowi turun dan pulangkan Rizieq. Mau UU Cipta Kerja, UU KPK, atau apapun, pokoknya dua agenda itu ada. Siapa mereka kog digdaya begitu?
Elit semua tahu kog siapa di balik itu semua. Dan mirisnya, kasus di Perancis pun ikut turun ke jalan, padahal di sini belum tentu lebih baik.
Terima Kasih dan Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H