Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anak STM, Anarko, dan Beban Polisi

21 Oktober 2020   11:02 Diperbarui: 21 Oktober 2020   11:23 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak STM, Anarko, dan Beban Polisi

Paling tidak, tiga kali ini demonstrasi dengan kerusuhan yang dihiasi dengan penangkapan dan penyebutan keterlibatan anak SMK/STM, anarkho, namun ujungnya juga relatif akan sama. Selesai begitu saja, tanpa ada tindak lanjut lebih jauh. RUU KUHP, RUU KPK, dan kini malah UU Cipta Kerja yang menjadi ajang penolakan dan berbuah rusuh dibeberapa tempat.

Polisi mengatakan dugaan kelompok Anarkho dan siswa sekolah setingkat SMA yang ada di lapangan. Penangkapan pelaku lapangan dan dengan tindak lanjut pada admin media percakapan, seolah itu adalah prestasi. Mungkin demi lanjutan aksi atau pencegahan tindakan susulan masih bisa diterima. Namun apakah itu cukup?

Berulang dan selalu penyebutan organ yang sama, sampai tiga kali paling tidak. Sangat mungkin benar mereka terlibat, namun dengan beberapa hal yang patut untuk dicermati.

Usia rata-rata SMK-SMA, apa iya mampu melakukan koordinasi, manajemen serumit itu dengan berbagai macam trik dan intrik. Perlu digali lebih jauh, bahwa mereka pasti hanya pelaku lapangan, bukan aktor intelektual. Pasti akan terputus komando mereka, demi melindungi yang di atas. Nah, polisi tentu memiliki perangkat yang cukup, dilindungi UU untuk mengulik aktivitas media sosial dan segala sesuatu demi keamanan negara.

Biaya yang tidak sedikit untuk melakukan aksi demonstrasi. Apa iya anak-anak sekolah demikian mampu membeayai, minimal air mineral tentu juga butuh duit. Mereka uang saku saja dari orang tua, apalagi untuk biaya makan, minum, paket data, dan bensin mereka. Nah lagi-lagi polisi perlu menelusuri siapa di balik ini semua. Tidak mungkin  mereka melakukan tanpa adanya dana untuk itu.

Penangkapan admin WAG memang patut mendapatkan apresiasi, mereka yang ditangkap ini memang bisa memadamkan kekacauan lebih lanjut. Namun jelas tidak cukup berhenti pada mereka saja. Ingat ini pengulangan yang kesekian kalinya. Jangan sampai akan terjadi lagi dengan pelaku yang relatif sama.

Mengapa anak sekolah, SMK?

Mereka sangat mudah dibakar hanya dengan kata-kata sepele. Usai mereka ini, semengit, satu diajak dan mau, akan dengan mudah membawa gerbong yang cukup besar. Solidaritas anak muda yang tahu betul oleh pengguna mereka. Sikap kritis mereka masih relatif rendah, mudah terbakar dan disulut, rentan pada pemanfaatan yang tidak semestinya.

Tindak pidana usia muda, ringan pula, biasanya akan dikembalikan kepada orang tua, tidak akan dipidana bui. Hal yang menyenangkan pengguna untuk memanfaatkan mereka. Masih bisa dipakai lagi untuk melakukan aksi di kemudian hari. Lagi-lagi celah yang dimanfaatkan pengguna.

Polisi dengan tegas mengatakan akan memberikan tanda dan SKCK buruk sehingga mereka akan susah bekerja. Sebagai sebuah upaya pencegahan ikut-ikutan ini baik. Meskipun saya tidak setuju, karena usia remaja yang rentan pencarian jati diri, ada yang memanfaatkan pula, sangat tidak adil. Mencegah memang hanya itu, tetapi jangan berhenti di sana.

Ada operator, ada penyandang dana, ada pula sutradara pastinya. Ini yang harus diusut dengan tuntas, bukan selesai demo dan lupakan saja. Kejadian lagi, mereka pula pelakunya. Sejatinya tidak banyak kog orang yang patut diduga dan bisa dicurigai menjadi dalang, penyandang dana, dan di balik aksi-aksi demo dan rusuh.

Siapa yang menggaungkan adanya kerusuhan. Membela bak babi buta baik dengan terus terang atau malu-malu. Patut dicurigai mereka ada atau turut di balik itu semua. Minimal mereka layak untuk dicermati dan dimintai keterangan mengapa membela.

Rekam jejak digital itu sangat susah hilang. Nah pihak penegak hukum bisa mencermati itu semua, ke belakang dan terus menelusuri, jika ada benang merahnya bisa dimintai keterangan.  Mengatakan demokrasi, sama juga penegakan hukum juga bagian demokrasi, jangan hanya mau enaknya tanpa mau ikut bertanggung jawab.

Kepentingan, cenderung politis akhir-akhir ini memang, dan itu lagi-lagi tidak banyak. Bagian masa lalu yang malu, mempertahankan aset, dan kran kepentingannya tersumbat. Itu saja.

Memang tidak mudah karena akan dijawab dengan itu hak menyatakan pendapat. Menyuarakan pendapat memang dijamin UU, namun bukan berarti bebas dan melanggar kebebasan pihak lain. Susah, ketika demokrasi masih belajar, mengejar hak dan abai akan kewajiban.

Penegakan hukum menjadi simalakama, ketika perangkat hukum yang ada pun masih kacau. Contoh, pasal pencemaran nama baik, UU ITE yang masih sangat subyektif, akan dengan mudah dipatahkan dengan pengerahan massa.

Penyelesaian hukum bercampur politis. Ini lagi-lagi bisa menjadi bumerang, karena sering demi stabilitas politik, pertemanan politis, pelanggar hukum dengan mendalangi rusuh pun bisa melenggang tanpa peradilan.

Bangsa ini besar, namun bisa berkeping-keping jika tidak menyadari adanya masalah yang mendasar di dalam hidup bersama. Mengendepankan hak abai kewajiban seolah menjadi gaya hidup. Mencaci maki sebagai bagian hidup harian, padahal orang yang berteriak itu menandakan ada masalah dengan dirinya.

Menunggu, bukan hanya menyebut anarkho yang anarkis, anak SMK dalam rusuh demonstasi apapun, namun bagaimana menindak penyandang dana, penggerak mereka, dan apa motif di balik itu semua. Negara harus nombok terus menerus demi hasrat elit yang itu lagi-itu lagi. Miris.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun