Ketika SBY Terjebak Permainan Politik Anak Kemarin Sore
Airlangga Hartarto politikus kemarin sore jika dibandingkan dan disandingkan dengan SBY. Ia menjadi generasi muda alternatif, ketika kisruh Golkar dan ketua definitifnya ketangkap KPK sampai berdrama-drama bakpao segala. Generasi Setnov, Agung Laksono, dan tentu saja angkatan JK atau Abu Rizal sudah jauh terlewatkan.
Kalah tenar dengan para senior di sekitarnya yang malang melintang di dewan seperti Priyo yang akhirnya merapat ke Cendana dan menjadi petinggi Berkarya, atau Bambang Susatyo, namun di tengah diam dan tidak banyak terekspos, nama Airlangga menjadi ketua umum, sekaligus menteri menjadikannya cukup mendapatkan angin segar.
Tenang, tidak banyak cakap dan ulah politik yang membuatnya tetap aman dan nyaman menjadi ketua umum dan menteri. Ketika ketua umum pada unjuk gigi layak menjadi bakal calon wapres, ia yang memiliki kursi dan suara lebih signifikan tidak banyak gaya. Tetap berjalan dengan biasa saja. Bandingkan dengan Muhaimin, dengan partai, kursi, dan catatan lebih rendah saja dengan penuh percaya diri mengajukan diri, bahkan konon memberikan semacam ancaman segala.
Pilihan cerdas, karena tahu kapasitas dan mengerti realitas politik. Jarang pula Airlangga mengeluarkan pernyataan baik profesional selaku menteri apalagi sebagai politikus. Hal yang tentu telah diperhitungkan dengan masak-masak, usia masih relatif muda.
Berbeda dengan AHY yang selalu menggunakan keadaan sebagai isu politik yang membuatnya memang tenar, namun orang dengan terang benderang membaca kualitasnya seperti apa dan kelasnya jelas seberapa. Diam-diam menghanyutkan politik Airlangga. Kontestasi 2019 hanya mengikuti arahan partai yang diputuskan era Setnov, mendukung penuh Jokowi pada pilpres 2019.
Aksi dan reaksinya tetap dalam koridor Golkar menjadi kendaraan yang baik bagi Jokowi berpasangan dengan siapa saja. Tentu tidak akan menolak jika diajak. Menunggu dan bukan menyorongkan diri. Lihat ketika akhir 18 awal 19, sering Jokowi mengajak ketum-ketum parpol dalam banyak acara. Hanya saja ketum P3 malah masuk bui.
Imin memasang banner di mana-mana sebagai cawapres 24, Romi sebelum masuk bui KPK juga memasang banyak baliho dengan gagah dan menggunakan atribut religius, habis karena kena tangkap KPK. Airlangga tidak demikian, padahal memiliki bekal yang jauh lebih mumpuni.
Siapa sangka siapa kira, akhir 2020 malah mendapatkan durian runtuh. Sekali ucap, ikan kakap langsung masuk perangkap. Tangkapannya bukan tanggung-tanggung, presiden pilihan langsung dua periode. Pembuat partai kecil kembali ke kecil lagi, eh pernah menjadi jaya.
Suara Golkar di tangan AH juga stabil. Tidak jauh beda dengan masa-masa lalu. Pernyataan singkat, sederhana, dan normatif itu disambar dengan berlebihan oleh SBY. Siapa coba yang nuding Demokrat, kecuali spekulasi media sosial. Secara langsung tidak ada tanda yang menujuk kepada nama atau partai atau lembaga atau organisasi apapun.
Lha malah SBY turun gunung dan mengajari bebek berenang, kemudian menantang banyak pihak untuk membuktikan. Padahal sangat mungkin pihak-pihak yang sedang melawan pemerintah itu cukup banyak. Kekuatan masa lalu  yang tabungan dan asetnya terusik. Pihak-pihak yang pengin naik menjadi pejabat, tanpa perlu dijelaskan sangat gamblang siapa mereka. Atau ada pula PKS, toh mereka diam saja. Atau merasa PKS tidak punya uang lebih sehingga aman? Hii..hiii...emang keren pernyataan Airlangga.
Andi Arief biasa kader partai ini memang modelnya demikian. Ya sudah malah akhirnya Mahfud MD pun turun tangan dan mengatakan, lha siapa yang menuduh Demokrat, selain media sosial yang mengait-kaitkan itu.
Masalahnya adalah, mereka ini sedang mencari panggung, eh malah memberikan panggung itu untuk Airlangga. Mau membantu AHY malah memberikan bantuan untuk AH mendapatkan panggung untuk menanjak. Mendapatkan durian runtuh hanya karena pernyataan normatif.
Pengulangan demi pengulangan oleh Demokrat justru menjadi amunisi dan bahan bakar oleh AH bukan AHY yang mendapatkan suntikan politis. Ini durian runtuh politik beneran, sangat susah memperoleh keuntungan gratis begini.
Mengapa menjadi panggung AH bukan AHY
Kecenderungan dan rekam jejak keduanya bertolak belakang. Orang sudah tahu dengan baik permaianan SBY dan kini identik dengan AHY. Suka atau tidak, lebih banyak orang malah tidak lagi simpatik pada apa yang Demokrat lakukan.
Airlangga yang pendiam, ingat ini permainan politik, lebih menggoda orang untuk menunggu apa yang akan dibuat, dari pada orang yang sudah ramai sejak awal. Terlalu banyak kata, pernyataan, tanggapan dan itu tidak cukup memberikan dampak baik.
Pembelajaran yang baik, bahwa apapun itu akan bermakna dua, untung atau rugi, pengulangan yang terus menerus, membuat orang sudah hafal dan akan menyingkir. Mungkin masih ada yang simpati, terutama yang di dalam. Tetapi toh tidak cukup.
AH sudah mulai memainkan peran dan permainan politik, dan menghasilkan tangkapan yang gede. Momentum yang bagus dan penting, durian runtuh itu tidak bisa diharapkan terjadi dan tidak perlu iri. Permainan yang perlu dilakoni dengan serius dan tentu saja hati-hati.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H