Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak SBY, Tidak Usah Mengajari Bebek Berenang

12 Oktober 2020   12:50 Diperbarui: 12 Oktober 2020   12:54 1691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pak SBY, Tidak Usah Mengajari Bebek Berenang

Keadaan pasca pengesahan UU Cipta Kerja masih cukup hangat. Mau yang lucu-lucuan atau seru bahkan sengit ada. Permainan politik tingkat tinggi sedang dipertontonkan, tentu demi pilkada akhir tahun dan pilpres  24. Masih jauh sih sebenarnya. Tetapi ya begitu  deh namanya orang politik.

Salah satu yang paling panas, ngotot, dan serius soal  UU ini adalah SBY. Wajar sebagai mantan presiden, sesepuh partai yang pernah sangat besar, dan juga memiliki putera yang sangat mungkin menjadi presiden.

Apa yang dilakukan itu dalam jaminan konstitusi, jelas dan sangat taat konstitusi. Ketika beberapa potongan narasi, film, atau photo menunjukan sebaliknya, itu adalah kecelakaan dalam politik. Permainan  rival yang memiliki kepentingan yang sama. Ya apes saja namanya, maunya pesta malah menjadi bencana.

Salah satu yang parah adalah reaksi atas pernyataan salah satu menteri pemerintahan kali ini, Luhut Panjaitan. Pak SBY bereaksi cukup di luar kendali. Beberapa kali terlihat mengubah mimik wajah da kalimat, ketika menyadari itu terlalu berlebihan. Tetapi toh masih kelihatan kegusaran yang tidak mampu beliau sembunyikan atau kendalikan.

Mengapa ketika Luhut mengatakan akan bersikap tegas pada penyandang dana demo rusuh, Pak SBY langsung bereaksi? Kan bisa siapa saja, tidak juga pasti Demokrat atau Pak Beye bukan? Toh tidak ada inisial atau  nama, atau kelompok yang dinyatakan dengan lugas oleh pemerintah.

Malah menjadi melebar ke mana-mana ketika mengatakan demonstrasi adalah hak rakyat . Iya benar hak, namun ingat ini masa pandemi. Dulu siapa ya yang cucunya sampai membuat surat terbuka kepada presiden? hiik ups, kelepasan.

Kondisi pandemi ini global, jadi bukan soal demonya yang dijadikan perhatian, bagaimana jalannya demo sangat berpotensi menjadi kluster persebaran virus. Itu point utamanya. Jadi, Pak Beye, janganlah emosional sehingga abai hal esensial yang sangat sederhana itu ah.

Toh demo bukan sekali ini saja berakibat  rusuh. Negara lho yang nangggung beaya pengamanan, kerusakan terutama. Lagi-lagi bukan soal demonya yang diperhatikan, tetapi dampak yang tidak berguna itu.  

Berapa saja kerugian, coba bayangkan hanya untuk hakte Jakarta dari 25 hingga 65 M, belum lain-lainnya. Ini bukan hal yang sederhana, apalagi ketika berbicara soal dampak sosial lebih jauh.

Mengatakan presiden, pemerintah, jangan marah ketika dikritik. Hiik...hiik, lha siapa yang mengancam eh bahkan sudah datang ke kantor polisi ya? Padahal  apa yang disasarkan ke Pak Jokowi kadang lebih sadis dan tidak berdasar. Hayo siapa yang sensi denganhewan berkulit abu kehitaman dan bertanduk gede?  Sampai lahirlah hewan jangan dibawa demo, hayo siapa ya?

Pemerintah tidak perlu marah, tidak perlu mengancam, semua bisa dibicarakan. Hiik...hiik kan memang it bicara, bukan bedil yang diarahkan ke muka. Tindakan lebih dari bicara juga tidak ada kog. 

Lihat mana ada laporan yang mengatakan tindakan aparat di lapangan berlebihan. Relatif tidak ada atau semasif bagaimana Demokrat malah ketahuan sedang menjadi tokoh di balik itu semua.

Apa yang Pak Beye lakukan itu seolah berpantun dengan Pak Jokowi, satunya mengajari bebek berenang, satunya menikmati bebek yang ada di kandang. Hal yang indah sebenarnya jika tanpa kondisi panas seperti ini. Kedua presiden berdialog dengan media yang sangat bagus. Lucu malah.

Pak Beye, selain hak, ada pula kewajiban. Benar demo itu hak, sama juga Wagub Jakarta yang mengatakan tidak bisa menahan kehendak demo, itu hak. Jangan lupa, kewajiban menjaga kesehatan dan hidup bersama jauh lebih gede. Sekali lagi, ini soal pandemi, bukan soal UU atau demo yang perlu menjadi prioritas.

Ini lho maksud mengajari bebek berenang, pemerintah itu menjadi lebih tahu karena perangkat yang dijamin UUD bahkan ada semua demi pemerintah. Tentu bukan pribadi Jokowi, pemerintah, presiden, adanya intelijen, BIN, polisi, tentara, mereka itu dipakai untuk memerintah dan mengatur negara menjadi lebih tertib.

Kekuasaan itu terbatas. Ini lagi seolah nasihat untuk diri sendiri. Bagaimana Pak Beye jauh lebih bersikukuh mempertahankan itu dengan aneka cara. Ini zaman internet, bukan zaman batu. 

Jadi tidak usah merasa aman jika mengatakan ini dan itu, karena rekaman kemarin, tahun lalu, atau sepuluh tahun lalu, sangat mungkin dalam hitungan detik ketemu sudah berbeda bahkan bertolak belakang.

Semua pemimpin, semua pemerintah, memiliki cara dan fokus masing-masing. Sangat tidak elok sebenarnya, jika pemimpin kog mengajari pemimppin lainnya, dan mirisnya itu bukan yang  sebenarnya sedang terjadi.

Atau memang benar kata ilmu, bahwa orang cenderung berbicara dan mengatakan bawah sadarnya sendiri dan menautkan pada pihak lain? Srimulat biasa bercanda dengan tangan menunjuk, satu ke luar dan empat menuju pada diri sendiri.

Bangsa itu perlu sinergi bukan malah saling bersaing dan menjatuhkan. Biasakan menaikan diri bukan dengan menjatuhkan atau menaiki pihak lain. Negarawan sejati itu  tidak mengaku, namun diakui oleh masyarakatnya.

Saatnya bersama membangun negeri, bukan malah saling mencaci dan menyalahkan pihak lain. Keteladanan  itu penting, bukan semata kata, namun juga perbuatan dan perilaku.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun