Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prabowo Beban Jokowi?

26 September 2020   20:47 Diperbarui: 26 September 2020   21:01 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Prabowo Beban Jokowi?

Gerah lagi, riuh rendah lagi, dan ujung-ujungnya juga Jokowi salah. Pengangkatan pejabat di Kemenhan memang menjadi bahan polemik karena beban masa lalu di mana anggota tim Mawar yang dipidana dalam kasus 98 ternyata menjadi pejabat di Kemenhan. Beberapa hal yang layak dilihat dengan jernih dan menyeluruh.

Jokowi mengajak Prabowo bergabung dalam pemerintahan tentu pertimbangan politis dan keamanan cukup kuat. Bisa dibayangkan, di tengah pandemi ini, Gerindra dan gerbongnya di luar pemerintahan, seperti apa ribet dan ributnya. Lah di dalam pemerintahan saja masih banyak yang ngaco, syukur di dalam, jadi hanya KAMI dan para sponsornya saja yang ribut.

Kemen KKP yang dipegang murni profesional, tegas, galak, dan berani, beralih pada pribadi antah barantah dan kemudian menuai polemik demi polemik. Demi kepentingan lebih gede, ya sudah mau apa lagi. Mempersatukan memang sangat mahal harganya. Lha manten saja untuk menyatukan dua pribadi perlu banyak beaya dan tenaga kog, apalagi ini dua kubu politik yang demikian tegang dan kutubnya sama-sama ngotot.

Keyakinan di dalam politik, kini hampir semua lini kehidupan juga terjadi, tidak akan ada makan siang  yang gratis. Dukungan Prabowo pada Jokowi naga-naganya juga demikian. Kadang hanya jabatan atau kursi ini dan itu masih bisa dipahami, kalau orang dengan catatan buruk, mau benar atau tidak, toh sudah ada catatan itu dan tidak terhapuskan, kan menjadi ribet.

Beban kini ada pada Jokowi sepenuhnya, mana ada tudingan Prabowo yang jelek dan buruk. Tidak, semua tertimpa pada posisi Jokowi. Padahal jalan panjang menjadi brigadir jenderal, jelas bukan semata zaman Jokowi.

Kenaikan pangkat sampai brigadir jenderal dan konon mereka itu berkasus pada 98, berarti sekian presiden sudah terlibat di sana. Ini juga menyangkut banyak hal dan segi, sayang masyarakat, LSM, pegiat ini dan itu, apalagi SJW, hanya mau tahu kekinian, ada segi dan faktor memojokan pemerintah, senang.

Padahal, jalan panjang hampir seperempat abad, jangan-jangan pemecatannya dulu dibatalkan pada tingkat banding, toh tidak ada kabar mengenai hal tersebut. Sangat mungkin terjadi. Apa yang terjadi toh masih sumir, simpang siur, dan tidak jelas.

Konteks peradilan waktu itu pun cenderung politis, tekanan massa, eforia keterbukaan dan kebebasan, toh anasir-anasir Orba masih sangat kuat, kental terasa, dan menguasai segala lini. Susah melihat secara obyektif, benar, dan menyeluruh.

Sangat mungkin yang pahlawan malah pecundang, yang maling malah jadi pejabat. Semua serba mungkin dan sangat terbuka kemungkinan itu. nyatanya, pimpinan dari Tim Mawar yang diributkan juga bisa menjadi capres dua kali, tanpa penolakan dari siapa-siapa dan mana-mana. Malah dukungan menguat demikian luar biasa.

Jangan naif dan lupa, bagaimana eforia pendukung Prabowo kala pilpres dua kali, termasuk dulu yang mengaku pionir menjatuhkan Orba, bisa disebut sebagai contoh Amien Rais. Kalau mau jujur dan tidak asal ngawur, jika meributkan staf yang eks98, mengapa pas Prabowo nyapres lancar-lancar saja?

Lucu dan aneh pula, kesalahan seolah ditimpakan kepada Jokowi, lha pastinya rekomendasi kan Prabowo, mengapa tidak ada tudingan kepada Prabowo, lha malah Jokowi. Kan lucu dan aneh. Jika bicara kekerasan dan dugaan kekerasan, Jokowi mana ada rekam jejaknya. Bisa diingat, bagaimana Jokowi memindahkan pedagang kaki lima di Solo dengan politik diplomasi makan siang.

Sebenarnya, ini malah semakin menunjukkan seperti apa kepemimpinan dan kualitas Prabowo. Wajar ketika dua kali kalah pilpres, padahal dukungan elit dan banyak pihak demikian luas dan masif. Susah melihat Prabowo sebagai seorang pemimpin, nomor satu. Lihat saja pilihan-pilihannya sangat tidak masuk akal demikian.

Benar, seolah Jokowi yang malu dan dipermalukan, padahal sebenarnya malah mempertontonkan pilihan-pilihan Prabowo aslinya seperti apa. Tipikal anak  kolokan, asal semua kemauan tercapai, dan itu jelas bukan pemimpin yang baik.

Rumor kalau penggantian pimpinan daerah atau cabang Gerindra itu asal tunjuk dan tanpa pemberitahuan yang diganti, makin memperoleh bukti bahwa itu benar. Model pemimpin demikian ya susah kalau mau dinilai sebagai negarawan.

Benar, ia mau menjadi pembantu presiden dari rival dalam pemilu itu sebuah tanda dan bukti kenegarawanan, namun dengan pilihan-pilihan staf dan pembantu yang disodorkan kepada pemerintah, masih terlalu jauh jika dinilai dan dihargai sebagai negarawan.

Masih cenderung politikus, aku dapat apa dengan pilihan ini. Nah dengan pendekatan dan pengakuan publik seperti ini, masih yakin 2024 mau memilihnya menjadi capres dan presiden? bisa dibayangkan jika ia menang pilpres, seperti apa warna kabinet dan bernegara ini. Mungkin lebih parah dari Jakarta di bawah Anies kali ya.

Jokowi yang tanpa beban itu memang susah, jangan lupa ini politik, permainan politik itu ya jelas apa mendapat apa, dan tidak akan ada makan siang yang gratis. Sayang dagang sapi masih demikian kuat. Penghargaan atas reputasi masih jauh dari semestinya.

Prasangka dan asumsi cepat sekali merebak, namun tidak pernah ada konklusi, karena mudahnya lupa dengan apa yang pernah terjadi. Masih perlu waktu.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun