Lucu dan aneh pula, kesalahan seolah ditimpakan kepada Jokowi, lha pastinya rekomendasi kan Prabowo, mengapa tidak ada tudingan kepada Prabowo, lha malah Jokowi. Kan lucu dan aneh. Jika bicara kekerasan dan dugaan kekerasan, Jokowi mana ada rekam jejaknya. Bisa diingat, bagaimana Jokowi memindahkan pedagang kaki lima di Solo dengan politik diplomasi makan siang.
Sebenarnya, ini malah semakin menunjukkan seperti apa kepemimpinan dan kualitas Prabowo. Wajar ketika dua kali kalah pilpres, padahal dukungan elit dan banyak pihak demikian luas dan masif. Susah melihat Prabowo sebagai seorang pemimpin, nomor satu. Lihat saja pilihan-pilihannya sangat tidak masuk akal demikian.
Benar, seolah Jokowi yang malu dan dipermalukan, padahal sebenarnya malah mempertontonkan pilihan-pilihan Prabowo aslinya seperti apa. Tipikal anak  kolokan, asal semua kemauan tercapai, dan itu jelas bukan pemimpin yang baik.
Rumor kalau penggantian pimpinan daerah atau cabang Gerindra itu asal tunjuk dan tanpa pemberitahuan yang diganti, makin memperoleh bukti bahwa itu benar. Model pemimpin demikian ya susah kalau mau dinilai sebagai negarawan.
Benar, ia mau menjadi pembantu presiden dari rival dalam pemilu itu sebuah tanda dan bukti kenegarawanan, namun dengan pilihan-pilihan staf dan pembantu yang disodorkan kepada pemerintah, masih terlalu jauh jika dinilai dan dihargai sebagai negarawan.
Masih cenderung politikus, aku dapat apa dengan pilihan ini. Nah dengan pendekatan dan pengakuan publik seperti ini, masih yakin 2024 mau memilihnya menjadi capres dan presiden? bisa dibayangkan jika ia menang pilpres, seperti apa warna kabinet dan bernegara ini. Mungkin lebih parah dari Jakarta di bawah Anies kali ya.
Jokowi yang tanpa beban itu memang susah, jangan lupa ini politik, permainan politik itu ya jelas apa mendapat apa, dan tidak akan ada makan siang yang gratis. Sayang dagang sapi masih demikian kuat. Penghargaan atas reputasi masih jauh dari semestinya.
Prasangka dan asumsi cepat sekali merebak, namun tidak pernah ada konklusi, karena mudahnya lupa dengan apa yang pernah terjadi. Masih perlu waktu.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H