Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

12 Alasan Politik Balas Budi Gerindra untuk Deny Indrayana

3 Agustus 2020   10:09 Diperbarui: 3 Agustus 2020   10:06 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

12 Alasan Deny Indrayana Cagub Usungan Gerindra, Politik Balas Budi

Pagi-pagi membuka media sosial, malah mendapatkan bahasan Gerindra akan mengusung Deby Indrayana sebagai calon gubernur Kalimantan Selatan. Tidak ada yang salah, sepanjang UU dan aturan lain tidak ada yang dilanggar yo baik-baik saja. Soal patut dan tidak, itu perihal lain. Perlu dilihat lebih lagi adalah sebagai berikut;

Pertama, penyakit partai politik, tidak peduli kader, prestasi, atau apapun selain soal keterpilihan. Namanya main politik ya memang keterpilihan sebagai hal yang nomer satu. Toh, membangun citra diri dan partai yang bekerja keras, dan mulai dari bawah juga tidak kalah penting. Deny Indrayana jelas bukan kader Gerindra, politikus Demokrat, yang kerap berseberangan.

Kedua, berkaitan dengan elektabilitas masih sebatas kemenangan sebagai tujuan. Proses berpolitik belum banyak yang mampu menghayati sebagai bagian dari demokrasi. Melihat alam demokrasi semata mendapatkan kemenangan dan satu-satunya jalan mendapatkan kursi, bukan proses memperoleh mandat dari rakyat yang berdemokrasi.

Ketiga, potong kompas khas demokrasi ala-ala Indonesia. Pokok tenar, mampu finansial, dan potensial, mau kambing congek, mau sapi dibedakin, tetap saja diangkat jadi calon ini dan itu. Mirisnya lagi adalah,  sekalipun itu narapidana, sekalipun itu tahanan, mereka tetap bersikukuh menjadikannya calon. UU memang tidak melarang, namun ini soal kepantasan.

Keempat, Deny Indrayana, ini orang kesekian yang bukan promosi namun degradasi. Mantan anggota kabinet berakhir atau dipecat dan mengadu keberuntungan menjadi gubernur, walikota atau bupati. Lagi-lagi tidak salah, tetapi apa ya patut sebenarnya. Jika berbicara pengabdian dan juga jenjang karir.

Kelima, cukup wajar jika mengatakan orang dan partai politik semata mengejar kursi pemerintahan. Apapun kelasnya pokok eksekutif. Lihat saja DPR RI mau dan rela melepaskan demi bupati-wali kota, apalagi kalau itu adalah menteri. Padahal secara hukum tata negara kedudukan DPR RI jelas lebih tinggi, benar bukan dalam artian birokrasi lurus. Kekuasaan lebih besar dan luas, toh masih lebih suka bupati-walikota. Mengapa?

Keenam. Jangan bicara pengabdian ketika berkaitan dengan point lima. Itu semua berujung pada kekuasaan dan uang. Mana ada kekuasaan besar menjadi anggota dewan, kalah sama fraksi dan pastinya partai politik. Tidak ada ruang gerak yang leluasa. Nah berkaitan dengan ini adalah ponit berikut.

Ketujuh, feodalisme masih demikian kuat. Penghormatan dan penghargaan orang masih menjadi sebuah kebanggaan. Bpati-walikota jelas menguasai satu kawasan. Semua orang akan mengenal dan sangat mungkin memujanya. Berbeda dengan anggota DPR RI misalnya. Meskipun memiliki cakupan lebih gede, toh belum tentu dikenal dan bisa memerintah,

Kedelapan, partai politik enggan kerja keras. Membangun citra partai dan kader berprestasi dan mempunyai rekam jejak banyak. Susah amat, yang gampang saja ada. Pola birokrasi yang gampang dipersulit, yang susah ditinggalkan. Ini salah satu penyakit dan tabiat yang sangat merugikan. Sayang malah menjadi sebuah gaya berpolitik yang begitu dominan.

Kesembilan. Ingatan massa yang masih dangkal dan pendek. Semata pemilihan saja ingatan. Jadi partai enggan kerja keras karena toh nantinya rakyat tidak akan ingat apa yang sudah susah payah dilakukan. Rekam jejak prestasi itu tidak lagi menjadi penting. Lihat dengan capaian Ahok atau  politisi lain yang berkinerja bagus. Rontok seketika dengan permainan kotor kecil sesaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun