Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Covid, Kepemimpinan, dan Sikap Latah

27 Juni 2020   15:04 Diperbarui: 27 Juni 2020   15:05 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Covid, Kepemimpinan, dan Sikap Latah

Selama pandemi ini banyak karakter seseorang, kelompok, atau bahkan pemimpin itu keluar karakter dasarnya. Sesuatu yang spontan, butuh kreatifitas, inisiatif itu perlu apa adanya. Kondisi yang tidak biasa, belum pernah, dan di luar rutinitas akan memberikan bukti kemampuan dasarnya. Pencitraan, berkutat di balik tim, dan memainkan kata semua terbukti ketika hal-hal yang sama sekli tidak diduga terjadi.

Beberapa hal ternyata memperlihatkan semata latah, bukan pengetahuan mendasar apalagi menyeluruh. Ikut kata A kemudian dibantah B gani lagi kata C dan begitu seterusnya. Tentu masih ingat bagaimana hand sanitizer dan masker menguap dari peredaran dan dijual dengan harga gila-gilaan bukan?

Pun berjemur. Dampak bagus, lahirlah polemik soal jam dan intensitas sinar matahari. WHO yang Barat banget itu lupa pukul 10 di sini malah bisa jadi masalah. Langsung deh hilang. Tidak lagi jadi pembicaraan, bagi-bagi ulasan dan artikel, di mana-mana. Simat yang sejak dulu kala diketahui baik dan buruknya terlupakan lagi.

Penyemprotan disinfektan, pendirian kombong-kombong untuk itu, marak, ketika ada bantahan dan kisah yang berbeda, hilang. Padahal ada juga manfaatnya secara tidak langsung. Itu juga hanya sesaat dan kemudian senyap, tidak lagi berbekas.

Istilah lock down, karantina, PSBB, dan macam-macamnya juga latah di mana-mana. Dalih untuk malas dengan hanya duduk di rumah. Diminta datang kerja dengan alasan LD. Padahal tidak ada sama sekali LD di sini. Gang dan jalan-jalan diportal, dipalang-palang. Lha memangnya virus lewat jalan itu? Wong nyatanya orangnya masih berkeliaran seolah tidak ada apa-apa.

Jalannya ditutup, orang masih bisa ngider pakai gang atau emperan rumah orang. Esensinya tidak tahu. Yang perlu dibatasi itu pergerakan orang, wong malah jaga gang dan terpapar di sana, jelas karena tidak paham yang harus dilakukan.

Kini, yang terbaru, entah siapa yang memulai, kegiatan bersepeda. Tidak ada yang salah dengan aktivitas yang satu ini. Beberapa hal yang  biasa mengekor aksi ini. permintaan sepeda sampai naik 300%. Harga melambung dan barang di pasaran seolah hilang. Sisi ekonomi, yah paham model berdagang di negeri ini lah.

Tabiat. Ada berita lucu atau miris, atau malah mengerikan? Ketika merasa sepedanya jutaan, dibawa masuk ketika makan. Maling sepeda puluhan juta itu malah susah lho. Pernah dengar gak kemalingan mobil mewah? Paling terdengar juga mobil sejuta umat, mengapa? Penjualan gampang, kesamaan di mana-mana ada.

Bayangin nyolong Lexus, yang punya gak banyak, mau melempar juga ke mana. Kan sama juga, mosok sepeda puluhan juta mau dicolong, susah malah. Dipakai sendiri juga gampang ketahuan. Dijual lagi siapa juga yang mau beli.

Pembeli barang colongan itu kan mau hidup atas namun belum mampu. Yang sekelas M atau ratusan juga, tentu beli mobil yang level biasa sudah bisa. Gakk akan mau barang colongan tetapi mudah ketebak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun