Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menanti Akhir "Drama" Pembakaran Bendera PDI-P

26 Juni 2020   19:35 Diperbarui: 26 Juni 2020   19:32 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemarin, demo yang lagi-lagi seperti minuman ringan, ujungnya Jokowi turun, membawa drama berkepanjangan. Ada peserta yang membakar bendera PDI-P dan videonya dengan cepat menyebar. Susah mau mengatakan ini sengaja atau tidak. Yang pasti bahwa para 'pemangku tanggung jawab" demo sudah membantah tahu dan mengakui itu bagian dari mereka.

Entahlah manusia Indonesia itu makannya apa, mabuk agama, politik pula. Dikit-dikit demo katanya membela Pancasila tapi lima sila saja tidak hapal. Eh malah ada pembakaran bendera PDI-P, padahal konon menentang PKI. Kan lucu dan tidak nyambung.

Wajar ketika para elit penanggung jawab acara langsung ramai-ramai merasa tidak tahu, tidak melihat, dan nantinya paling juga akan mengatakan penyusup, bukan kami,  dan sejenisnya. Hal yang sangat biasa, toh bukan kisah pertama kali model demikian. Ingat kisah Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani, dan juga Buni Yani.

Megawati selaku Ketua Umum PDI-P sudah bersikap. Hal yang memang bisa menjadi simalakama. Tetapi jika melihat petinggi dan penanggung jawab sih tidak akan menjadi masalah berlebihan. Satu sisi lepas tangan, dan polisi masuk untuk penegakan hukum semestinya.

Beberapa kemungkinan bisa terjadi,

Demo ini jelas ada pemesan. Siapa saja mereka bisa siapa saja. Yang pasti penyuka isu Komunis, PKI, dan memang menyasar PDI-P, beberapa saat terakhir kan memang santer demikian. kepentingan pemodal ini sangat mungkin berbeda dengan penanggung jawab lapangan apalagi pelaku di akar rumput. Mereka masing-masing memiliki agenda, dan kebetulan bisa bersama, itu saja.

Wajar bahwa mungkin ini benar mereka tidak tahu, ingat mungkin, bisa juga mereka tahu mau cuci tangan, atau memang benar-benar tidak tahu. Ingat poin pertama. Kepentingan demi kepentingan yang ada bersama-sama. Sangat mungkin demikian terjadi.

Pelaku demo yang meneriakan bela Pancasila toh tidak tahu Pancasila itu belum tentu sama persis dengan pemodal, pun dengan pelaku yang di jalanan itu. kepentingan apapun sangat mungkin dalam kondisi politik dan demokrasi yang seperti ini.

Penyusup pun mungkin. Lagi-lagi ini bisa siapa saja. Maunya apa? Nyari makan, memperkeruh suasana, dan kemungkinan siapa mereka, sama juga pokok bukan Jokowi presiden, ini dapat siapa saja yang kepentingannya terganggu. Krannya mampet.

Jika pembakar itu sangat mudah bagi polisi untuk mengusut dan mengurusnya. Namun sangat tidak cukup, mengapa? Keterlibatan banyak pihak, sayangnya, ini pasti model agen terputus. Tidak ada yang tahu siapa-siapa di atas mereka. Pelaku lapangan mana tahu yang membuat mereka datang. Perekrut ini pun diam-diam tidak mau mempertontonkan diri.

Minimal, siapa yang membawa ke media sosial sehingga menjadi ramai dan riuh rendah. Ini penting, agar masyarakat juga dididik untuk taat azas dan bertanggung jawab. Belum lagi jika tertular covid-19. Negara lagi yang diminta menanggung itu semua?

PDI-P tidak usah repot dan berlebihan menyikapi ini. Sikap resmi partai nyatakan dalam rilis dan gerakan biro hukum untuk mengawal ini hingga tuntas. Jangan puas hanya pembakarnya, namun siapa-siapa di balik itu semua. Gamblang seluruhnya, tapi lagi-lagi ini soal politik, biasa, garang di depan, tapi semua ya menguap begitu saja.

Mengapa semata pernyataan tertulis saja? Jangan malah terpancing pada pelaku demokrasi jalanan. Mereka bukan siapa-siapa, bahkan ormas pun bukan. Mosok pemenang pemilu kalah dengan para pelaku dan petualang politik yang cenderung mengais rezeki itu. level PDI-P jelas penyandang dana dan minimal adalah dalang di balik itu semua. Baru sekelas dan sebanding.

Bagus mengedepankan kepolisian, militansi akar rumput PDI-P terkenal sangat loyal. Miris ketika loyal, fanatis, ini pun kebanyakan tidak cukup pengalaman dan pendidikan. Tentu bukan mau merendahkan, namun bagaimana kecintaan wong cilik itu rentan dimanfaatkan pihka-pihak tertentu. Persoalan jauh lebih besar jika  memantik mereka ini. Sayang perjuangan memenangkan pesta demokrasi terusik dan bisa rusak dengan provokasi seperti ini.

Benar, bahwa perilaku ugal-ugalan ini sudah sekian lama, berulang, dan terus menerus. Orang yang terlibat juga itu lagi itu lagi. Susah memang ketika berbalut agama. Mereka ini paham dengan kegamangan penegak hukum jika berkaitan dengan  lebel spesial itu. Entah sampai  kapan. Lha faktanya mereka juga bukan pemuka agama sejatinya.

Lebih memilukan, jika ada yang berbenturan, semua remuk dan pelaku kejahatan itu yang malah mendapatkan keuntungan. Ingat pola mengadu domba ini  sudah sering terjadi di tengah bangsa ini. jauh sebelum era modern, dalam kerajaan tentu ingat kisah Ken Arok dengan Kebo Ijonya bukan? Jangan sampai terulang di era modern ini.

Sayang negara yang sedang melaju baik ini terganggu oleh para spekulan masa lalu yang hendak mempertahankan keadaan mereka sendiri. Mana peduli negara mereka, selain kepentingan dan kekayaan mereka sendiri. Bangsa dan negara ini menjadi perahan demi ambisi pribadi dan kelompok masa lalu.

PDIP harus mampu menahan diri. Diam bukan berarti kalah tegas bukan berarti kasar dan merusak. Ingat kebesaran Banteng itu proses panjang. Nasionalis yang berjalan pada konsistensi. Lihat nasionali kemarin sore yang genit bisa berasyikmasyuk dengan ultrakanan asal aman. Hal yang tidak pernah PDI-P lakukan. Jangan kalah dengan provokasi jalanan.

Pohon besar dan tinggi yang sering  terkena terpaan pertama dan paling kuat. Yang kecil-kecil tidak aka demikian, karena tidak akan sanggup. Hadapi dengan kepala dingin dan terutama konsoliasi lebih lagi agar tidak malah terulang kisah masa lalu, hanya karena salah bersikap.

Terima kasih dan salam

Susyharyawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun