Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Simalakama Restorative Justice dan Demokrasi Era Jokowi

26 Juni 2020   13:26 Diperbarui: 26 Juni 2020   13:31 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benar, penegakan hukum harus manusiawi, namun ingat manusia macam apa dulu. Mahfud MD dan Jokowi jelas demokrat tulen, namun bagaimana dengan penggantinya suatu hari nanti, jika mereka tidak setahan dan setabah Jokowi misalnya.

Benar bahwa ini soal demokrasi yang hakiki, orang bisa berbuat apa saja asal bertanggung jawab. Apakah sudah sampai ke sana? Lihat tuh model wartawan ala SJW, apalagi yang memang kerjanya SJW dan mendapatkan uang dan hidup dengan "menjual" isu. Suka atau tidak hiruk pikuk ini menghambat pembangunan.

Selain munafik dan sikap bertanggung jawab, orang abai soal azas. Bagaimana bisa seenaknya sendiri azas bernegara diobrak-abrik demi kepentingan sendiri.  Semua demi kepuasan dan egoisme sendiri, kelompok, atau keyakinan. Miris jika bicara demikian. Semua lini orang sudah dipenuhi dengan model ini.

Mengaku demokrasi, namun maunya ganti presiden seenak perutnya. Pemenang pemilu diminta mundur dengan dalih demi persatuan. Lha persatuan mana lagi. Pandemi dipolitisasi, kebenaran dikorupsi, maling anggaran katanya rezeki, ini semua jelas orang yang tidak taat azas dan konsensus hidup bernegara.

Media memegang peran penting. Lihat saja bagaimana mereka bersuara, menyembunyikan kebenaran, baik sebagian atau keseluruhan. Ramai-ramai minta maaf, padahal mereka jelas-jelas salah dalam menyajikan data dan fakta. Benar jika menggunakan pendekatan restorative justice ini selesai dengan maaf, namun ingat mereka karena abai azas dan konsensus apalagi tanggung jawab mengulangi lagi dan lagi.

Kedewasaan memang penting dan menjadi pembeda. Pemerintah menuju ke sana, tetapi banyak pengacau yang suka menaguk di air keruh. Lihat saja demo dengan mengatasnamakan membela Pancasila, namun ujungnya ganti Jokowi dan bendera hitam yang ada. Artinya apa? Semua sudah tahu.

Demokrasi bagi bayi atau anak kecil ya sama juga bohong. Syukur bahwa pemerintah kali ini benar-benar dewasa. Siap menghadapi kebisingan anak-anak abg caper. Hal yang bisa dilakukan karena fokus bekerja dan bekerja. Mereka yang teriak-teriak itu karena kebanyakan waktu karena tidak beraktivitas.

Orang tidak memiliki kesibukan, malas menciptakan kreasi, enggan pula membaca, ya jadinya kacung-kacung kepentingan. Padahal banyak pihak yang terganggu kepentingannya karena pemerintah sedang menata ke depan. 

Fokus pembenahan demi pembenahan. Yang terkena dampaknya wajar memanfaatkan orang malas, dan maaf bodoh untuk diaduk-aduk emosinya.

Hukum itu untuk manusia, bukan malah manusia diperbudak hukum. Perlu kebijaksanaan dan kedewasaan untuk sampai ke sana. Proses itu perlu dimulai bukan ditunggu.

Pendidikan memang perlu titik awal, dan bagus bahwa pemerintah mau mengawali. Kalau tidak sekarang kapan lagi. Waktunya dewasa. Normal baru  salah satunya juga hukum yang manusiawi. Keadilan tidak mesti sama  untuk semua dalam konteks tertentu bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun