Simalakama Restorative Justice ala Jokowi dan Demokratisasi
Dua kali paling tidak Mafud MD mengingatkan bahwa pemerintah menganut paham restorative justice, di dalam tertib hukum. Dua kali paling tidak Menko Polhukam mengatakan hal ini. pertengahan Februari tahun lalu dalam gagasan Polsek tidak menangani kasus. Penyelesaian kasus hukum ada di Polres/
Hari-hari ini, Presiden mengatakan penegak hukum tidak usah sensi, dikit-dikit larang, tangkap, dan polisi turun untuk menangkap. Khusus menjelang pilkada, hal ini ditekankan. Layak dilihat lebih dalam, gagasan bagus ini.
Hari sebelumnya ada polisi di daerah yang menangkap orang karena membagikan postingan di sosial media soal polisi jujur hanya polisi tidur, almarhum Hoegeng, itu adalah candaan Gus Dur yang sangat lama. Nah ada polisi yang merasa tercemarkan dan mengusut pengunggah lelucon itu. kapoldanya sudha turun tangan. Senada dengan Presiden Jokowi dan Menko Polhukam.
Mahfud memberikan contoh, pencuri semangka tidak selayaknya masuk ke kepolisian dan sampai persidangan. Atau ketika kerugian sudah bisa ditutupi, tidak perlu sampaii ke meja hijau.Â
Penegakan hukum yang juga berbicara pada tataran manusia, untung rugi dalam taraf yang wajar. Sama juga dengan tayangan soal polisi jujur itu, sudah sangat lama dan bukan barang baru yang katanya mencemarkan nama baik kepolisian. Â Ada unsur itu, tetapi toh ada pula kebenaran yang tidak kalah gedenya.
Pencuri semangka lima misalnya, polisi bisa nombok malah, berbeda jika maling satu truk. Polisi jujur itu berbeda jika mengatakan Kompol A tidak jujur itu bisa pencemaran nama baik, nah ketika konteksnya adalah kritikan, apa yang dilakukan kapolda sudah tepat.Â
Lalu bagaimana restorative justice ini dalam alam demokrasi akal-akalan seperti ini? Demokratis itu sejatinya tidak sekadar pemilu, kebebasan berpendapat dan bersuara juga ada sikap bertanggung jawab. Contoh fitnah dan hoax jelas bukan lagi masuk ranah kebebasan berekspresi, namun itu adalah kriminal. Apa yang terjadi selama ini, campur aduk. Memfitnah ketika terdesak menggunakan dalih kebebasan  berekspresi.
Benar kata presiden, sekadar seminar, atau pernyataan-pernyataan di media sosial dengan alasan mengritisi pemerintah. Sepakat dan memang benar demikian.Â
Masalahnya adalah mereka ini kebanyakan addalah kaum munafik dan suka memutarbalikan fakta. Contoh nyata adalah fitnah namun dikatakan sebagai sebuah kritikan atas kinerja pemerintah. Bagaimana narasi hutang dan TKA, penanganan pandemi dan banyak lagi.
Orang melakukan kritik itu pasti mau ketika ada masukan untuk mendapatkan titik temu. Lha ini pasti akan melebar ke mana-mana. Beda kritik yang tidak perlu penegakan hukum. Sikap munafik dan tidak mau bertanggung jawab perlu disikapi dengan tegas agar tidak merajalela.