Pertama, ini adalah egoisme beragama. Esensi beragama itu adalah justru sangat terbuka, bukan malah menutup diri dan egois. Bangga bahwa mendapatkan tambahan umat, eh dengan membayar dan mahal pula. Apapun gerejanya, jelas tidak bisa dipercaya. Lebih memikirkan satu umat dari pada banyak kisah dan kasus lain yang mendesak.
Kedua, gereja itu seyogyanya berpikir pada yang paling lemah, miskin, tersingkir, bukan yang tenar, jaya, dan dalam konteks tertentu berkuasa. Jika dihitung, untuk menyantuni anak telantar bisa berapa puluh atau ratus anak dan berapa tahun pendidikan. Berkaitan dengan poin satu juga.
Ketiga, di tengah pandemi seperti ini, bagaimana uang 100 M itu sangat berdaya guna. Orang bisa mendadak miskin, dapat tiba-tiba tidak berdaya karena pandemi ini. Coba, telaah saja, macam apa lembaga beragama mau menggelontorkan uang hanya untuk satu orang, di tengah megap-megapnya dunia?
Keempat, naif ketika gereja mengejar nama besar dengan "membeli" umat. Benar, bahwa esensi berkarya adalah mencari domba yang tersesat. Konteks ini tentu bukan dengan uang dan memaksakan kehendak. Apalagi di tengah tabiat mabuk agama di Indonesia. Hal yang tidak dilakukan saja dituduhkan, apalagi jika benar terjadi bisa berabe.
Kelima, kemampuan finansial gereja-gereja di sini tidak mungkin. Apa yang mau ditarik balik dari itu? misalnya memviralkan via youtube? Omong kosong, hanya sebuah investasi yang membakar uang, tanpa makna. Mana ada yang tertarik menonton, menghujat iya pasti, dan itu tidak banyak.
Keenam, but apa bayaran mahal, tidak akan berguna, karena beragama di sini itu tradisional, warisan, dan sangat kuat, susah diiming-imingi dengan aneka rupa. Satu dua saja yang tergoda, dan pindah.
Kesimpulannya, ini bukan soal benar atau tidaknya tawaran itu, atau Indra mau apa itu pilihannya, kupasan saya adalah sekali lagi Gereja yang bersikap demikian jelas tidak bisa dipercaya. Jika pun benar ada, pasti bukan kebijakan Gereja namun orang per orang yang mau mendapatkan keuntungan dari peristiwa itu.
Dramatisasi yang tidak akan berguna, malah bisa menjadi tragedi, susah diterima nalar perilaku beragama demikian. Sikap  beragama yang perlu disadari untuk bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi beragama yang dewasa. Ribut dan ribet pada label yang memberikan bukti masih kanak-kanak.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H