Kemarin, seorang rekan senior, bangkotan bahkan, geli juga jengkel, karena label pilihannya dicabut. Padahal jika bicara label itu kaitannya dengan K-reward. Lah di tengah pandemi begini lumayan, bisa buat potong rambut katanya. Apalagi pagi tadi, sudah masuk angka lima ribu.
Paling lucu itu komentarnya dalam media percakapan, lha buat apa bully Susy ketika ia juga mengalami. Ha..ha.... Ini sih sebuah candaan, bukan seriusan kalau soal bully atau apa. Wong cabut label bukan barang baru. Kata rekan lain saya sih jawaranya cabut label. Iya, lha sepuluh tulisan mulus semua ada birunya itu bagi saya jempolan, alias tidak pernah, hiik hik hikk...saya sih tahu diri kapasitas saya.
Ilustrasi di atas sih cenderung candaan bukan sebuah hal yang serius. Lebih agak lama, dua hari lalu, ada yang membuat status dalam media sosial, rasa syukur dan senangnya dua bulan akhirnya masuk artikel utama atau HL-AU. Lagi-lagi ini bagi saya adalah hal yang luar biasa. Boro-boro dua bulan, lha satu semester lho tanpa HL. Tahu diri dan kapasitas saya sih.
Lebih lama lagi, ada sebuah tanggapan, bagaimana katanya K-reward itu tidak seberapa. Jauh dengan blog pribadi atau sebagainya. Senada dengan itu adalah sepinya K, soal hits yang susah naik dan beranjak. Sangat bisa dipahami. Toh itu terjadi dalam banyak hal dan segi dalam kehidupan pun akan demikian.
Jadi teringat teman, kelihatannya sudah pernah saya jadikan ilustrasi juga. Dia biasa main ke karaoke dengan teman-temannya itu. Bisa dibayangkan berapa doit untuk sekadar dua tiga jam. Berapa yang harus dikeluarkan dari dompet dengan segala ubo rampenya. Suatu hari ini menemani temannya yang bekerja markir. Bagi hasil dengan pemilik toko lagi. Temannya ini juga yang biasa ngolor kabel juga.
Ketika menerima uang dua ribuan, dan ia mengembalikan seribu karena parkir masih seribu, ia tata dengan sangat rapi. Ujung yang menekuk diluruskan lagi, semua ditata dengan sangat penuh perhatian, sehingga seperti orang bank. Tidak ada yang terbolak-balik. Penuh perhatian.
Kawan saja jadi teringat, lha kalau main di karaoke, uang segitu itu dapat apa. Mana pernah kepikir dan peduli keluar uang untuk ruang, minum, dan juga membayar pemandu. Soal sikap dan penghargaan.
Sama juga ketika di Kompasiana. Mau mengejar hits dan K-reward itu juga hak dan boleh-boleh saja. Kecewa ketika labelnya dicabut yang berarti tidak dapat reward juga boleh. Tidak ada yang melarang. Atau ada yang penting selalu pilihan dan kalau tidak mendapatkan label kemudian dihapus, itu juga hak K-ner. Tidak ada yang salah. Wong di syarat dan aturan juga tidak ada dilarang mengejar K-reward dan label kog.
Ada pula mungkin K-ner yang menjadikan label atau AU sebagai tujuan, tulisannya dipersiapkan dengan matang, mencari dasar dan fakta dengan sungguh-sungguh. Itu sah juga, tidak ada bedanya dengan apa yang saya lakukan, pokok ketik, tayang, tidak main edit-edit lagi. Sama saja, dalam konteks mendapatkan hal yang sama. Tidak ada yang lebih atau kurang.
Nah masalah adalah ketika memaksa harus ini dan itu. Contohnya saya yang biasa menulis gaya bebas sehingga hasilnya ya begitu itu, memaksa K-ners lain ikut-ikutan ala kadar kan cilaka. Atau saya dipaksa untuk mendapatkan hasil AU, bisa sampai mencret malah tidak jadi tulisan. Pernah karena teman selalu mengatakan mbok diedit, minimal typo-nya, ya bisa hanya beberapa hari, kemudian lupa lagi.
Ini adalah soal kebiasaan, pembiasaan, dan juga orientasi. Apakah ada yang salah? Ah tidak, itu urusan masing-masing. Ada yang sangat serius dan tekun ya biar saja, itu memang tabiat dan budaya baik demikian. Mau menjadikan Kompasiana sebagai sarana membangun jati diri dalam bermedia sosial, ngeblog, youtuber, atau lainnya juga boleh. Sah-sah saja. Itu semua adalah sarana dan tidak melanggar aturan yang berlaku.
Kembali pada motivasi  itu yang sangat mungkin menjadi penyemangat dan pemicu untuk tetap berkarya. Jangan merasa ah hanya receh tulisanku, tidak ada receh atau deposito sebuah tulisan. Sepanjang sudah dikerjakan dengan kesungguhan, tanpa makian, tiada fitnah-hoax, dan logika lurus telah dibangun. Mau label, mau cabut, apalagi AU itu semata bonus.
Semua penulis memiliki motivasi, mempunyai landasan di dalam menuangkan gagasan. Tidak perlu meniru atau memaksakan untuk sama dengan si A yang terus AU, atau si B yang tiap saat NT. Masing-masing memiliki jalan dan jalurnya sendiri. Tidak perlu silau dengan capaian rekan atau minder karenanya.
Pun sebaliknya, jangan menjadi jemawa dan merasa lebih dari rekan K-ner lainnya. Pepatah di atas  langit ada langit, lapis legit itu juga berlapis-lapis, mau mengajarkan untuk bersikap rendah hati. Semua ada takarannya. Masing-masing memiliki kapasitas dan itu juga memberikan seberapa patutnya diperoleh. Tidak perlu risau dan galau, ada waktunya di atas, kadang di bawah, asal bukan karena gembos apalagi bocor, ya akan di dasar terus.
Tentu bukan mau sok-sokan atau menggurui, ini sih sekadar menuangkan hasil candaan di beberapa tempat yang sempat terendapkan. Bisa benar, bisa pula salah, tetapi sebagai sebuah tulisan tidak ada yang keliru.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H