Barisan sakit hati yang orangnya ya itu-itu saja. Pelakunya tidak jauh-jauh, kalah pemilu, birokrat terdepak, atau tokoh agama salah arah. Atas nama demokrasi kemudian merusak demokrasi itu sendiri. Munafik namun bangga. Ujung-ujungnya salawi, salahe Jokowi. Lha haji yang menutup arab Saudi karena pandemi, masih juga salah Jokowi, Â lha maunya ibadah haji di Monas apa?
Belum lagi media yang cenderung politis juga. Kecenderungan pemilik media menggiring pemberitaan, minimal pemilihan judul dengan kata-kata tendensius, bombastis, dan ujungnya adalah click bait, dan lebih jauh Jokowi salah. Miris sebenarnya.
Perbedaan itu tidak harus menjadi persoalan. Lha coba jika mak dan bapak sama apa ada kelahiran baru. Kan tidak. Prinsip yang abai dipegang oleh elit bangsa ini dalam mendidik masyarakat.
Normal baru harus dihadapi. Tidak mungkin tidak, tidak ada waktu lagi untuk tetap ngendon di rumah. Semua sudah harus dihadapi sebagai sebuah fakta. Persebaran yang harusnya selesai pada waktu 14 hari pertama kacau karena soal yang dibahas di atas itu. warga ndableg karena provokasi politikus miskin capaian. Jika mereka bekerja, mereka tidak akan ada waktu untuk ngoceh tidak berguna.
Badai itu pasti berlalu. Siapa yang siap akan tetap dan yang abai akan terbaiakan dan terlindas oleh zaman. Biar saja elit dan barisan sakit hati omong apa, yang jelas kehidupan dan cara baru hidup bersama perlu dijalani.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H