Copi  paste kejadian demi kejadian yang dianggap berhasil menekan pemerintah.  Isu basi yang terus diuang-ulang, komunis dan antiaseng.  Entah  akan sampai kapan anak negeri ini waras dan membangun bukan malah merusak. Masalahnya adalah virus tetapi selalu saja urusannya kedudukan presiden. menyerukan contoh Vietnam, padahal mereka komunis, kalau Jokowi yang meniru Vietnam pasti akan teriak nyontoh komunis.
Agen atau pion yang digunakan itu-itu saja. Pecatan tentara, ibu-ibu istri prajurit. Mereka mungkin sakit hati, tidak tahu harus bagaimana dan akhirnyalah dimanfaatkan elit yang hatinya lebih parah. Mereka hanya korban dan akan berujung bui, bukan elit yang memanfaatkan.
Barisan sakit hati yang tidak ikut lagi gerbong kekuasaan. Ada dua nama yang baru makin menguat, Mei dan September mereka masih enak dan ada pula yang ngarep untuk dapat jatah kue. Jusuf Kalla yang selama ini juga tahu kog kontribusinya seperti apa. pun Refli Harun seperti apa. Â menambah kekuatan barisan sakit hati yang ikut menggedor-gedor tiang bangunan utama negeri ini.
Standart ganda yang didengung-dengungkan, ini sejatinya miris, mengajarkan kepada generasi muda, anak bangsa untuk melihat perilaku munafik sebagai baik-baik saja. Miris ketika itu juga dikemas dalam bentuk label dan pakaian agamis. Di mana-mana dan mendapatkan panggung.
Kondisi yang terjadi karena alam demokrasi  usai  reformasi masih dihuni kelompok minim prestasi namun merasa menguasai negeri. Gaya feodal yang masih mau bertahan dengan maaf keberadaan diri yang minim kualitas, hanya mau menggarong saja. Siapa saja mereka, sudah pada tahu kog.
Benar pengakuan Pak Jokowi yang mengatakan, karena bukan anak kolong, bukan anak elit negeri, dan bukan pengusaha kaya raya maka dengan mudah dipermalukan. Toh itulah kekuatan yang menjadikannya tetap kuat dan tabah.
Anak negeri ini juga sebagian besar sama, namun namanya juga feodal, malah iri ketika ada sesamanya yang melompat, bukan ikut mendukung, malah menelikung karena dimanfaatkan elit maaf bodoh.
Pak Jokowi yang sabar ya, perilaku seorang bapak memang demikian. Ada anak yang memaksakan membeli motor baru padahal baru saja ayahnya di-PHK, si adik mau masuk sekolah lanjutan. Keuangan mungkin ada, namun ada yang lebih mendesak dan penting. Sikap memaksa membeli kesenangan dan melupakan kebutuhan adik dan keluarga dengan dalih itu tugas ayah.
Eh, malah istrinya pun mendukung si abang untuk beli motor baru demi mendapatkan gengsi di depa n teman arisan. Bapaknya mau mati TBC perilaku gengsi dan gaya ini tidak akan berubah. Lagi-lagi ini ilustrasi, jangan malah dijadikan bahan dan ribet lagi.
Kondisi yang memang harus dihadapi, dengan segala keadaan tidak nyaman, tidak mudah, dan segala keriuhrendahan ini. Harapan selalu harus dijaga agar tetap  ikut optimis, bukan pesimis.
Terima kasih dan salam