Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tidak Beruntungnya Amien Rais, Si Politikus Ulung

11 Mei 2020   20:23 Diperbarui: 11 Mei 2020   20:35 3299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak Beruntungnya Amien Rais

Awal tahun kembar 2020 bukan semata pandemi yang membuat meriang banyak pihak. Amien juga mengalami ketika partai yang ia inisiasi kini tidak lagi sesuai dengan skenarionya. Mirisnya kini ada di tangan besan sendiri dan di dalam gerbong yang berbeda ia harus berhadapan dengan besan dan anak. Pilihan anaknya yang berseberangan dengan anak yang lain tentu tidak mengenakkan.

Upaya mempersatukan jauh dari harapan, ketika anak-anaknya, kecuali Muntaz sebagai menantu Zulhas memilih mendukung dan ada pada kubu mertua. Miris, dengan pernyataan  adik bagi kakak, dan adik-adiknya yang mendukung Amien Rais dengan memilih keluar sebagai politikus cengeng. Mutungan, ngambegan, dan itu tidak menakutkannya. Pasti akan lahir ribuan kader lain yang lebih dewasa.

Loyalis dan barisan Amien Rais memilih opsi membentuk partai baru. Sah, legal, dan tentu wajar. Sangat mungkin demikian. alam demokrasi tidak ada yang salah. Semua dijamin UU. Miris sebenarnya jika melihat reputasi, kapasitas, dan pengalaman Amien Rais. Pendidikan, aktivitas, dan jaringanpun demikian mumpuni.

Lulusan Amerika Serikat, bayangkan saja, Jokowi kalah jauhlah jika berbicara mengenai pendidikan. Pun Zulhas bukan apa-apanya. Gus Dur pun tidak setara. Namun soal pulung siapa yang tahu. Ia yang pada 97-98 itu seolah menjadi tokoh paling gede dan sangat mungkin menjadi presiden. Aksi demi aksi ia ada, dan ketika Soeharto akhirnya tumbang. Lebih percaya diri pada masa transisi pemerintahan BJ Habibie.

Pemilu yang melahirkan PAN seolah akan menjadi gerbang ke tampuk kepresidenan. Siapa yang tidak kenal Amien Rais pada waktu itu. Kini orang yang berusia kisaran 35 ke atas akan paham bagaimana  tenarnya Amien Rais. Gaya kampanye PAN yang rapi, tertib dengan koreografi yang indah dan semarak sangat menjanjikan. Kampanye sebelumnya P3 dan PDI yang terkesan kasar, keras, dan menjengkelkan berubah jika melihat aksi PAN.

Seragam putih dengan asesoris biru, bendera putih dengan matahari biru menyejukkan. Ada hal yang baru. Parade motor pun tertib dan rapi. Tidak ada raungan knalpot, teriakan minta jalan, dan memaksakan kehendak seperti sebelumnya. Harapan besar.

Ternyata, di bilik suara mereka tidak cukup meyakinkan masyarakat untuk memiliki pemilih yang cukup untuk mengusung calon sendiri. PDI-P dengan Megawati dan  Golkar dengan Akbar Tandjung lebih kuat dengan basis suara parpol yang lebih gede. Manufer Amien bersama dengan Fuad Bawazier membuat poros tengah dan mengusung Gus Dur sebagai calon alternatif.

Mega yang sangat polos tertelikung di persimpangan atas kelincahan Amien Rais di dalam membangun berbagai-bagai narasi. PDI-P pun tidak kalah naifnya sebagai partai baru yang minim pengalaman, menghadapi teksbook ala Amien Rais dan kawan-kawan sebagai politikus teroritis. Tetap lebih menang. Salah satu tokoh yang tersingkir sebelum Mega adalah Akbar Tandjung.

Separo periode gunjang-ganjing kembali merebak, dan Gus Dur dijatuhkan oleh MPR dan Amien Rais adalah ketuanya. Megawati sebagai wakil presiden naik dengan didampingi Hamzah Haz sebagai wakil presiden yang baru. Keduanya sama sekali jauh dari kapasitas Amien.

Pemilu berikutnya Amien berjuang melalui pemilihan langsung. Toh apa daya, kalah dini terhadap pemain baru yang bernama SBY. Tidak sampai putaran kedua. Siapa sih SBY jika dibandingkan dengan Amien Rais jelas bukan apa-apanya. Ia ke luar dari panggung utama. Cukup pendiam pada sepuluh tahun pemerintahan SBY.

Oposan lebih galak dengan oposisi asli. Bagaimana PAN di bawah kendali sang besan memainkan dua kaki. Ada dalam kabinet sekaligus di legeslatif bersama KMP. Makin terlihat jelas bagaimana wajah mereka itu dibangun.

Pilpres 2019  masih sama saja. Memutuskan keluar pemeritahan, pada sisi lain Zulhas mau tetap bersama pemerintahan baru. Kongres yang dinilai Amien sebagai bak teroris itu membuat posisi Amien dengan gerbongnya kalah dan kini mewacanakan partai baru.

Miris, ketika ada seorang anggota dewan daerah tingkat dua berani mengatakan, jika barisan Amien Rais yang keluar justru sebagai sebuah berkat karena hilangnya aroma sengkuni dari PAN. Sengkunian yang demikian buruk terlepas dari PAN. Memilukan, hanya sekelas anggota dewan tingkat dua berani menilai Amien Rais seperti itu.

Partai baru yang masih berupa wacana itu, kata Amien Rais sangat terbuka pada kelompok 212 dan kawan-kawan. Lagi-lagi, bagaimana penolakan dari mereka yang ada di PA 212, padahal mereka bergadengan erat sejak 2016 hingga 2019, dan pada 2020 dengan tawaran ini pun mereka enggan.

Sudahlah Eyang Amien Rais, madeg pandhita dan menjadi guru bangsa. Nasihati generasi muda untuk maju, bukan malah membuat malu dan gaduh. Apa gak miris dikatain Sengkunian oleh kader kecil dari kacamata panjenengan. Biarlah tinta emas itu tergores sercara alamiah, tidak usah dipaksa malah menjadi masalah.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun