Tesis-Antitesis Ganjar dan Gubernur Jakarta
Pandemi ini ternyata banyak membawa berkat. Ada anugerah terselubung yang selama ini seolah tidak jelas mana yang benar dan mana yang abu-abu. Pemerintahan berjalan dengan lebih solid dan menyatakan dengan apa adanya atas apa yang terjadi. Hal yang seolah  tabu kini dikatakan dengan lugas. Tidak berarti ada perselisihan, namun apa yang ada itu ya harus dinyatakan, bukan hanya berlalu begitu saja.
Syukur bagi hidup berbangsa, kelihatan mana yang asli, mana yang KW, dan mana yang banyak  omong, atau semata mengejar kekuasaan nol prestasi. 2024 masih jauh, namun sangat terasa ada yang sudah promosi dengan jualan penanganan covid itu. Apakah salah? Oh tidak, sepanjang kinerjanya baik dan bisa dibuktikan. Apa yang dicapai, bukan semata klaim apalagi hanya katanya.
Pemerintah pusat jelas sudah mendapatkan apresiasi dari dunia bisnis. Tidak bisa disangkal, penguatan nilai tukar mata uang, investasi yang masih masuk, dan nilai eksport yang masih sempat berjalan sebagai sebuah indikator baik. Pengakuan keuangan bukan hanya sebuah klaim politis, atau pernyataan basa-basi diplomasi. Siapa sih yang bisa bicara uang dengan klaim, asumsi mentah? Keyakinan akan membawa untung.
Bicara bisnis, uang, dan ekonomi jelas soal keuntungan. Tidak ada kamusnya berbicara investasi, keuangan, dan bisnis demi rugi, macet saja tentunya berhitung iya atau tidak. Ketika roda ekonomi baik, artinya lain-lainnya benar, pada jalur yang semestinya.
Penanganan pada jalur yang tepat, politik kelihatannya ngaco, oleh investor dianggap masih relatif kondusif, hanya beberapa pihak penggaduh saja. Teriakan orang parpol pun hanya satu dua, dan dalam waktu singkat sudah hilang ditelan bumi.
Ganjar dan Laku Positifnya.
Tidak usah baca, Â jika tidak suka, tidak usah dianalisis panjang lebar pula, kalau pengin ya tulis yang dimaui, tidak perlu mengurusi tulisan Kner lain, atau mau jadi polisi moral K? Tapi ya silakan saja, hak penuh juga. Mengapa Ganjar? Karena sesama Jateng, wong Jawa, halah itu si primordial kuno, orang sudah pergi ke bulan, Mars, masih mikir suku, masuk kuburan saja.
Ganjar bekerja dengan waras. Tidak hanya klaim atau narasi ini dan itu. Apakah itu pencitraan? Bisa iya, bisa tidak. Bisa ketika ia mendapatkan citra dia pemimpin baik dan berprestasi. Nah ini apakah dia dapat? Jelaslah. Lah mengunjungi tempat-tempat yang kemungkinan terkena dampak dan kesulitan, jelas orang mengakui itu.
Panti jompo, ia becanda dengan kakek dan nenek di sana. Mau minta apa, sate lontong, dan itu bisa dicek via media sosial. Ingat pencitraan dengan positif, bukan hanya semata tampil di media, dengan segala settingannya.
Faktanya, banyak hal lain juga ia urus dengan baik, tidak hanya ketika tampil di depan media yang ia siarkan melalui media sosialnya. Pengakuan rekan yang bukan orang Jawa Tengah bagaimana ia menjawab keluhan mengenai jalan yang rusak, respon media sosial relatif cepat, sama gesitnya perbaikan jalan itu. Fakta.
Wisma mahasiswa Papua. Kunjungan dan kehadiran Ganjar di sana sebagai bapak, sebagai sesepuh, mencari tahu khabar, ngaruhke, bagaimana kondisi anak-anaknya. Air mati sekian bulan, dan langsung mengalir, tagihan dibayarkan. Tidak perlu ribet, berbelit birokrasi.
Berkaitan dengan pemerintahan pusat, Ganjar mengatakan kepada Presiden Jokowi, kalau Jawa Tengah memilih jalan rekayasa, ada upaya berbeda dengan bansos, sehingga tidak sedikit-sedikit meminta pusat. Ada upaya dan usaha sehingga bisa bagi tanggung jawab.
Ganjar yang sukses membuat investor tenang karena upah buruh terjangkau, buruh juga senang karena UMR mereka cukup untuk kehidupan di Jawa Tengah. Pengaturan semua lini yang mencoba untuk mencari keseimbangan, pengusaha suka, buruh bahagia, bisa terjadi. Sebuah hal yang seolah utopis itu pun mampu dilakoni. Ini prestasi.
Anak yang tahu bot repote bapak. Semua juga paham, Amerika Serikat saja pontang-panting untuk mengurusi itu. Jelas uang itu mutlak karena banyak warga yang terdampak tidak bisa mendapatkan pemasukan. Ekonomi ada yang melambat dan lumpuh bahkan. Ada pimpinan daerah, bahkan bukan hanya satu, mengatakan, apa-apa pusat, pusat lamban, pusat kacau, menunggu pusat. Lha buat apa ada pemerintah daerah?
Ketika uang perimbangan pusat daerah menjadi fokus, ketika bansos mengatakan tidak punya uang. Siapa yang bohong, antara pemerintah daerah atau pemerintah pusat dalam hal ini Menkeu dan Menko PMK?
Rekam jejak, siapa yang biasa membangun narasi semata tanpa bukti? Bisa ditengarai siapa yang membual dan siapa yang menyatakan kenyataan sebenarnya. Menkeu berbohong, habis dana negara. Tidak akan juga pernah menjadi pejabat di Bank Dunia. Rekam jejak dan integritas menjadi penilaian penting tingkat dunia.
Apa mungkin Menko PMK dan Menkeu kongkalikong untuk menyatakan DKI tidak punya uang, sedangkan aslinya punya? Apa keuntungannya coba? Apalagi kedua pernyataan menteri sinkrong satu sama lain. diperjelas Mensos bahwa datanya amburadul. Tambahan fakta dan bukti. Lapangan juga memberikan laporan yang sama.
DPRD DKI juga memberikan sedikit bukti, ketika mereka beramai-ramai mendukung PSI untuk mencabut commitmen fee balap tamiya, eh formula elektronik. Dana lebih dari 500 M, bisa untuk mencukupi dana untuk bansos. Jika uang ada dan baik-baik saja, tidak akan ada Gerindra mendukung PSI.
Sudah lebih dari cukup untuk melihat siapa yang mengelabui, dan mana yang benar. Menjadi aneh dan lucu, mengapa daerah lain bisa menolong warganya dengan tidak ribet? Itu kajian lain.
Keberadaan pemerintah daerah itu mengatur roda pemerintahan, sosial, budaya, dan apapun daerah itu bisa berjalan dengan tertib dan terkendali. Kerja sama dengan pemerintah pusat dalam kadar tertentu. Keuangan jika memang tidak mampu bisa meminta pusat karena memang di sanalah yang mengatur keuangan negara dari berbagai sumber.
Ternyata ada yang membantu pusat, ada pula yang hanya nyadong pusat, sama juga bapak sedang kena PHK anaknya ngotot beli motor baru. Namanya anak tidak tahu diri. Toh masih ada anak yang bisa menabung dan mengatakan, Pak gunakan celengan saya untuk membelikan motor abang dari pada ngambeg.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H