Bisa dipastikan kalau banyak kader Gerindra sedang pusing. Tidur tidak nyenyak semalam. Bagaimana bisa nyenyak tidur ketika bekal mau tidur adalah pernyataan Ketua Umumnya yang memberikan testimoni soal yang biasa mereka jadikan candaan, cemoohan, dan aneka pelecehan. Boleh merendahkan pihak lawan politik, ketika itu dalam masa kampanye.
Lha pemilu sudah selesai. Posisi bersama pemerintah, dan juga ada rekan mereka jadi menteri, kog masih saja seolah oposan. Lihat bagaimana Zon dan Rachel Maryam, paling tidak dua itu yang mewakili bagaimana Gerindra masih ada yang tidak sepatutnya berbuat demikian. Mengapa? Kerjasama yang diperlukan. Boleh memberikan masukan, bukan untuk mempermalukan, apalagi hanya mendeskreditkan keberadaan pemerintah atau malah pribadi Jokowi.
Pernyataan Prabowo bagus, sebagai seorang politikus dengan gerbong yang sangat besar. Kondisi saat ini, pernyataan adem, menenteramkan, dan menuju kerja sama itu memegang peran penting dan signifikan. Pilpres sudah usai, saatnya adalah pembangunan. Kondisi membangun tidak kondusif, bukan malah melemahkan, atau menambah kerusakan.
Beberapa hal yang patut dicermati;
Lawan politik itu bukan musuh. Tegas, jelas, lugas, dan pasti. Pemilu selesai ya selesai. Tidak berkepanjangan dengan caci maki, hujatan, dan salawi, serba salah Jokowi. Pernyataan ini jelas, Prabowo bisa mengatasi dirinya, perasaannya, dan juga kekecewaan dia dan gerbongnya.
Siapa sih yang tidak kecewa, jengkel, dan mungkin malu kalah dua kali. Segala cara sudah dilakukan, segala daya upaya dimaksudkan untuk mendapatkan kemenangan. Jenderal-jenderal terbaik, sipil kelas atas semua terlibat. Toh pemenang hanya satu.
Upaya banding ke mana-mana juga sudah dilakukan. Sayang tetap tidak mengubah hasil akhir. Hal yang masih banyak belum diterima elit dan gerbong Prabowo.
Persatuan, ini penting. Prabowo berpikir ke depan, bukan hanya berkutat pada menang kalah semata. Demokrasi menang-menang yang ditawarkan Jokowi bisa disambut dengan baik. Hal yang sangat sulit diterima oleh para pelaku demokrasi ecek-ecek, hanya berpusat pada kekuasaan, dan kursi semata.
Pemikiran besar, persatuan. Siapa yang tidak tahu bagaimana keadaan menjelang dan usai pilpres, bahkan hingga mau pelantikan. Demo silih berganti, dengan elit yang tidak berubah namun tema "perjuangannya" sama, ganti Jokowi. Bahannya berganti-ganti, tujuannya tetap.
Prabowo tidak mau terlibat dalam kerusakan. Hal yang patut diapresiasi. Bagaimana sebagai seorang cawapres, capres, dan juga mantan Pangkostrad, jangan sampai namanya ikut sangat cemar, ketika ia menjadi penyokong kerusakan bangsa ini. Negeri ini perlu pemikiran yang mau melangkah maju, bukan hanya mundur dan ribut soal kekuasaan semata.
Tungang menunggangi yang jika ditelusuri sebenarnya tidak banyak. Hanya itu-itu saja. Sejak prakemerdekaan, kemerdekaan, dan kalau tidak disadari akan terus demikian. Ideologis, ketika tidak disadari bisa ke mana-mana, karena menggunakan sensitifitas agama. Mengaduk-aduk persatuan semata, sejatinya tidak demikian. Hal yang jika dibiarkan dan membiarkan semakin kuat sangat merugikan keberadaan bangsa dan negara.
Pengakuan atas kualitas dan kebenaran sikap Jokowi, ini penting, karena sebagai seorang lawan politik paling sengit, pernyataan lawan itu memberikan dampak besar. Pujian yang bukan politis, namun tulus. Sangat berbeda. Kepentingan Prabowo hampir tidak ada. Kecuali menjelang pemilu, misalnya. Lha ini sebagaimana Prabowo katakan enam bulan.
Masa yang cukup untuk mengenal dengan lebih baik, secara langsung, dan terlibat di sana. Pengenalan Prabowo sebenarnya jauh sebelum ini. Toh sempat "terganggu" dengan keberadaan pilpres 2014.
Pernyataan Prabowo terutama untuk internal Gerindra ini menjadi penting, ketika mampu menjadikan Gerindra lebih solid. Mereka pernah kog "baik-baik" saja dalam berpolitik. Lempeng, sabar, dan menjadi konsisten. Era SBY, Gerindra bersama PDI-P biasa saja dalam berpolitik. Tidak menebarkan kekacauan, dan juga keadaan keruh. Mereka bisa dan mendapatkan posisi yang lebih baik dengan cara itu.
Kebersamaan dalam politik ternyata berpengaruh. Salah pergaulan dan salah guru ternyata berlaku dalam partai politik. Tuh Gerindra, berubah menjadi ugal-ugalan dan asal berbeda. Jauh dengan periode-periode sebelumnya.
Tidak ada yang salah dengan oposisi. Sebuah keharusan bahkan dalam alam demokrasi yang dewasa. Posisi yang pernah dijalani dengan baik dan bagus kog. Sayang memang ketika ada pergeseran peta politik oposan menjadi seolah musuh dan itu perlu diperangi dengan segala daya upaya. Penggunaan segal cara dipakai untuk menjatuhkan.
Pemurnian posisi Gerindra ke depan. Jika masih saja elit Gerindra ribut tanpa dasar, waktunya Prabowo berlaku keras. Keluar atau kritis membangun. Tidak asal bicara lagi. Jika ini bisa berlaku, bukan tidak mungkin membuat 24 adalah masanya Gerindra.
Menjaga jarak dengan sikap oposan yang tidak memberikan pencerahan pada publik. Rakyat juga harus diajari berpolitik yang lebih bermartabat, bukan hanya asal berbeda dan kemudian fitnah pun menjadi biasa.
Saatnya membangun bangsa dengan penuh martabat, demokrasi sehat, dan benar-benar adiluhung dalam hidup bersama. Pemilu itu ya lima tahun, bukan setiap saat ganti presiden. Ketika calon presiden yang berebut menang saja sudah menyatakan kebaikan dan kualifikasi presiden yang dulu dalah pesaingnya, siapa lagi yang bisa membantah coba.
Siapa yang masih memainkan narasi ganti, copot, Jokowi mundur, berarti gerbong lain yang kemarin ndompleng Prabowo dalam pemilu. Mengapa demikian? Lihat  yang ada dalam pilpres kemarin kan kubu Jokowi dan kelompok Prabowo. Ketika pemenang didapat oleh Jokowi, berarti Prabowo kalah. Saat yang kalah mengatakan pemenangnya itu baik, kog masih ada yang berbicara berbeda, berarti ada kelompok lain.
Prabowo selaku Menhan memang sudah seharusnya mengatakan itu. Â Menjaga persatuan adalah membangun pertahanan. Tanggung jawabnya yang tidak mudah dengan melihat peta yang ada.
Ideologis, jelas teroris toh masih ada. Pun pendukungnya masih tetap melakukan aksi. Lihat saja kemarin baru saja ada penembakan teroris. Mereka masih eksis. Jika persatuan lemah, susah bagi negaraa.
Politikus sakit hati, gelandangan politik, dan yang terusik kenyamananya. Mereka ini lebih sulit, karena seolah ada di dalam pembangunan ini, tetapi jiwa dan pemikiran mereka berbeda. Penegakan hukum juga terkendala karena kekuatan jaringan, uang, dan narasi yang bisa mereka belokan untuk meronrong negara. Siapa saja mereka gampang saja. Ketika apapun keputusan pemerintah salah, itulah mereka.
Elit-elit yang terbiasa memainkan narasi agama, kesukuan, dan aneka sentimen dalam mendapatkan tujuan mereka. Kelompok ini tidak banyak sebenarnya, namun memiliki jaringan dan kemampuan kuat. Sama dengan politikus sakit hati. Pengusaha, akademisi, dan kelompok mafia yang bisa berkolaborasi seolah-olah baik.
Prabowo keluar dengan jati diri yang semestinya. Menunggu waktu apakah benar berdampak minimal untuk intern Gerindra. Yang di  luar, terutama yang ideologis, kog saya rasa tidak banyak pengaruhnya.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H