Bisa benar, bisa setengah benar, bahkan ada yang sama sekali salah sekalipun tetap saja dibagikan dan diyakini kebenarannya. Kebayangkan kan orang kadang jadi bingung mana yang benar atau ada kebenaran, dan bahkan salah sekalipun, saking banyaknya arus informasi yang diberikan.
Campur aduk kepentingan, agama, politik, dan kadang hukum sekalipun. Sekalinya pejabat agama yang bicara dianggap pasti benar. Ketika bicara politik ya belum tentu juga. Latar belakang pejabat agama menjadi penting.
Bagaimana untuk kehidupan lebih baik?
Membiasakan masyarakat untuk kritis, ingat kritis membaca. Berani mempertanyakan jika ada yang berbeda atau malah bertolak belakang. Sikap ini menjadi penting, sehingga tidak mudah terombang-ambing oleh media atau kepentingan segelintir elit.
Pemuka agama, ingat bukan bicara hanya satu agama, relatif semua agama berlaku yang sama. Ketika pemimpinnya mengatakan sesuatu, lihat di belakang dan ke belakang, adakah kepentingan politik praktisnya atau tidak. Ini tidak berkaitan dengan dosa atau penistaan karena menyangkut kebenaran yang kadang sumir karena adannya kepentingan.
Lebih berdosa jika ikut sesat tanpa mau memberitahukan kebenaran yang lebih universal. Penyakit bahkan global, bukan hanya bangsa ini.
Taat azas. Jangan campur adukan agama dan ideologi berbangsa. Jika masih saja demikian, ya tidak akan beranjak jauh. Mundur terus karena saling curiga dan tidak maju-maju. Ribet dan ribut pada tataran yang sudah selesai.
Gelorakan khabar positif, kesembuhan dan harapan jauh lebih baik dari pada membahas kematian dna jenazah. Hal yang seolah ada yang menghalangi untuk melihat yang pesimis dari pada harapan baik bagi hidup bersama.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H