Lihat saja bagaimana pemerintah setiap kali mengeluarkan kebijakan akan banyak bantahan, cemoohan, dan rupa-rupa sikap pesimis. Orang dan kelompoknya ya itu-itu saja.Â
Tanpa ada solusi atau pertimbangan lebih baik. Asal bicara dan waton sulaya. Mirisnya apa yang disampaikan sama sekali tidak berdasar dengan kajian yang luas dan menyeluruh.
Peran Media. Entah ada kardus atau apa, yang jelas dalam banyak kasus beberapa media lebih mengedepankan click bait, kehebohan yang susah ditepis kalau itu adalah benar-benar berita, cenderung ada pemesan. Pesan suram dalam beberapa fakta dibesar-besarkan, diulang-ulang, dan ada keseragaman dalam nada dasarnya.
Berita buruk adalah berita bagus, sangat ditunggu-tunggu maksudnya, masih menjadi gaya bermedia, mau arus utama apalagi media sosial. Click bait, kini bukan semata media sosial atau media abal-abal, level media besar dan arus utama pun jatuh pada penghamba klik dan iklan. Hanya copas dari konferensi pers tertulis dari tokoh atau pejabat.
Media sosial dan grup percakapan. Wajar sih, perkembangan pengetahuan, pengalaman, dan pendidikan bangsa ini masih belum sepenuhnya paham bermedia sosial dengan bijak. Lebih banyak share, mengejar cepat, viral, dan mau ikut tenar. Cek dan ricek abai, baru ketika kena kasus merasa khilaf, tidak sengaja, dan atau berdalih dibajak. Â
Hal yang berkali-kali terjadi. Â Setiap peristiwa agak panas sedikit saja model demikian menggejala. Ujung-ujungnya sama saja, ganti Jokowi. Lha ini bangsa sebenarnya mau apa sih, dikit-dikit ganti Jokowi, suksesi, presiden gak becus.
Penyebab politisasi makin marak;
Adanya barisan tidak taat azas. Pemilu itu lima tahunan. Selesai, antri empat tahun lagi, persiapkan diri dengan baik dan di sana lakukan pertarungan sehat dan adil. Tidak kemudian pemilu seperti  anak kecil main kelereng kalah lari sambil membawa kelereng semuanya. Pemain politik masa kecil kurang bahagia.
Barisan sakit hati. Lha ini kelompok sok demokrasi namun ternyata tidak siap kalah. Mereka ini baik partai politik, politikus, atau mantan pejabat yang dengan berbagai-bagai alasan dan latar belakang menjadi "oposan" yang waton sulaya. Semua kebijakan negara pasti salah, dan mereka tidak memberikan tawaran solusi ataupun sebentuk data yang lebih baik.
Pola pikir dan pernyataan mereka-mereka ini digelontorkan secara masif, dan memang memikiki jaringan media sosial dan menjadi riuh rendah, meskipun sangat dangkal jika mau kritis. Pengulangan setiap ada peristiwa.
Lemah membaca apalagi paham keadaan. Kebiasaan membaca judul, membaca serampangan, dan pasti enggan melakukan pengecekan pada media lain, atau sumber yang berbeda. Kebiasaan ini yang diakai oleh kelompok di atas untuk memainkan deskripsi, narasi, dan juga kadang mengubah persepsi publik.