Ketujuh, riuh rendah, trendding di media sosial, belum tentu demikian dalam faktualisasi lapangan. Ini yang sering terbaiakan oleh pelaku politik yang mengandalkan gaungan media sosial. Memang mereka sigap dan lagi-lagi militan dalam pergerakan media sosial. Namun ya berhenti pada media saja.
Kedelapan. Pilihan para elitnya dalam bersikap tidak populer. Oposisi  itu penting, namun ketika bekerja dengan tidak populer ya mau apa lagi. Branding soal ganti presiden itu sukses bagi PKS, namun banyak yang malahmembuat mereka terpuruk. Tidak ada Fahri, malah nyaring suara Mardani dan Hidayat Nur Wahid yang keduanya malah melemahkan.
Mereka tidak melihat pangsa pasar, hanya  mengejar tema itu-itu saja. Mempertahankan suara mungkin, namun bagaimana menjalin relasi dan jaringan itu juga penting. Justru terbaca mereka lebih cenderung mengampanyekan ideologi yang berbeda. Ini jelas bumerang,
Kesembilan. Reputasi partai korup sangat susah mereka bantah apalagi lepaskan. Padahal tidak hanya mereka, hampir semua partai sama. Hanya mereka sampai top elit masalahnya, dan tidak bisa beranjak lebih jauh melepaskan bayang-bayang itu.
Kesepuluh. Kepemimpinan yang lemah. Ini jelas terasa bagaimana faksi yang ada, puncaknya gagal memecat Fahri pada periode lampau. Susah bergerak maju ketika kepemimpinan lemah, tidak ditunjang kerja tim yang bagus.
Mereka memang solid di dalam kaderisasi dan pilihan, namun ketaatan pada pemimpin tampaknya hanya pada akr rumput. Elitnya susah bisa demikian. Muda dan  bukan dari kalangan agamis sangat mungkin menjadi kendala.
Bonsai bagi PKS itu bukan oleh pihak luar, namun dari dalam sendiri. Mereka banyak aksi dan menanggapi banyak hal, namun gagal dalam lobi dan menghasilkan kader yang berkelas. Cenderung tenar ke dalam, ke luar sama sekali tidak cukup menjanjikan apalagi mumpuni.
Rekam jejak prestasi juga rendah. Mana sih, maaf kepemimpinan dari tangan kader PKS yang berbicara banyak? Ini era kerja dan prestasi. Wacana dan apalagi klaim akan ditinggalkan. Sudah ketinggalan zaman dan sudah tidak lagi mendapatkan tempat.
Belum berimbang antara ke dalam dan ke luar apa yang mereka bangun  itu. Atau komunikasi ke intern tidak akan bisa dilakukan untuk eksteren. Itu sangat mungkin.  Paham taklid jelas tidak berlaku untuk pihak di luar mereka.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H