Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Belajar dari Bupati Karawang dan Rapid Test untuk DPR-RI

25 Maret 2020   09:25 Diperbarui: 25 Maret 2020   09:41 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bupati Karawang positif covid-19. Di tengah acara, pidato lagi turun karena sesak nafas. Tidak akan bisa bersembunyi atau disembunyikan. Dan benar hasilnya positif. Menilik aktivitasnya, luar biasa. Menyangkut publik dalam skala besar. Acara Hipmi, kongres Demokrat, dan pelantikan kades. Semua mengumpulkan orang.

Wajar sih, pengusaha, bupati, dan pastinya anggota ormas atau parpol. Aktivitas tinggi dan juga melibatkan publik. Ada tiga acara besar yang bisa dijadikan tilikan, bagaimana potensi pandemi ini ke mana-mana.

Acara HIPMI, tanggal  9 Maret, kata Gubernur Ridwan Kamil ini adalah orang ketujuh yang positif covid-19. Potensi orang yang ada dalam satu ruangan untuk tertular sangat besar. Intensitas persinggungan badan jelas banyak. Misalnya menggunakan mikrofon, kebiasaan memegang dan mengelap mulut atau mata juga cukup terbuka.

Kongres Demokrat. Lebih gede lagi pesertanya. Selain lagi-lagi mikrophone, lebih kental aroma kebiasaan partai ini cipika-cipiki. Sangat terbuka kemungkinan adanya perpindahan virus. Selain salaman mereka sangat biasa pelukan dan ciuman pipi. Baik ketika kondisi normal.

Jumlah yang gede, kebiasaan partai, dan juga aktivitas yang berasal dari mana-mana. Mau daerah hijau, kuning, dan merah berkumpul jadi satu. Mirisnya mereka akan pulang juga ke kawasan yang sangat mungkin warnanya berbeda. Lagi-lagi ini soal potensi yang bisa berubah jadi aktual.

Menarik, kala Demokrat merasa baik-baik saja dan menuding pemberi izin, dalam hal ini Anies Baswedan sebagai gubernur. Lucu dan luar biasa dalih yang ada. Wong sama-sama tahu kog. Tidak bisa juga menuding gubernur bertanggung jawab. Pun tidak bisa melepaskan begitu saja. Melihat rekam jejaknya sih saya piki Demokrat yang terjebak dalam narasi selanjutnya.

Palantikan kades. Lagi-lagi kumpulan massa. Mau elit atau bukan, pokoknya kumpulan ya sangat mungkin menjadi benih-benih perpindahan yang masif. Entah apa pertimbangannya, sehingga memutuskan pelantikan itu terjadi. Dan terbukti sesak nafas itu salah satu indikasi kuaat covid positif. Dan hasilnya benar adanya.

Pelaku politik memang akan menampilkan citra baik-baik saja. Seolah semua tertangani, tidak ada masalah. mau sakit, hujan badai, dan teror pun tidak akan menjadi pertimbangan. Apalagi menjelang pemlihan lagi. Semua daya upaya dilakukan demi meraup suara dalam banyak acara. Apakah abai kesehatan? Sangat mungkin.

Masih normal sih, ketika aksi sana sini dalam koridor normatif, aktivitas pekerjaan, politik, pun kegiatan yang berkaitan dengan tugasnya. Hampir semua pemain politik juga sama. Hanya ini soal pembelajaran. Tahu diri dan tahu batas.

Pemerintah sejak lama  menganjurkan pembatasan interaksi sosial. Yang masih lolos dan tidak bisa dipersalahkan hanya yang pertama, tanggal 9 Maret itu, belum ada pernyataan resmi. Tanggal yang kedua dan ketiga berarti sikap abai dan malah cenderung ceroboh. Apalagi yang ketiga. Kalau kedua, bisa lah mengatakan ikut atasan, toh dapat izin.

Bayangkan berapa banyak yang sangat mungkin terkontaminasi. Asumsi paling kecil saja, jika empat orang dalam lingkaran terkecil masing-masing pernah bertemu, berinteraksi, dan mungkin berjabat tangan atau cium pipi, berapa banyak yang terjangkit. Dan mereka mungkin tidak ada tanda-tanda, tapi sangat mungkin menularkan.

Belum lagi yang bertemu dengan orang yang kedua atau ketiga. Ini lho alasan pembatasan interaksi sosial. Ternyata tidak dipahami dan dijalani dengan baik oleh elit malahan. Bagaimana bisa orang biasa kemudian mau taat. Alasan mereka ini kan bukan karena hidup harian. Bisa saja banyak orang yang mau  ngaso di rumah, namun tidak akan bisa makan.

Rapid Test untuk DPRRI dan Keluarga

Melihat pejabat pusat dan daerah bertumbangan, memang sangat wajar jika DPR melakukan tes corona. Presiden memang sudah memutuskan bukan untuk DPR, utamanya untuk tenaga kesehatan dan orang-orang yang menunjukkan gejala di mana kota tersebut telah masuk zona merah. Atau orang yang pernah berinteraksi dengan kota dan orang yang positif.

Jangan sampai peristiwa Bupati Karawang ini menjadi dalih pembenar misalnya Demokrat minta test itu tetap berjalan. Mengapa tidak patut?

Anggota dewan kontrubusinya minim dalam pembicaraan corona ini. Itu jelas melemahkan permintaan jika ada. Mereka seolah ngumpet, lha kapan kena? Jika kena itu banyakan urusan pribadi jalan-jalan atau urusan partai, bukan tanggungan negara.

Mereka mampu melakukan test mandiri. Jadi rapid test biar untuk yang benar-benar prioritas. Gaji dan tunjangan mereka lebih dari cukup, untuk mengurus diri dan keluarga mereka. Jangan lagi bebani negara dengan apa yang bisa mereka tanggung.

Interaksi mereka bukan garda terdepan. Pun perumahan mereka relatif lebih aman. Lebih banyak yang mendesak dan prioritas untuk diperiksa. Benar bahwa tidak semua anggota dewan cuma pasif, aktivitas ada yang sangat tinggi, seperti bupati itu. Tapi alasan di atas bisa menjadi sebuah tawaran menolak test yang dibeayai negara.

Ini bukan berarti abai atau tidak menghargai dewan, bukan, tapi ada pilihan lain yang lebih mendesak. Lebih banyak orang yang masih memerlukan bantuan dan test itu.

Lebih mendesak dan penting adalah  kesadaran bahkan oleh elit untuk taat aturan yang sudah dibuat. Lha untuk apa diputuskan pembatasan interaksi sosial, bahkan kini fisik jika tidak ditaati. Tidak soal sombong atau beriman, ini soal kemungkinan yang bisa salah bisa juga betul. Mengambil salah satu juga tidak ada salahnya. Siapa yang bisa memastikan sih karena virus yang sangat sangat kecil ini?

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun