Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Belajar dari Bupati Karawang dan Rapid Test untuk DPR-RI

25 Maret 2020   09:25 Diperbarui: 25 Maret 2020   09:41 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belum lagi yang bertemu dengan orang yang kedua atau ketiga. Ini lho alasan pembatasan interaksi sosial. Ternyata tidak dipahami dan dijalani dengan baik oleh elit malahan. Bagaimana bisa orang biasa kemudian mau taat. Alasan mereka ini kan bukan karena hidup harian. Bisa saja banyak orang yang mau  ngaso di rumah, namun tidak akan bisa makan.

Rapid Test untuk DPRRI dan Keluarga

Melihat pejabat pusat dan daerah bertumbangan, memang sangat wajar jika DPR melakukan tes corona. Presiden memang sudah memutuskan bukan untuk DPR, utamanya untuk tenaga kesehatan dan orang-orang yang menunjukkan gejala di mana kota tersebut telah masuk zona merah. Atau orang yang pernah berinteraksi dengan kota dan orang yang positif.

Jangan sampai peristiwa Bupati Karawang ini menjadi dalih pembenar misalnya Demokrat minta test itu tetap berjalan. Mengapa tidak patut?

Anggota dewan kontrubusinya minim dalam pembicaraan corona ini. Itu jelas melemahkan permintaan jika ada. Mereka seolah ngumpet, lha kapan kena? Jika kena itu banyakan urusan pribadi jalan-jalan atau urusan partai, bukan tanggungan negara.

Mereka mampu melakukan test mandiri. Jadi rapid test biar untuk yang benar-benar prioritas. Gaji dan tunjangan mereka lebih dari cukup, untuk mengurus diri dan keluarga mereka. Jangan lagi bebani negara dengan apa yang bisa mereka tanggung.

Interaksi mereka bukan garda terdepan. Pun perumahan mereka relatif lebih aman. Lebih banyak yang mendesak dan prioritas untuk diperiksa. Benar bahwa tidak semua anggota dewan cuma pasif, aktivitas ada yang sangat tinggi, seperti bupati itu. Tapi alasan di atas bisa menjadi sebuah tawaran menolak test yang dibeayai negara.

Ini bukan berarti abai atau tidak menghargai dewan, bukan, tapi ada pilihan lain yang lebih mendesak. Lebih banyak orang yang masih memerlukan bantuan dan test itu.

Lebih mendesak dan penting adalah  kesadaran bahkan oleh elit untuk taat aturan yang sudah dibuat. Lha untuk apa diputuskan pembatasan interaksi sosial, bahkan kini fisik jika tidak ditaati. Tidak soal sombong atau beriman, ini soal kemungkinan yang bisa salah bisa juga betul. Mengambil salah satu juga tidak ada salahnya. Siapa yang bisa memastikan sih karena virus yang sangat sangat kecil ini?

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun