Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Belajarlah Sampai ke Negeri China, Jangan Sekali-kali ke Jakarta

13 Maret 2020   13:54 Diperbarui: 13 Maret 2020   13:49 1146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pepatah yang sangat baik, dan ada bukti sahih hingga hari ini. Bagaimana China dalam hitungan bulan bisa mengatasai wabah corona dengan baik. Selain berbicara mengenai virusnya, namun juga bagaimana mereka merespons, menjawab persoalan itu dengan cepat namun jitu. Soal rumah sakit darurat yang demikian sigap dibangun.

Masker kurang dan ada mahal, buat pabriknya. Relawan datang dengan benar-benar sukarela, bukan bayaranwan yang banyak ngarep seperti relawan politik bangsa ini.  Setelah keadaan membaik mereka diberikan layaknya upah, mereka menolak. Negara membutuhkan kami, dan itu yang bisa kami lakukan. Salut dengan pilihannya yang tidak mengatasnamakan perintah Tuhan, namun kemanusiaan yang menjadi rujukan mereka.

Tentu bukan dalam maksud merendahkan Tuhan dan Ketuhanan, namun bagaimana orang mabuk Tuhan dan agama sehingga menjauhkan dari kemanusiaan dan  seolah yang dunia ini buruk semua.  Mengejar yang ilahiah, eh malah abai yang manusiawi. Ini soal sikap mental dan memahami perintah agama sepotong-sepotong.

China yang sudah bisa mengatasi covid19 dengan sikap mental positif, kini bergerak untuk ganti menolong negara lain. Lagi-lagi sikap  positif yang dikembangkan. Keberanian untuk berbagi, bukan untuk menari di atas derita orang atau pihak lain. Miris bukan, ketika di sini yang demikian mengagungkan Tuhan dan ajaran agama, eh malah cenderung picik, jahat, dan mata doitan.

Beberapa hal yang patut dilihat untuk tidak belajar ke Jakarta adalah:

Harga masker mahal, persediaan susah dicari. Ketika Surabaya bisa membagian gratis, eh Jakarta menjual dengan harga tiga kali lipat lebih. Katanya karena pembelian sudah mahal. Aneh, pemerintah membeli dari spekulan. Kog lucu?

Surabaya setingkat kota, APBD jelas lebih kecil saja bisa membagikan dengan gratis. Mengapa Jakarta yang leih gede malah menjual dengan harga seperti spekulan. Padahal marketplace sudah mengultimatum pelapak untuk menjual normal. Pemda lebih dodol dari pada penjual online.

Mengatakan genting. Lha sudah tahu warga Indonesia parnoan, bukannya menenteramkan malah mengatakan yang menakutkan. Beda dengan gubernur lain yang mengatakan tenang, bisa diatasi.  Aneh pemilihan kata untuk menyikapi keadaan.

Lebih lucu dan aneh, ketika demonstrasi dapat izin, padahal tidak mendesak juga tema yang diangkat. Padahal CFD dibatalkan, karena alasan kegentingan covid19. Apa bedanya kerumunan CFD dan demo? Padahal demo jelas lebih melelahkan dan mengeluarkan banyak energi yang bisa membuat orang lebih rentan tertular penyakit. CFD itu menggembirakan dan potensi menyehatkan.

Tiba-tiba mengatakan jika KRL menjadi tempat yang sangat potensial menjadi tempat penyebaran virus. Secara teori dan teknis memang benar. Namun kan perlu kajian dan komunikasi bagaimana dampak yang bisa terjadi. Ini tidak, langsung mengeluarkan pernyataan sepihak.

Ketika KRL keberatan, dan ternyata tidak juga berdampak, mengatakan itu hanya simulasi. Yang genting itu bukan covid19 ternyata tapi otak pemangku kepentingan Jakarta. Bagaimana seenak perutnya sendiri mengatakan ini dan itu.

Menyatakan akan menanggung beaya penderita, padahal negara sudah jauh-jauh hari membeayai penderita yang dirawat. Lha apa tidak baca atau sok tahu sih gubernur satu ini?

Mendapat teguran dari Menkominfo bahwa daerah tidak perlu membuat layanan situs web mengenai corona. Kemenkes menjadi rujukan utama. Dan pemrv sok-sokan membuat, dan tiba-tiba mengaku diserang dan tidak lagi bisa diakses.

Ngotot soal balap mobil formula-e, dan tibatiba batal tanpa adanya kejelasan. Benar adanya convit, namun dana dan persiapan yang sudah dikeluarkan perlu kejelasan. Malah sok-sokan pula membuat hal yang di luar kewenangannya.

Begitu banyak ketiba-tibaan yang sangat tidak rasional. Makanya tidak usah belajar ke Jakarta, terus saja ke China, dari sana banyak pembelajaran positif yang bisa dipetik. Tentu ini bukan soal cinta aseng atau asing, namun karena kualitas dan hasil yang lebih baik dan menjanjikan.

Ke mana suara Anies Baswedan dan TGUPP mengenai anak yang bunuh diri di sekolah lho. Ini kemampuan dasar Anies padahal. Diam seribu bahasa.

Atau juga gadis NF, di mana anak diduga melakukan pembunuhan terhadap anak. Lagi-lagi dasar Anies Baswedan sebagai  pelaku dunia pendidikan diam seribu bahasa. Aneh dan lucu, satu katapun tidak terucap.

Artinya apa?

Semua adalah panggung politik Anies Baswedan dan kawan-kawan untuk mendapatkan ketenaran. Sayang bawa apa yang sudah ia lakukan selama ini adalah kegagalan mutlak. Pembelaan  demi pembelaan yang diberikan tidak berdampak. Hanya kata-kata kosong dan tidak mutu.

Jika memang hebat dan berkualitas itu tidak usah mbungungi soal corona, tuh urus banjir. Jangan kaget ketia hujan lagi, bingung, panik, dan mau menyalahkan corona juga jangan-jangan?  Kapasitas Jakarta saja sok-sokan mengurus negara. Hoooi Jakarta saja amburadul, tidak usah melakukan yang tidak mampu.

Ketiadaan visi dan gagasan yang mau dilakukan. Ingat banjir masih bisa datang lagi. Lucu dan aneh malah memikirkan yang bukan kewenangannya. Jauh lebih gede, mendesak, dan penting ya soal naturalisasi sungai dan kawan-kawannya. Jangan sampai hujan yang sejenak rehat ini kemudian datang lagi dan kacau lagi.

Semua sudah ada tugas masing-masing, jadi mendikbud saja dipecat, tidak usah sok-sokan menjadi menteri kesehatan. Jauh dari kapasitas dan kemampuan. Sudah lah politik 24 masih jauh, belum tentu juga lolos sampai selesai.

Miris melihat perilaku Anies Baswedan dan teman-temannya ini, kalau menghambur-hamburkan uang kog pinter, kreatif, dan cerdas luar biasa. Tapi kinerja kog nol besar.  Ke mana ya dewan Jakarta kog diam saja sih?

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun