Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pisah Kamar agar Tidak Incest dan Renang Bareng Bisa Hamil

22 Februari 2020   20:26 Diperbarui: 23 Februari 2020   04:49 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pejabat negara. (sumber: KOMPAS/DIDIW SW)

"Ini sangat miris. Apa yang menjadi pertimbangan tidak masak malah memberikan dampak riuh rendah tidak menyelesaikan masalah." 

Dalam sebuah bahasan Kompas kisaran tahun 2008/9, persisnya saya lupa, membahas seorang ibu dengan anak lebih dari lima belas. Antara 18 ata 20-an, lupa. 

Si ibu kuat ini, konon malama melahirkan pagi sudah berkeliling menjajakan jajan. Tiga periode jalan, masing-masing beda arah dengan jarak tiga kilo meter.

Suaminya pengemudi becak. Ia tidak bisa mengikuti program KB dengan berbagai alasan. Nah saking banyaknya si anak ini, jelas rumahnya tidak muat. Pernah menantunya salah maaf mau berbuat intim dengan istrinya malah menindih ibu mertuanya. Kisah satu.

Kisah dua, masih cukup panas, bahkan kasusnya belum tuntas. Seorang gadis SMA, mengajak adiknya kelas enam SD untuk berhubungan badan dan hamil. 

Bayinya dibuang. Kondisi rumah sepi, kafrena ibunya ke sawah dari pagi sampai sore. Si bapak sudah bercerai. Tidak ada televisi pun ponsel cerdas. Soal asal usul pornografi masih sedang diselidiki. Ini kisah kedua.

Kisah ketiga, ini benar-benar pertanyaan anak SMA, benarkah berboncengan motor, duduk sangat rapat dan renang bisa menyebabkan kehamilan. 

Iya benar bisa, secara teknis. Adanya pertemuan sperma dan sel telur itu sangat mungkin. Namun melihat media yang ada, air, apalagi jok, apa sanggup sperma bertahan dan melaju menuju sel telur.

Sering dalam ksah hubungan sedarah, bukan karena kamar terpisah atau tidak. Memang soal kamar memang menjadi salah satu hal yang penting. Namun jika level DPR-RI mengambil simpulan sembrono seperti ini, wah yo ribet. Mengapa?

Berbagi faktor bisa menjadi penyebab hubungan sedarah. Memang kamar atau rumah yang tidak memadai bisa menjadi faktor. Namun jauh lebih cerdas, berkelas, adalah jika bukan soal kamar.

Namun, penghargaan mengenai kebertubuhan dan itu juga soal seksualitas. Berdasar kisah pertama, toh tidak jadi ketika itu tahu bukan pasangan yang dikehendaki. Kamar bukan menjadi alasan.

Kisah kedua juga memperlihatkan ini bukan soal kamar, namun pengasuhan yang longgar. Asumsi soal kamar belum mendapatkan faktualisasi yang mendesak untuk menjadi rujukan sekelas RUU. Malah nyatanya hotel bintang lima menjadi tempat hubungan yang menjadi riuh rendah karena juga melibatkan sekelas anggota DPR RI. Artinya soal tempat itu bukan dasar persoalan.

Malah kecenderungannya akan memberikan pembenar untuk memisah-misahkan semua hal sesuai jenis kelamin, ketika tidak lama kemudian ada pernyataan renang bersama bisa menyebabkan kehamilan.

Ini sangat miris. Apa yang menjadi pertimbangan tidak masak malah memberikan dampak riuh rendah tidak menyelesaikan masalah.

Kebertubuhan. Ini soal seksualitas. Pendidikan seksualitas menjadi penting, sehingga orang menghargai lawan jenis dengan semestinya. Tidak ada laki-laki tanpa dilahirkan perempuan. Pun tidak akan lahir perempuan tanpa adanya laki-laki. Ini soal kisah penciptaan Yang Maha Sempurna telah merancang demikian.

Penghargaan semua jenis kelamin sebagai yang setara, maka ada emansipasi perempuan, dan juga kementrian yang mengurus soal perempuan. Mengapa? Karena selama ini, posisi perempuan itu ada pada posisi yang masih cukup tidak mendapatkan perhatian. Tidak perlu menyampuradukan ajaran dan budaya lain dalam tata hukum positif yang sudah ada dan baik-baik saja.

Ranah privat, soal kamar itu, pun belum tentu semua keluarga mampu menyediakan kamar yang representatif. Dan itu belum ada kajian yang menyimpulkan kasus incest karena kamar yang dicampur. 

Akan berbeda, misalnya, jika memang sudah ada penelitian dan menyatakan 80% sah bahwa karena kamar yang tidak dipisah menyebabkan hubungan sedarah.

Faktanya, rumah tipe 36 atau bahkan 21 bahkan kontrakan yang lebih kecil masih banyak, dengan anak tiga, bahkan sudah ada yang berkeluarga dan di sana juga. 

Toh tidak juga terjadi incest. Ini lagi-lagi juga bukan hasil riset mendalam, hanya melihat fenomena juga. Namun jika berkaitan dengan UU kog asumsi dan fenomena, lha yo piye?

Pendidikan moral, agama, spiritualitas, jauh lebih menjawab dari pada sekadar usulan kamar. Menyangkut banyak segi soal ini. Orang tidak lagi menjadi munafik, taat azas dan aturan, malu melanggar hukum, juga malu jika melakukan incest tentunya. Jauh lebih mendasar.

Lha mau bagaimana, orang korupsi saja menilai sebagai rezeki, apakah perlu dipisahkan otak maling dan yang bukan? Susah bukan? Dan jelas lebih pas adalah pendidikan moral.

Penghargaan pada lawan jenis, kebertubuhan. Ini mutlak. Dan toh keterangsangan juga bisa diatur kog, manusia bukan hewan yang lihat sergap kog. Ini juga pendidikan. Jika orang terbiasa mengatur hidupnya, termasuk penis dan vagina juga akan teratur.

Termasuk juga berenang. Apa iya orang renang mesti mengeluarkan sperma. Ataukah sudah dol sehingga spermanya jalan-jalan sendiri. Hal-hal yang susah diterima nalar. Ini hanya kasus khusus bahkan sangat-sangat khusus. Mosok sih renang bisa mengeluarkan sperma.

Lagi-lagi ini soal pengaturan diri, mosok melihat lawan jenis langsung keluar nafsu. Lha ada beda dengan kambing jantan yang musim kawin jika demikian? Miris lah jika berpikir orang berpendidikan, kedudukan tinggi, namun menguasai sebagian kecil badannya saja kuwalahan.

Kedewasaan, dewasa bukan hanya usia, namun juga mengatur libido. Jika mampu mengatur dan menjadikan libido sebagai bagian utuh hidup tidak akan ribet. Wong nafsu itu juga penting. Bagaimana bisa ada generasi baru tanpa gairah.

Energi bangsa ini habis terkuras hanya untuk pernyataan-pernyataan yang nilainya minus. Masih banyak keprihatinan lain, namun malah sama sekali lepas dari pembicaraan. Jika karena tidak mampu, sangat memilukan, jika enggan, mengapa?

Terima kasih dan salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun