Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pansus Jiwasraya Ala Demokrat, Layu Sebelum Berkembang?

19 Januari 2020   16:00 Diperbarui: 19 Januari 2020   16:11 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pansus Jiwasraya ala Demokrat, Layu Sebelum Berkembang?

Cukup menarik apa yang disampaikan Demokrat yang begitu bersikukuh, untuk memanjakan keberadaan Jiwasraya. Wajar persoalan pelik yang sangat mungkin ikut menyeret-nyeret masa lalu, dan Demokrat ada di sana. Seberapa kuat peluang bisa terbentuk dan menghasilkan rekomendasi dan kemudian memberikan dampak?

Sejarah perpolitikan bangsa ini, sependek pengetahuan belum ada panja yang benar-benar memberikan efek yang signifikan dalam  menyelesaikan persoalan. Apalagi ini adalah adanya potensi, salah kelola, dan bisa pula adanya korupsi. Sejarah sudah memberikan pesimisme, tersendiri.

Keberadaan Demokrat yang sangat minim berkontribusi di dalam kebersamaan dengan partai lain dalam banyak isu, susah memberikan dampak yang cukup berpengaruh. Hanya Demokrat semata kelihatannya yang memiliki kepentingan dan kegentingan. Bayangkan saja berapa kursi saja di sana, sedangkan posisi lain, PDI-P misalnya dengan koalisi mereka, belum lagi Gerindra yang ada di pemerintahan.

Demokrat, selain sepi dari kebersamaan dengan partai lain dalam isu-isu besar, mereka juga tidak memiliki kader mumpuni yang ada di dalam dewan. Figur berpengaruh sama sekali tidak ada. Belum lagi unsur pimpinan mereka tidak juga mempunyai. Susah melihat ini sebagai upaya yang akan bisa menjadi bola salju yang bergulir dan bisa memberikan perubahan untuk penyelesaian.

Sangat mungkin, bahwa ini hanya posisi tawar politis, melihat adanya elit-elit partai politik sedang gerah karena adanya panggilan dan isu KPK. PDI-P dengan isu penggeledahan yang meliar dan PAN dengan mangkirnya pemanggilan. Jelas sangat mungkin digunakan untuk  Demokrat untuk memainkan posisi tawar politis.

Partai lain cenderung tidak memiliki kepentingan sepertinya halnya Demokrat. Keberadaan Golkar dan PKS sebagai sahabat mereka pada masa lalu sangat mungkin malah kini cuci tangan dan pura-pura tidak tahu. Toh mereka diam saja tidak memberikan reaksi yang cukup kuat, jika kemungkinan  mereka akan ada pada kubu yang sama.

Demokrat toh hanya bersih dalam slogan dan kata-kata. Nyatanya berapa banyak bahkan level elit yang antri dalam pemanggilan KPK, terdakwa, dan bahkan terpidana. Mereka semua terbukti seperti apa berbuat dan tidak ada nilai pembenar yang bisa membuktikan bahwa Demokrat bersih dan tidak tahu apa-apa. Minimal  boleh dong prasangka bersalah, karena toh selama ini slogan praduga tak bersalah sering dipakai untuk mengelabui semata.

Apa yang disampaikan Demokrat cenderung berlebihan. Ini soal hukum, manajemen, dan tata kelola keuangan. Jelas ranahnya, mengapa harus dibawa-bawa pada posisi politis. Kecenderungan untuk mempertahan dan membela diri sangat kuat.

Sejatinya secara pribadi suka juga jika ini adalah upaya dan bentuk lain untuk bebersih negeri. Kejaksaan dengan hukum positif, dan dewan dengan penyelesaian politis, asal benar-benar terjadi. Jangan sampai  malah menjadi penyelesaian dagang sapi, di mana saling sandera kepentingan. Penyelesaian yang tidak lagi tepat di mana negara sedang melaju dengan banyak hal positif namun juga banyak korupsi yang tidak selesai.

Jangan sampai bahwa membela diri dengan model politik juga sama dengan masa kampanye ketika berteriakn kardus dan kartu tercoblos tujuh kontainer hanya omong kosong dan menguap begitu saja. Hal-hal yang selalu terulang, riuh rendah namun miskin esensi dan solusi.

Pejabat dan elit itu berbeda dengan tongkrongan di warung hiks yang tidak membawa dampak. Lha ini omong seolah asal njeplak, dan kemudian pura-pura lupa.  Energi bangsa ini habis untuk membicarakan hal-hal sepele. Negara lain berlomba dalam prestasi eh  kita hanya bicara sensasi dan seremoni yang miskin esensi itu.

Penegakan hukum harus konsisten dan tegas tanpa pandang bulu, bagaimana bisa orang karena elit bisa berbicara seenaknya dan tidak ada konsekuensi hukum, padahal itu kadang fitnah dan tidak berdasar. Lagi dan lagi hal yang terulang dan berulang. Latihan bertanggung jawab, bukan asal menjawab.

Tidak anti panja atau penyelesaian politis, namun biarkan kejaksaan bekerja dan kemudian peradilan dikawal dengan baik, sampai mana kebenaran yang  lebih obyektif, bukan semata politis dan ada yang berkorban dengan memasang badan dan siap jadi tameng. Kan akan terbukti mana yang benar, mana yang salah, dan mana yang hanya spekulasi. Ribet dan ribut saja nantinya jika banyak aksi namun minim esensi.

Sayang Demokrat jika hanya sekejab melambung dan kemudian hilang. Seperti balon yang hanya bertahan sebentar karena memang lemah dalam banyak hal. Kecenderungan SBY sentris membuat babak belur partai ini dalam banyak isu dan persitiwa. Semakin berteriak mempertahankan diri sama juga mengampanyekan diri dalam kemunduran.

Jauh lebih efektif energi Demokrat digunakan membangun partai, memilah dan mimilih kader untuk pilkada serentak 2020 yang sudah menjelang. Atau mau menjadikan Demokrat dan AHY sebagai apa ke depan. Ini jauh lebih penting dan mendesak dari pada membela diri yang malah seolah bunuh diri. Susah melihat pansus ini bisa berjalan plus susah melihat ini kampanye positif bagi Demokrat dan Yudhoyono. eLeSHa.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun