Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jiwasraya, Asabri, dan Politik "Tiji Tibeh", Bagaimana Peran BPK?

17 Januari 2020   19:31 Diperbarui: 19 Januari 2020   06:40 1501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi saham (KOMPAS/Heru Sri Kumoro)

Kemarin, rekan yang dulu menawarkan asuransi, kakaknya agennya, mengatakan mau menutup keanggotaan, karena bapaknya marah, melihat asuransi pelat merah saja kacau. Wajar juga jika khawatir karena memang keadaannya demikian.

Persoalan awalnya keuangan dan kesalahan manajemen, melebar ke arah politis. Sangat menarik dan menjadi bagus bagi perkembangan bangsa dan negara. Mengapa demikian? Bebersih, bukan lagi malah saling belit karena sama-sama memiliki persoalan di masa lalu.

Pernyataan pemerintah jelas membawa semua ini ke ranah hukum. Penegakan hukum baik kejaksaan ataupun kepolisian.

Ada yang menarik mengapa tidak KPK? Dan ada sebagian pihak yang malah cenderung memainkan arah politik. Beberapa hal menarik dilihat lebih jauh.

Demokrat mendorong pansus di dewan untuk mengusut dan menyelesaikan persoalan ini. Reaksi atas pernyataan Jokowi yang mengatakan bobroknya lembaga ini sejak 10 tahun lalu.

Langsung politik baperisme hadir dan menyatakan biar kalau semua balik badan kami tanggung, kata SBY. Menarik, BPK pun mengatakan jika 2006, jelas siapa presidennya, ada rekayasa laporan keuangan.

Petinggi-petinggi era itu pun ramai-ramai menyatakan baik-baik saja. Artinya ada dua pernyataan yang bertolak belakang. Elite dan pejabat masa itu mengatakan baik-baik saja.

Padahal BPK sebagai pemangku dan penanggung jawab audit keuangan, bahkan level kedudukannya ada dalam UUD, bukan semata UU, berarti sangat kuat dan kredibel menyatakan sebaliknya. Benar bahwa orangnya berbeda di 2006 dan yang sekarang, toh lembaganya sama, tugas dan wewenangnya sama, pun pasti ada data di sana.

Miris jika menggunakan kasus ini dalam pansus. Mengapa?

Berapa kali sih pansus itu berdampak dalam penyelesaian masalah? Timbul masalah baru, iya. Apalagi ini yang menginisiasi partai semenjana, bukan pemenang seperti masa lalu. Tidak akan banyak dampak baik dan demi kepentingan hidup berbangsa apalagi rakyat secara langsung.

Jauh lebih realistis mendorong ke ranah penegakan hukum, baik kejaksaan, kepolisian, atau KPK. Jauh lebih menggembirakan jika mereka bertiga lembaga ini melakukan kolaborasi. Bukan hanya memegang kelas lapangan dan memasang badan pada pihak tertentu.

Masalahnya adalah apakah akan sampai ke sana, hingga akar dan dahan paling tinggi terkena semua? Pesimis. Paling-paling juga seperti yang sudah-sudah.

Pembicaraan pansus malah jauh lebih tidak yakin lebih baik. Kemungkinan saling sandera kasus masing-masing parpol jelas lebih mungkin. Ingat produk politik, bukan produk hukum yang terjadi di dewan.

Politik tiji tibeh (mati siji, mati kabeh/mati satu, mati semua), mungkin sadis dan lebay. Namun menjadi penting bagi negara yang sedang menuju peradaban baru namun dikelola orang-orang dan lembaga yang identik di dalam memahami korupsi.

Ketika seolah PDI-P dan Demokrat sudah berhadap-hadapan dengan keadaan yang seimbang, patut didorong oleh gerakan massa agar mereka masing-masing membuka borok rival. Demi bangsa dan negara yang lebih baik.

Bagaimana mereka bukan hanya klaim bersih, nyatakan dan buktikan bersih, jangan hanya sikap saling curiga, sindir, dan menuding saja. Buktikan borok itu ada, dan pihak yang dituding borokan buktikan memang bersih. Sederhana bukan?

Diperkuat lagi pemanggilan Zulkifli Hasan ketua PAN untuk kasus alih lahan oleh KPK, sayangnya mangkir. Jika ini juga memang terbukti dalam keadaan berkasus, saatnya memang bebersih secara menyeluruh. Kinerja sinergi KPK, kejaksaan, dan kepolisian demi negara lebih baik dan maju.

Ini juga senada dengan pernyataan Presiden yang mengatakan periode kedua tidak ada beban. Kali ini bukan hanya pernyataan namun waktunya pembuktian. Sudah dibuka harus diselesaikan, bukan dilupakan.

Menarik ditunggu, sampai seberapa jauh. Pesimis sih akan segarang di media, ketika berhadap-hadapan.

Peran BPK. Menarik juga keberadaan lembaga vital ini. Bagaimana mereka selama ini anteng saja melihat keadaan negeri yang riuh rendah dengan maling berdasi. KPK saja yang menjadi sorotan dan tudingan setiap kasus. Padahal posisi BPK jauh lebih kuat dan tua.

Bagaimana keberadaannya yang sekian lama dalam pemerintahan Orde Baru hanya parkir dari para mantan menteri dan orang-orang presiden waktu itu. Kinerja juga sama sekali tidak ada.

Era reformasi, era keterbukaan dalam segala bidang. Sayang BPK memberikan pembuktian yang sangat minim. Lihat saja bagaimana penilaian lembaga dan pemerintahan daerah dengan WTP namun tidak berselang lama kemudian pimpinan lembaga atau daerah itu terkena OTT. OTT lho, artinya tangkap tangan.

Ada sebuah skenario dari lembaga atau pemda dengan laporan yang bisa diaudit dan WTP namun OTT. Ke mana pertanggungjawaban moral pemberi WTP itu, atau yang salah yang OTT. Toh banyak dipengadilan memang terbukti, berarti WTP dan lembaganya yang diragukan. Toh tidak pernah ada yang membahas dan apalagi menuntut.

BPK juga mengatakan kalau dalam kasus Jiwasraya ada laba semu sejak tahun 2006. Mereka tahu itu tentunya, atau pura-pura tidak tahu, atau tahu namun diam saja?

Ini menarik, mosok ada kerugian dan perilaku demikian diam saja. Jangan bicara DPR kalau ada pelanggaran, karena toh mereka juga pemilih semua pejabat yang ada, dan biasanya berkasus.

Dewan susah dipercaya bisa menghasilkan produk yang baik, karena mereka berasal dari upaya awal yang alakadar. Dewan itu bukan sekadar sapu kotor, namun juga sapu bobrok jadi hasilnya juga seadanya. eLeSHa.

Terima kash dan salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun