Perjalanan ke kotaku dengan kendaraan pribadi, dan malam seperti ini, berkisar 1.5-2 jam. Aku penasaran. Tadi dalam makan malam diberitakan, kalau Rama Rektor mengalami kecelakaan dan sedang opname di sebuah rumah sakit, dan kebetulan di kotaku. Mohon doa dari para seminaris karena kondisinya kritis.
Aku malah terbayang semalam ketika colloquium, sudah menjelang tahun terakhir, biasa diminta menentukan sikap lanjut atau keluar. Dan aku masih yakin lanjut, dan aku memang sering menjadi kendala mengenai keberadaan keluargaku yang singel parent, ini selalu aku ungkapkan sejak mau masuk, dan para rama dan pembimbing mengatakan itu bukan halangan yang berarti dalam panggilan, asal aku serius dan berserah pada kehendak Allah.
Rama Albert, masih cukup muda untuk memegang jabatan rektor. Beliau membuka-buka fileku, dan sebagai anak kelas dua, sangat hafal dengan kebiasaan kalau wawancara. Cukup kaget juga aku, ketika Rama menjautuhkan file bukan karena tidak sengaja, namun karena kaget. Sambil menguasai keadaan beliau bertanya,
"Benar, mamamu Elisabeth Suryaningtyas Sumarto?", kelihatan kaget, dan ada getaran.
"Iya, Rama, sambil kaget karena beliau demikian pucat dan bergetar bibirnya. Entah mengapa, yang jelas memang beliau menjalankan taun orientasi pastoral di kota kakekku. Aku tahu persis karena memang ada photo-photo beliau dalam album di rumah kakek.
"Sudah cukup wawancaranya ya, bilang teman-temanmu, yang jadwal malam ini ditunda, nanti jadwal menyusul, Rama agak tidak enak badan tiba-tiba," sambil mengantarku keluar.
Mobil berbelok, bukan ke arah rumah, dan malah mengarah ke rumah sakit, dan kan di sana Rama Rektor dirawat, tambah bingung, apalagi tadi pagi jadwal Rama Rektor juga tidak misa, diganti Rama Anton, yang sama perfeksionis, dan harus peralatan dan pakaian misa yang milik dan favorit mereka, coba lima belas menit sudah tahu, lha ini, tinggal lima menit harus mengganti semua, biasa sih, Cuma agak ribet pagi-pagi.
Eh kejutan dini hari ini lagi, "Pak, siapa yang sakit, kog kita ke rumah sakit," tanyaku denga bingung.
"Nanti saja Mas, Mama yang akan mengatakannya..." jawab Pak Markus dengan lirih dan juga cemas kelihatannya.
Nah kan bener feelingku, menuju paviliun, bukan kamar perawatan biasa, dibiasa di sana  memang para rama dan biarawan-biarawati di rawat. Satpam membukan dan mempersilakan tanpa banyak tanya, jelas mama sudah memberitahukan hal ini. Parkir belum juga selesai, mama sudah membuka pintu dan memelukku.
"Ayo, kita akan mengetahui dan berbicara hal mahapenting, Mama harap kamu tidak perlu kaget, atau yang lain. Mama mendidik kamu menjadi pribadi kuat dan tidak pernah menyalahkan keadaan. Memang ini sangat tidak mudah bagi kamu, apalagi dini hari seperti ini. Mama mengizinkan kamu masuk seminari, agar kamu mampu menanggung ketika mendengar dan mengetahu fakta ini" lagi-lagi perintah panjang-panjang dan monolog yang aku temui sejak berjam lalu.