Untung Rugi Penghapusan UN
Hal yang patut disyukuri para pelaku dunia pendidikan, terutama tenaga pendidik di mana tidak menjadi mata pelajaran yang UN. Â Tentu ini secara khusus, secara luas ada lagi. Mengapa demikian?
Beberapa sekolah, yayasan, memberikan kebijakan lucu, aneh, dan nyleneh, demi mengejar kelulusan UN, memberikan prioritas mata pelajar UN dengan berbagai fasilitas. Ada sekolah yang sangat ekstrem dengan memberikan full satu semester pada semester kedua tingkat akhir itu hanya  untuk matpel UN. Mata pelajaran lain silakan minggir.
Guru-guru matpel UN bisa memberikan les tambahan, dan itu resmi sekolah, sehingga bisa mendapatkan jam tambahan termasuk uang ekstra juga. Terutama untuk sekolah swasta. Kesenjangan dan kesempatan yang berbeda soal finansial bisa membuat semangat dan dunia pendidikan jadi mata duitan.
Sekolah dan peserta didik fokus pada UN bukan pendidikan secara hakiki. Cenderung hafalan dan tebak-tebakan demi mendapatkan nilai tinggi. Latihan soal berkali ulang, bukan memahami penyelesaian soal dan tahu benar-benar pelajaran. Ini sangat mungkin terjadi. Â demi mengejar nilai di atas kertas bukan kemampuan.
Kecenderungan membenarkan segala cara demi nilai tinggi itu terjadi. Pengawas bisa sampai  hati mengatakan, kalau menjadi pengawas UN jangan ketat-ketat, itu anak kita sendiri. Demi nilai tinggi merendahkan anak dan diri sendiri dengan kecurangan. Miris dan itu terjadi, cek saja paling juga akan dibantah ramai-ramai.
Kesempatan adanya pendidikan nilai, karakter, sikap yang lebih luas. Pendidikan agama, olah raga, an seni yang tidak masuk UN justru yang banyak membekali anak didik dengan nilai humaniora. Sikap jujur, sportif, dan  bertanggung jawab ada dalam pendidikan-pendidikan dan mata pelajaran ini.
Peserta didik menjadi lebih bebas, merdeka, dan memiliki keleluasaan dalam mendalami ilmu pengetahuan. Mereka bisa leluasa untuk mengembangkan diri karena tidak mendapatkan target untuk lulus semata. Oreintasi pada kemampuan bukan penghafal, apalagi jika malah menjadi pribadi curang demi nilai tinggi.
Paling nyesek tentu lembaga bimbingan belajar. Ini banyak akan mati karena selama ini mereka mengembangkan metode belajar instan demi hasil, bukan pengetahuan yang dipahami. Apalagi selama ini banyak soal pilihan ganda yang penting hasil bukan cara atau proses mendapatkan hasil.
Lembaga bimbingan belajar itu banyak merugikan lembaga pendidikan resmi. Peserta didik lebih taat kepada guru les, karena bayar lebih mahal. Anak jadi ditekan orang tua lebih dengar guru les, apalagi soal jaminan nilai UN.
Mereka kadang juga menjadi agen kebocoran soal. Bukan rahasia lagi, jika di beberapa tempat, bimbel itu menyediakan kunci jawaban. Dan mereka yang demikian bisa menjadi besar. Tentu bukan menuding semua lembaga bimbingan belajar demikian, ada yang demikian.