Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Harley Davidson, Erick Thohir, dan Fenomena Ahok

6 Desember 2019   11:40 Diperbarui: 6 Desember 2019   12:02 1463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harley Davidson, Erick Thohir, dan Fenomena Ahok

Kala Ahok memegang kendali Jakarta usai mendapatkan limpahan jabatan karena Jokowi menjadi presiden, banyak dukungan terutama dari masayarakat kebanyakan. Reputasinya dalam menggebrak status quo, terutama berkaitan dengan kinerja dewan membuatnya menjadi sanjungan media dan rakyat.

Hampir tiap hari pembicaraan mengenai Ahok dan pihak lain yang tersengat menghiasai banyak media. Baik media arus utama ataupun media sosial. Hal yang baru, Jokowi saja tidak pernah berbuat yang model demikian. hiruk pikuk benar dunia perpolitikan daerah yang menasional.

Semua berakhir ketika Ahok mendapatkan stigma penista agama. Tidak heran ketika usai hukuman dan mendapatkan kembali "habitat"-nya untuk berkelahi dengan tikus-tikus berdasi, penolakan demi penolakan terjadi. Hal yang sangat wajar. Yang di Saudi saja sampai iri dan merasa diasingkan. Ia berteriak dari padang gurun, dan senyap seketika.

Erik Tohir yang selama ini dikenal sebagai pengusaha kaliber internasional, pernah merasakan memiliki klub sepak bola di Eropa dan USA, jelas mempunyai jiwa bisnis dan etos kerja efisien, efektif, dan terukur. BUMN yang sejatinya lumbung negara ini, seolah malah menjadi lintah pengisap darah. Seolah uang malah menguap tanpa memberikan dampak bagi pemasukan untuk negara.

Satu demi satu dilihat, dipetakan, dan diselesaikan. Usai dengan Pertamina dan menempatkan ahok dengan segala risikonya, toh bisa berjalan meskipun penolakan dan penistaan di sana-sini terjadi. Tidak ada  lagi gejolak, hanya perlu pembuktian kinerjanya nanti, masih perlu waktu.

Sebelum itu ia mengatakan, bahwa banyak yang melobi dirinya, kalangan elit BUMN dengan mengundang jamuan mewah dan perusahaannya padahal merugi, dan ia tahu apa yang harus ia lakukan. Jelas kinerja yang tidak sebanding dengan apa yang dihasilkan.

Sinergi kinerja dipertontonkan oleh Menkeu, Dirjend Beacukai, dan MenBUMN, ketika menyatakan adanya "penyembunyian" atau penyelundupan barang mewah, seharga hampir 1 M dan dengan keberadaan BUMN yang masih gonjang-ganjing, tentu menjadi ironis. Syukur bahwa kabinet ini bekerja dan memiliki visi yang sama. Kerja sama dari ketiganya membuka kedok yang sejatinya itu mainan lama. Elit semua paham, tahu, dan jelas hafal bagaimana gaya hidup banyak elit negeri ini lebih banyak disokong gaya spanyolan.

Apakah HD  ini hanya sebuah keapesan atau kecelakaan semata? Jelas bukan, itu adalah sebuah tabiat, gaya hidup, dan perilaku tamak elit negeri ini. Hanya saja  jelas caranya tidak akan identik seperti itu. satu kesamaan bahwa BUMN seolah milik pribadi dan kelompok.

Tidak kaget, ketika Menteri Erick thohir mengeluhkan, bahwa BUMN dihuni pensiunan dan kroni dari ini dan itu. Kolusi di dalam penerimaan karyawan, pegawai, dan jajaran manajemen, itu barang basi bahkan mungkin sangat basi. Siapapun tahu siapa yang ada di sana itu siapa dan karena apa.

Permainan dan gaya Orba masih sangat kuat melekat dalam BUMN, benar bahwa seleksi dan rekrutmen itu terbuka, yang tidak juga tidak sedikit. Apalagi level-level pengambil kebijakan, itu jauh lebih mengerikan. Diperparah ketika partai politik dan politik seolah menjadi raja, dan mereka sangat mungkin merajalela di dalam mengeruk kekayaan negara ini.

Dulu menuding asing dan aseng sebagai penguasa aset kekayaan negeri ini. Eh ternyata kini warga negara sendiri pun menguasai dan jauh lebih tamak. Lha asing dan aseng pun yang mengundang mereka-mereka ini kog. Akhir-akhir ini ditambah para pengusung ideologi tertentu yang ikut menjadi raja di raja di hampir semua BUMN.

Kanker kronis ini sedang diatasi dengan kemoterapi, operasi, dan juga jamu-jamuan herbal. Satu demi satu kanker itu melakukan perlawanan dan pisau bedah mulai menyayat penyakit yang menahun, bahkan mengerak dan seolah-olah benar itu.

Terungkapnya HD ini adalah bukti sahih dan pas untuk Kemen BUMN dan seluruh kementrian bekerja keras memperbaiki birokrasi bobrok ini. Saatnya perbaikan manajemen, tata kelola, dan tabiat manusia tamak dan bobrok.

Perlu perhatian untuk Erick thohir, jangan sampai menjadi Ahok kedua, jangan remehkan maling-maling elit itu bisa meradang dan mengamuk dengan cara yang tidak terduga. Miris bangsa ini, bagaimana yang tidak berbuat apa-apa, bakan minus pun malah didiamkan, dipuja, dan dijadikan terus dalam pemilihan ini dan itu, eh yang berprestasi, bisa bekerja malah jadi sasaran tembak.

Posisi ET yang bukan partisan memang sampai saat ini justru sangat membantu. Apalagi dengan presiden menjadi penyokong utama, jelas sangat memudahkan gebrakannya. Parpol dan orang parpol susah posisinya yang memang profesional dan kinerjanya juga masih dalam koridor profesional.

Pendekatannya yang tidak banyak omong susah membuat pihak lain siap-siap melawan balik, dan itu sangat penting. Ini bukan murni perusahaan, namun juga soal politik ikut terlibat di sana. Budaya, kinerja, dan pola yang sudah mengerak ini mengerikan jika ditangani ala Ahok.

Kementrian yang mengurusi kekayaan negara sangat besar, dan untung bukan langsung berhadapan dengan masyarakat, sehingga susah bagi pihak-pihak yang selama ini berpesta dan terhenti genderang pestanya, susah menggerakan massa untuk memidakan ET. Toh bukan tidak mungkin aksi elitis dan politis bisa terjadi.

Saatnya parpol menjadi mandiri dan tidak membebani BUMN menjadi sapi perah dan ATM yang menhidupi parpol. Parpol masih menjadi salah satu biang masalah bagi kemajuan bangsa ini. Suka atau tidak, memang harus diakui dan dibenahi.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun