Dari sana nampak bahwa;
Parpol malas dan hanya mengandalkan figur populer meskipun tidak memberikan jaminan mutu dalam kepemipinan dan visi dan misi di dalam pemerintahan, ambil dulu. Urusan belakangan. Apa coba rekam jejak Gibran, sehingga semua partai politik begitu ngebet? Sama sekali tidak ada. Memang sebagai pengusaha ia sukses, terobosan baik, dan lepas dari peran bapaknya.
Apakah itu cukup ketika ini berbicara sebagai sebuah kepemimpinan kota, yang sudah pernah dirintis dengan baik dan memberikan hasil yang nyata. Apalagi usia Gibran masih termasuk muda, masih banyak waktu baginya. Pun banyak tokoh lain yang tidak kalah kualifikasinya.
Pembuktikan Gibran masih belum cukup, apalagi di bawah bayang-bayang Jokowi, pemimpin gaya baru, visioner, dan masih dalam teropong yang sangat berbeda dengan pemimpin lain. Ini jelas sebuah cermin yang sangat besar dan bisa menjadi beban bagi Gibran.
Oposan utama dan paling keras pun kepincut. Nah menjadi bukti paling sahih, politiknya bukan soal politik itu cair, malah politik asal-asalan. Bapaknya ditolak seperti terkena kusta, eh anaknya dipuja bak malaikat. Ini serius, bukan sederhana sebagai perilaku berpolitik.
Benar bahwa politik itu cair, tidak ada yang abadi dalam berpolitik, namun ya tidak juga sekasr itu pula. Boleh berbeda dalam memilih dan juga ideologi, namun ketika bapak dan anak kog sudah jauh bahkan berolak belakang, kan jelas ada yang tidak pas di sana.
Jika menilai Jokowi tidak becus saja, dan kemampuan, masih sangat mungkin anaknya bisa dan mampu. Lah kalau pembohong, PKI, dan sejenisnya kan menjadi lucu, bapaknya PKI anaknya bukan. Bapaknya pembohong anaknya dipercaya. Kan ada yang aneh.
Keanehan partai politik inilah penyakit bangsa ini. Mengapa? Karena mereka yang memegang kendali atas bangsa. Bagaimana tidak ketika partai politik sakit, menghasilkan produk aturan perundangan, mengatur bagaimana kepemimpinan bisa terbentuk, kriteria seperti apa menjadi buah pikir mereka.
Mirisnya mereka merasa baik-baik saja. Dan menghasilkan produk hukum amburadul pun tidak malu. Ya pantes jika bangsa ini masih banyak ketinggalan dari yang semestinya.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H