Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pidato Nadiem dan Perilaku Guru serta Tenaga Kependidikan

25 November 2019   10:32 Diperbarui: 26 November 2019   07:32 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pidato Nadim dan Perilaku Guru dan Tenaga Kependidikan

Pidato Mas Nadim sebagai menteri muda, baru, dan cukup nyleneh, banyak dibagikan dalam berbagai media. Orang yang tidak berkecimpung dalam dunia pendidikan pun membagikan, karena memang bagus, inspiratif, dan mengena. Sesuatu yang baru.

Ketika menikmati banyaknya pidato itu menyebar, lapangan dekat rumah dipakai untuk Apel Hari Guru. Beberapa kejadian sangat menggelikan jika bukan malah miris jika berbicara pendidikan. Pun ada satu kisah lepas dari kegiatan ini, namun dalams satu rangkaian peristiwa yang sama.

Pengumuman dari panitia yang menggunakan pengeras suara hingga separo kampung dengar ini, aneh, lucu, dan naif. Bagaimana mereka, para guru dan juga tenaga kependidikan tentunya harus dioyak-oyak, masuk lapangan. Hal yang sama mereka lakukan ketika Senin atau hari-hari besar nasional terhadap murid di sekolah.

Berarti mereka tidak sadar mengenai tertib dalam memulai suatu acara. Lha ketika ngoyak-oyak murid itu motivasinya apa coba? Kan aneh, apalagi ketika mereka tidak bisa menghidupi yang seharusnya menjadi sebuah gaya hidup. Yang patut ya mereka datang menempatkan diri pada bidang yang sudah ditentukan. Tidak perlu diteriaki berkali ulang.

Kedua, jarak lapangan dan rumah saya kisaran 200 m, eh ada dua orang guru yang mbolos, dan duduk-duduk di teras rumah. Saya malah tidak jadi nyirami tanaman karena sungkan, ada yang duduk-duduk di sana, mosok mau menyiram tanaman di depannya. Bayangkan guru saja mbolos dalam acara mereka. Saya mengira mereka akan ngamuk kalau tahu anak atau siswanya mbolos atau berhenti di tengah jalan belum sampai tujuan.

Ini soal kedisiplinan dan tanggung jawab. Bagaimana mulut mereka bisa mengajarkan disiplin, jangan bolos, bertanggung jawab, eh mereka sendiri tidak melakukan. Atau sangat mungkin mereka semata mengajar tanpa melaksanakan. Miris jika dunia pendidikan banyak dihuni pelaku-pelaku demikian. Ini sederhana, sepele, tapi dalam dunia pendidikan mendasar.

Ketiga, parkir mobil hingga puluhan meter, di tepi-tepi jalan, mobil dan motor, pejalan kaki menjadi asing dan teralienasi. Hal yang cukup membanggakan, kalau standart gaya hidup guru meningkat. Namun jadi teringat  seorang satuan keamanan sebuah bank mengatakan, ketika kebingungan memarkirkan mobilnya, dapat dipastikan itu adalah seorang guru.

Lagi-lagi miris, bagaimana mereka mendapatkan label "kaya" namun maaf, katrok. Ada dua hal, sikap pembelajar mereka lemah. Dua, mereka gagap teknologi. Bagaimana tidka miris jika seorang guru menjadi pelaku enggan belajar, termasuk mengendarai kendaraan dengan baik, benar, dan mengutamakan keselamatan. Perlu belajar.

Apalagi jika gagap teknologi dan malah menjadi penghambat. Miris kuadrat jika demikian. Teknologi,  terutama yang mereka miliki ya harus dikuasai. Jika masih belum mahir, bisa menggunakan sarana lain.

Empat, berkaitan dengan jalan menjadi lahan parkir, ada angkutan antar-jemput sekolah, nah miris lagi, bagaimana pengantar itu membentak anak biar cepet, ini bukan tegas, tapi judes. Cepet, jalan di pinggir, sikilmu, ini perintah seorang pendidik terhadap  anak didik usia dini lagi. Saya geleng-geleng kepala, kog ada, tenaga kependidikan model demikian. Boro-boro ada salim, salam, dan cium tangan, ngacir begitu saja. Lagi-lagi hal yang remeh, sepele, namun mendasar danfundamen dalam dunia anak-anak apalagi usia dini. Soal abai dan enggan bekerja keras dan cerdas. Beratnya apa sih, Nak, ayo cepet sedikit, jalanan ramai.

Hati-hati ya Nak, jalan di tepi, banyak kendaraan lewat

Awas Nak kakimu diangkat, pintu akan ditutup. 

Efiesiensi itu bukan untuk manusia apalagi pendidikan. Pendekatan kemanusiaan kadang memang tidak efisien di tengah dunia media sosial yang penting glamour dan viral itu.

Kelima, ini acara setingkat kabupaten, kog tidak melihat ada yang menenteng buku satupun. Termasuk yang mbolos, dan duduk di depan rumah. Tidak membaca buku, atau minimal koran, atau stensilan lah, mereka asyik dengan smartphone mereka. He..he...he...toh saya yakin paling juga chatingan, sudah hampir rampung belum dengan rekan yang ada di arena kegiatan.

Mungkin kaca mata saya terlalu suram dalam melihat dunia dan pelaku pendidikan dengan beberapa kisah faktual di atas. Toh kejadian di lapangan, sehari-hari demikian itu juga gambaran konkrit di dalam dunia pendidikan secara umum.

Aktivitas yang mereka lakukan sebagai sebuah rutinitas, bukan kebaruan setiap hari, jelas ini lonceng kematian pendidik dan dunia kependidikan. Bagaimana mereka datang melakukan rutinitas, apalagi jika menahun dan mengerak. Padahal sejatinya dunia pendidikan adalah kebaruan setiap saat. Tuntutan terlalu tinggi juga mungkin yang saya paparkan, tetapi ingat, dunia makin maju, jika guru nanti klah dengan murid, ingat teknologi informasi sangat masif, guru sebagai agen perubahan jangan kalah.

Guru memegang peran penting, jika mereka hanya puas dengan apa adanya, jelas akan tertinggal bahka tergilas. Baca, baca, dan baca. Ini adalah peningkatan kemampuan sehingga bukan lagi menjadikan guru hanya berbeda semalam dengan murid dalam pengetahuan. Penuhi keranjang bekal dalam mengajar.

Susah jika menuntut peningkatan kemampuan dengan sekolah, kursus, atau seminar yang membutuhkan waktu dan kesempatan yang banyak. Toh banyak sarana, dan saya pesimis sudah dilakukan.

Perilaku harian sedikit banyak adalah cerminan perilaku secara umum, bagaimana mereka sebagai peggerak itu apakah juga bergerak atau hanya diam di tempat. Hal-hal sederhana namun menjadi karakter demikian tentu tidak akan sampai menteri pahami. Perubahan paling riuh rendah adalah kurikulum, buku, dan sistem ini dan itu. lha kalau pelakunya sama saja, buat apa coba?

Ada lho guru yang mengajar dari tahun ke tahun dengan cara yang sama, meskipun kurikulum berganti, buku berganti, toh mereka, para guru senior ini seolah hafal luar kepala mengenai kegiatan hari ke hari.

Selamat Hari Guru, para Guru dan Selamat Berubah dan Berbuah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun