Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Usai Labeling Komunis, Terbitlah Label Mesum-Asusila, Habis Semua

18 November 2019   11:38 Diperbarui: 18 November 2019   11:42 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Usai Labeling OT-Komunis, Terbitlah Label Mesum-Asusila, Habis Semua

Rekan saya banyak yang berdomisili di kawasan wisata Bandungan. Paham umum Bandungan sejak dulu kala ya lokalisasi dan kini berkembang dengan lebih terkamuflasekan dengan wisata karaoke. Ketika main ke rumah rekan, bersama teman, saya becanda, gak selfie dulu, itu depan karaoke A, atau pas di depan karaoke B, gak pamer lagi wisata, dan dia akan ngakak sinis plus gondok.

Beberapa dekade lalu, kalau sudah terkena stempel OT-PKI-Komunis, habis sudah, seluruh keturunan jangan harap menjadi PNS dulu, kini ASN, militer, atau polisi. Jika sudah telanjur PNS jangan harap bisa menduduki jabatan struktural, hanya menjadi pegawai biasa, golongan mentok, dan segala risiko berat dan sangat buruk pokoknya.

KTP dengan stempel warna berbeda, atau posisi menyetempel yang hanya diketahui oleh pejabat militer, bahwa orang itu OT, terlibat. Anak-cucu-cicit, semua terimbas. Syukur pada Allah, bahwa ada era reformasi dan pemuihan atas itu semua. Toh dampaknya masih ada.

Lihat saja isu Komunis, Jokowi PKI masih terpapar dengan gamblang via media sosial.  Padahal logika sangat gamblang ada, pun tidak mau mengakui kebenaran itu. Permainan era lama masih ada yang memainkan dan bisa juga berpengaruh cukup kuat.

Mesum dan Asusila

Media sosial sedang banyak pembicaraan mengenai adanya dugaan Arie Gumilar memiliki relasi dengan LC atau PK bahasa Bandungan, dan konon hutang pula dengan klub karaoke di suatu tempat. Kreatifitas, meme, ledekan, dan juga yang serius bertebaran. Apakah itu benar, atau separo bena, atau bahkan tidak benar sama sekali, toh sudah habis nama AG.

Reaksi atas perilakunya yang membuat banyak orang meradang, sangat mungkin terbangunlah sebuah aksi balasan yang setimpal. Kebenaran atau separo benar, atau malah tidak ada, sangat mungkin terjadi dalam riuh rendahnya kisah AG dan Cilacap. Lihat saja media sosial itu pasti demikian mudah ditemui.

Apakah akan ada klarifikasi dan faktanya seperti apa? Jelas tidak. AG lho mau bersumpah atas nama apapun, sudah selesai dengan itu. Tidak akan bisa lagi bangun. Bantahan apapun hanya angin lalu, dan terus saja cap dan label pelanggan karaoke tetap tersemat.

Di K pun pernah terjadi kehebohan, ketika dua Kompasianer lawan jenis diisukan adanya relasional yang tidak semestinya. Riuh rendah, gambar perempuan telanjang dari samping, itu bisa siapa saja, toh menghabisi dua Kners itu. Kisah persisnya sama sekali tidak tahu, namun mereka berdua "hilang" dari belantara K bersamaan dengan kejadian heboh itu.

Dunia birokrasi pernah juga membuat kisah yang identik. AS, ketua komisioner KPK kala itu juga ada isu perselingkuhan. Sampai kini juga menguap begitu saja. Program photoshop tanpa skil seni, apalagi berjiwa seni sangat mudah memodifikasi photo. Dan ketika photo telanjang, atau berduaan di dalam kamar, selesai sudah semua yang dibangun susah payah.

Tentu masih banyak yang ingat, bagaimana susah payahnya klarifikasi Abu Rizal bakri ketika"ketahuan" piknik mewah bersama artis muda belia ke luar negeri dulu. Membawa istri dengan memeluk boneka dilakukan, demi membersihkan nama ketika ada momen mendekati pilpres. Toh Golkar menjadi sapi ompong meskipun suara pemilih cukup signifikan. Semua hancur lebur.

Paling menghebohkan tentu mengenai dugaan chatt mesum seorang tokoh. Apapun pembelaan diri, ataupun narasi yang dibangun pengikutnya, yang jelas label mesum tidak akan bisa lepas. Mau  bersikap apapun akan dikaitkan dengan dugaan itu. Apalagi ketika penyelidikan secara hukum tidak diikuti. Malah dugaan makin menjadi bukan mereda.

Sekarang, apapun yang dikatakan, dinyatakan, dan digaungkannya malah menjadi candaan dan ledekan. Semakin keras ia membantah dan menuding, maka semakin nyaring pula tertawaan untuk mengejeknya.

Moralitas berkaitan dengan susila paling kuat melekat dalam alam budaya bangsa ini. Apalagi jika itu elit. Mungkin sudah sangat cair dan bergerak ke arah pembiaran, seperti orang hamil tanpa suami di desa-desa sudah diabaikan begitu saja, namun jika elit tersandung skandal yang satu ini, habis sudah.

Masih jauh lebih bisa diterima koruptor dan maling anggaran. Lihat saja itu, para pejabat yang sudah maling uang rakyat, masih banyak pembela. Pun masih bisa mendapatkan kedudukan yang kadang lebih tinggi.  Tidak pernah ada sanksi sosial lebih jauh. Lah penjara saja bisa mendapatkan pengurangan terus koq.

Atau persoalan lain, tidak sehancur ketika berkaitan dengan normal susila yang satu ini. dan cenderung orang sepaham, tidak akan ada pro-kontra berlebihan, kecuali hanya oleh pendukung seperti kisah Rizieq Shihab.

Tidak perlu ribet tuding sana tuding sini, apalagi malah menuding kerja intelijen, skenario, atau adanya konspirasi segala. Yang jelas jaga diri, jaga sikap bagaimana aksi akan ada reaksi, dan netijen Indonesia itu kreatif. Dan nikmati saja, tanpa banyak membela diri daripada malah makin dibully. Ini masa yang memang harus dijalani, dan sarana mendewasakan.

Klarifikasi paling banter adalah bantahan, dan itu tidak mengubah keadaan. Tetap massa masih memegang keyakinan bahwa itu benar. Nama dan bahkan karir jangan harap masih bisa tetap eksis.  Penyelesaian hukum juga pasti tidak ada, hanya mentok pada terlupakan saja. Keluarga hancur berantakan sangat mungkin. Yang pasti karir tidak akan bisa membaik.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun